47. Percobaan bunuh diri!

765 31 14
                                    

Kara tidak dapat menahan senyumnya saat melihat sosok di hadapannya. Bagi Kara, kehadiran Deka adalah hal yang paling di harapkannya.

Tapi senyum Kara surut saat mendengar apa yang di ucapkan oleh Deka.

“Hai, cewek murahan!”

Kara menggelengkan kepalanya. Apapun yang terjadi, Deka tidak boleh membenci dirinya. Selamanya dan sampai kapan pun Deka tidak boleh sampai meninggalkan dirinya.

Karena Deka adalah segalanya baginya.

“Jangan ngomong gitu, Ka!” kata Kara dengan tatapan memohon.

Namun, bagi orang seperti Deka yang tidak punya hati, tatapan Kara tidak memberikan efek apapun. Sejak dulu hati Deka telah mati bersama ke tidak percayaannya pada hal bernama cinta.

Cinta adalah omong kosong yang sama sekali tidak berguna. Sudah cukup bagi Deka untuk menjadi saksi dari kisah cinta kedua orang tuanya yang menjijikkan. Ia tidak akan membiarkan dirinya juga terjebak pada hal menjijikkan itu.

Deka mengambil tempat duduk di samping Kara. “Kenapa? Apa lo enggak terima di sebut murahan?” tanya Deka tanpa peduli rasa sakit yang Kara rasakan saat mendengarnya.

“Kamu enggak boleh bilang aku murahan, Ka.” Sahut Kara pelan.

Tapi  sayangnya, sahutan Kara itu malah mendapat ejekan dari Deka. Laki-laki itu tertawa dengan keras hingga suaranya memenuhi ruangan yang Kara tempati.

“Why?” tanya Deka di sela tawanya. “ If you’re not cheap, what should I call you? Cheap is too suitable for you.” Lalu Deka kembali tertawa tanpa peduli pada Kara yang mungkin saja sakit hati.

Lagi-lagi Kara harus menyaksikan betapa brengseknya, Zeusadeka Pantara Bulaleno.

Meskipun sudah menjadi salah satu korban keberengsekan Deka, tapi Kara tidak bisa membenci laki-laki itu. Karena ia sangat mencintai Deka melebihi hidupnya sendiri.

Ralat, melebihi apapun yang di milikinya di dunia ini.

“Kamu kenapa berubah, Ka?”

“Semuanya baik-baik aja sebelum aku hamil tapi kenapa setelah itu kamu berubah? Bukannya aku udah setuju untuk aborsi waktu itu. Jadi, hal apa yang membuat kamu jadi gini?” tanya Kara frustrasi dengan semua yang terjadi dalam hidupnya.

Kara tertunduk menangis dengan air mata yang berjatuhan. “Aku mau kita seperti dulu lagi, Ka. Aku mau kamu yang baik dan sayang sama aku. Bukan kamu yang jahat ini.”

Sekali lagi Deka menatap Kara yang menangis tanpa merasakan apapun. Perasaan ataupun hatinya tidak memberikan reaksi apapun. Tidak ada kesedihan ataupun penyesalan dalam hatinya. Semua terasa hampa dan kosong.

Deka pun bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Kenapa ia tidak merasakan apapun?

Kenapa hatinya tidak bereaksi dengan tangisan Kara?

Apa ia memang kejam dan tidak punya hati?

Padahal biasanya, laki-laki pasti akan merasa bersalah ketika menyakiti hati perempuan sekalipun ia tidak mencintainya. Lalu, terbuat dari apa hatinya ini? Sehingga tidak merasakan apapun.

“Kara.” Panggil Deka membuat tangisan Kara berhenti.

Tawa yang sempat menghiasi wajah Deka hilang begitu saja berganti raut wajah serius dan dingin. “Gue enggak pernah berubah!” akui Deka.

“Apa maksud kamu?”

“Semuanya yang lo lihat tentang gue itu palsu. Gue enggak pernah sekalipun cinta sama lo. Selama ini gue cuma jadi-in lo sebagai mainan yang akan gue buang saat bosan.”

Shattered Dreams (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang