ENDING

2.1K 51 25
                                    

Kara menatap pantulan dirinya yang mengenakan gaun selutut berwarna biru dengan sepatu heels berpita besar melalui kaca. Meskipun hatinya gelisah tapi ia tidak dapat menahan senyum saat melihat wajahnya yang sudah di poles sedemikian rupa.

Tatapan Kara beralih pada jam di atas mejanya. Acara prom night pasti sudah di mulai tapi tidak ada tanda-tanda kedatangan pacarnya.

“Sayang, ayo Papa antar!” Kara berusaha tersenyum walaupun hatinya gelisah.

Kara mengikuti langkah Papanya setelah berpamitan dengan sang Mama. Selama di perjalanan ia lebih banyak diam untuk menutupi gelisah di dalam hatinya. Rasanya ia sudah terlalu banyak menyusahkan Papa dan Mamanya, jadi kali ini ia akan berusaha menyimpan gelisah itu sendirian.

Terlalu banyak melamun membuat Kara tidak sadat kalau mobil yang di kendarainya sudah sampai di depan sekolahnya. “Kara?” panggil Arsen saat melihat putrinya masih terdiam.

Kara berusaha menyembunyikan keterkejutannya dengan tersenyum. “Aku turun dulu ya, Pa.” Pamit Kara hendak turun.

“Kalau udah pulang, jangan lupa telpon Papa!”

Gerakan tangan Kara yang hendak menutup pintu mobil terhenti. Wajahnya tampak kesal menatap sang Papa. “Aku pulangnya sama Deka, Pa...” rengek Kara yang di balas tawa Arsen karena berhasil menggoda sang putri.

“Yaudah, Papa pulang dulu ya, see you.”

“See you Papa.”

----

Kara mendesah kecewa saat sadar kalau ia datang terlambat. Padahal ia sangat ingin melihat penampilan Jasmine yang sedang berakting. Begitu masuk aula teater terdengar suara tepuk tangan yang riuh. Hal tersebit menunjukkan kalau pentas teater telah berakhir.

Setelah berpikir beberapa saat Kara memutuskan untuk menghampiri Jasmine yang kemungkinan ada di belakang panggung. Walaupun sedikit ragu saat melihat banyak orang yang tidak di kenalnya tapi ia meyakinkan diri untuk terus melangkah.

Untung saja tidak ada yang memperhatikan dirinya. Semua orang sibuk berganti pakaian untuk menuju aula utama di mana prom night akan di adakan.

Kara berusaha memindai dan mencari di mana Jasmine berada. Tatapan Kara jatuh pada seorang perempuan yang mengenakan gaun berwarna merah dan sedang memoleskan lipstik di bibirnya.

Merasa kalau perempuan itu mirip Jasmine membuat Kara bergerak melangkah kesana.

“Jas!” panggil Kara saat melihat kalau perempuan itu benar-benar Jasmine.

Senyum Kara mengembang saat Jasmine juga menatap ke arahnya dengan tersenyum.

“Baru datang kan?” tebak Jasmine yang di balas Kara senyum malu.

“Kenapa sendirian Jas? Ai mana?”

“Katanya sih enggak datang karena harus stay terus di samping Raident.” Jawab Jasmine sambil melihat-lihat ke belakang Kara. “Lo sendirian aja? Pacar tersayang lo mana?” tanya Jasmine saat tidak melihat siapapun di belakang Kara.

Tanpa menyembunyikan raut sedihnya, Kara langsung membuat Jasmine paham kalau ada hal yang tidak beres.

“Kenapa Ra?”

“Deka udah enggak bisa di hubungi seminggu ini. Terakhir ketemu pas dia kasih aku gaun ini. Aku takut terjadi sesuatu sama Deka.”

Kali ini raut wajah khawatir tergambar jelas di wajah Jasmine. Firasatnya langsung mengatakan kalau ada sesuatu hal buruk yang akan terjadi. Dalam hati Jasmine berdoa agar firasat itu tidak benar.

Namun, Jasmine tidak ingin membuat Kara berpikir hal-hal buruk. Sehingga ia berusaha mengalihkan pembicaraan. “Mungkin Deka mau kasih lo kejutan, jadi dia sengaja enggak bisa di hubungi. Kita ke aula aja sekarang! Siapa tahu Deka udah ada di sana!”

Perkataan Jasmine langsung membuat senyum kembali mengembang di wajah Kara. Dengan antusias Kara mengangguk dan mengajak Jasmine untuk segera berdiri.

“Ayo Jas!”

Jasmine tersenyum dan menyambut ajakan itu dengan tersenyum. Keduanya berjalan beriringan dengan Jasmine yang tiada henti menatap wajah Kara yang berbinar.

‘Jangan sampai Kara menyesal udah kasih lo kesempatan kedua, Ka!’

----

Aula tampak penuh dengan banyak meja yang berisi berbagai macam dan minuman. Belum lagi para siswa Nusa Jaya yang tampil sangat totalitas untuk malam prom night ini.

Kara yang baru saja masuk ke dalam aula mulai memindai sekelilingnya tapi tetap tidak bisa menemukan sosok yang di carinya. Pacarnya itu masih belum menampakkan diri di malam prom night. Bahkan ia juga tidak menemukan Keyzo dan Veron selaku sahabat pacarnya.

Dari samping, Jasmine bisa melihat raut wajah Kara yang berubah menjadi sendu. Ada kekecewaan yang tergambar jelas di wajah Kara hingga membuat Jasmine dapat merasakan hal yang sama.

“Kita ambil minum aja dulu.” Ajak Jasmine yang  untungnya langsung di angguki Kara.

Mereka kembali berjalan beriringan menuju salah satu meja yang sudah berisi berbagai macam rasa. Tanpa melihat, Kara mengambil minumannya secara acak dan berjalan ke depan.

Kara masih berharap dapat menemukan Deka di dalam aula ini.

Namun, sampai waktu dansa berakhir, Kara masih tidak bisa menemukan Deka di mana-mana. Pesan-pesannya masih belum di baca dan nomor pacarnya itu masih tidak aktif.

Di saat Kara sedang sibuk dalam pikirannya sendiri, terdengar suara dari podium yang membuat seluruh mata kompak menatap ke sana.

Kalau tidak salah, sosok yang berdiri di atas podium itu adalah mantan wakil ketua osis yang seangkatan dengannya. Tampaknya perempuan itu adalah penanggung jawab acara prom night malam ini.

“Hai semuanya! Gimana acara prom night malam ini? Seru?”

“SERUU....”

“Di antara Keseruan malam ini, gue punya berita sedih buat kita semua.”

Kara diam-diam menantikan hal apa yang akan di ucapkan perempuan itu selanjutnya. Karena firasatnya mengatakan kalau apa yang akan fi katakan oleh perempuan itu berkaitan dengan dirinya.

“Para most wanted sekolah kita enggak bisa hadir termasuk Deka, Keyzo, dan Veron. Gue enggak tahu alasan pasti dari mereka bertiga,  kalau Kelano udah pindah sekolah dan Raident lagi masa pengobatan.”

Terdengar teriakan riuh yang sangat kontras dengan Kara yang mematung dan terdiam sambil berusaha mencerna hal apa yang baru saja di dengarnya.

Dengan perasaan kalut yang bercampur aduk, Kara berlari keluar dari aula  di susul oleh Jasmine di belakangnya.

“Lo mau kemana, Ra?” tanya Jasmine setelah menahan tangan Kara.

Jasmine tampak terkejut melihat mata Kara yang berkaca-kaca. Tapi Jasmine paham perasaan Kara karena ia saja terkejut mendengar hal tadi apalagi Kara yang sudah tidak berkomunikasi dengan Deka. Kara pasti merasa di khianati dan di bohongi.

“Tolong antarin aku ke tempat  Ai, Jas! Ai pasti tahu Deka ada di mana.” Ucap Kara dengan tatapan memohon.

Karena tidak kuasa melihat wajah Kara yang tampak sedih, maka Jasmine pun bersedia mengantar Kara menuju Aileen. Lagi pula Jasmine harus memastikan kalau Kara tidak akan melakukan hal yang membahayakan dirinya seperti dulu.

----

Begitu sampai di rumah sakit, Kara segera mengikuti langkah Jasmine menuju ruangan di mana Aileen berada. Pakaian mereka menjadi pusat perhatian setiap kali melintasi lorong-lorong atau koridor yang berisi tidak terlalu banyak orang karena hari sudah malam.

Ketika sampai di ruangan di mana Aileen berada, Kara bisa mengintip melalui jendela dan melihat dengan jelas bagaimana Aileen hanya diam sambil menggenggam tangan Raident yang tampak belum sadarkan diri.

Ada penyesalan di dalam hati Kara saat melihat pemandangan itu. Wajar saja kalau Aileen sampai marah saat itu. Ia pasti sudah sangat keterlaluan.

Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Aileen keluar dari ruangan itu dan menghampiri ia dan Jasmine.

“Kenapa?” tanya Aileen dengan suara yang terdengar sangat lelah.

“Tolong kasih tau aku di mana Deka, Ai!” mohon Kara yang terdengar semacam tuduhan di telinga Aileen.

“Maksudnya apa sih? Lo bicara seakan-akan gua yang sembunyiin Deka.”

“Please Ai. Kamu pasti tahu Deka ada di mana.”

Bibir Aileen sedikit terbuka dengan perasaan tidak percaya. “Gue sibuk jaga Raident di sini! Gue enggak ada waktu buat tahu di mana pacar lo itu sekarang!!”

“Tapi aku yakin kalau Ai pasti tahu Deka ada di ma—”

“Gue enggak tahu dan enggak peduli sama hubungan percintaan lo itu! Pergi daro sini sekarang juga!!” potong Aileen karena sudah terlalu lelah mengurus Raident seharian ini.

Lalu, setelah kelelahan ia malah harus menghadapi sikap kekanakan Kara. Jujur saja Aileen angkat tangan menyerah. Untuk saat ini Aileen tidak ingin bicara pada siapapun karena emosinya tidak stabil.

Setelah itu Aileen kembali masuk ke dalam ruangan rawat Raident tanpa peduli dengan Kara yang terus memanggil namanya.

----

Karena tidak mendapat hasil apapun dari menemui Aileen maka Kara memutuskan untuk langsung datang ke rumah Deka.

Kara datang ke rumah Deka dengan di antar oleh Jasmine tapi setelah itu Jasmine pergi karena ada urusan mendadak. Sebelum itu Kara sudah menghubungi Papanya untuk menjemput dirinya di depan rumah Deka.

Kara berjalan pelan menghampiri pos penjaga yang ada di depan  rumah Deka. Dengan senyum Kara menyapa para satpam yang ada di dalam pos itu.

“Permisi pak.” Sapa Kara sopan.

“Ada yang bisa saya bantu non?” tanya satpam yang baru saja Kara sapa.

“Saya mau ketemu sama Deka pak. Deka itu pacar saya” Akui Kara.

Namun, reaksi satpam itu membuat Kara bertanya-tanya. Satpam itu kompak saling pandang satu sama lain sebelum salah satunya kembali menatap Kara.

“Maaf non tapi Tuan muda beserta Tuan dan Nyonya sudah tidak tinggal di rumah ini. Setahu kami mereka pindah.”

“Pindah?” tanya Kara tidak percaya.

“Iya non. Sudah sekitar satu minggu yang lalu.”

Tubuh Kara langsung mematung begitu saja dengan perasaan sulit di percaya. Sati minggu yang lalu itu berarti setalah memberi gaun yang ia kenakan sekarang. Air mata yang sedari tadi Kara tahan langsung mengalir begitu saja dati matanya membasahi pipinya.

Akhirnya ketakutannya benar-benar menjadi nyata. Deka benar-benar menghilang dan meninggalkannya seorang diri.

“AARGHH....” teriak Kara saat semua kesedihannya meluap.

Seharusnya ia tidak percaya pada Deka lagi?

Kalau saja  ia bisa tegas dan tidak membiarkan Deka kembali karena laki-laki itu hanya kembali membuatnya terluka. Tangisan Kara semakin menjadi hingga membuat satpam itu kebingungan

Untungnya tidak lama setelah itu ada sang Papa yang langsung menghampiri Kara yang menangis dalam keadaan berjongkok.

“Kara kenapa?” tanya Arsen merasa khawatir dengan keadaan putrinya.

Kara yang mendengar suara Papanya bergegas bangkit dan menghamburkan diri ke dalam pelukan sang Papa.

“Deka bohongi Kara lagi, Pa...”

“Deka ninggalin Kara sendirian lagi, Pa...”

“Kara benci sama Deka!”

“Kara enggak mau ketemu Deka lagi, Pa...”

Adu Kara sambil menangis tersedu-sedu. Arsen yang mendengar itu tentu saja merasa sakit hati dan terluka kalau putri semata wayangnya kembali di perlakukan dengan tidak adil.

Namun, Arsen tidak bertanya apapun dan memilih menenangkan putrinya. Bagaimana semula berawal dari kesalahannya di masa lalu dan Arsen sangat menyesal hingga hari ini.

“Kita pergi ke tempat yang jauh ya, supaya Kara enggak terluka lagi.”

----

Hai semuanya...
Ini ending dari Shattered Dreams!
Semoga kalian suka dan terhibur haha...

Aku buat bab ini dengan segenap jiwa dan cinta meskipun akhirnya enggak ada cinta yang Kara dapatkan.

Bab terakhir ini aku malah enggak tahu mau bicara apa. Intinya kita bakal ketemu di cerita baru. Sampai ketemu di cerita Kalan dan Sea, bye-bye....

Banyakin comen di bab terakhir ini ya! Thank you all.

*Jangan lupa vote dan comen!


Shattered Dreams (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang