52. Terlalu tiba-tiba.

835 34 18
                                    

Hari-hari menyakitkan telah berlalu tapi Kara masih merasa hancur. Penantian-penantiannya akan kedatangan Deka juga telah sirna seiring waktu yang terus berlalu. Perasaan Kara masih sama untuk Deka tapi rasa ingin memilikinya mulai pudar.

Penyesalan memang hal tidak berguna dan Kara tahu akan hal itu. Kalau saja ia tidak mengambil keputusan dalam keadaan sedih dan marah mungkin akan  ada akhir yang berbeda.

Kara sangat menyesali tindakannya yang membunuh janin tidak berdosa di dalam perutnya. Padahal Janin itu tidak bersalah tapi cinta telah membuatnya buta. Seandainya saja waktu bisa di ulang, ia ingin memperbaiki semua kesalahan yang telah di perbuatnya.

Meskipun tidak mungkin.

Sudah beberapa hari ini Kara sangat suka duduk di kursi taman yang berada di bawah pohon. Rasa sejuk dan damai membuat ia merasa tenang. Setidaknya sampai seseorang mengambil tempat duduk di sampingnya.

Kara menatap pria yang mengenakan pakaian kantor serba hitam dan terlihat lebih tua beberapa tahun dari Papanya. “Kamu siapa?” tanya Kara.

Pria tersenyum menatap Kara. “Saya Clando Bulaleno, Papinya Deka.”

Tubuh Kara menegang dan keberaniannya juga menghilang. Untuk saat ini, Kara ingin melarikan diri tapi itu hal yang tidak mungkin. Pasti akan sangat tidak sopan.

Melihat gelagat Kara membuat Clando tidak dapat menahan senyumnya. “Saya ke sini untuk meminta maaf atas segala perbuatan yang sudah Deka lakukan kepada kamu.” Ucap Clando hingga membuat Kara menatapnya.

“Om enggak salah. Untuk apa minta maaf?!”

Jawaban Kara lagi-lagi membuat Clando tersenyum. “Saya tetap harus minta maaf sama kamu, Kara. Kegagalan saya dalam mengobati luka di hati Deka membuat dia melimpahkan semua kemarahan dan kebenciannya sama kamu.”

“Tapi setelah semua yang terjadi saya tetap tidak bisa marah sama Deka. Kamu tahu kenapa?” tanya Clando yang mendapat gelengan dari Kara.

“Sewaktu kecil, Deka sering sakit-sakitan. Saya sudah membawa dia kemana-mana tapi tetap tidak ada perubahan apapun. Sampai usia lima tahun barulah Deka secara ajaib sembuh dan bisa bermain seperti anak sumurannya.” Clando tersenyum membayangkan masa kecil Deka yang terasa sangat berat.

Hari-harinya berjuang melawan sakit itu telah berlalu tapi Clando tidak menyangka kalau ada badai yang lebih besar menantinya.

“Deka anak yang manja dan ceria tapi sesuatu telah membuatnya berubah.”

“Apa itu karena perselingkuhan Papa dan Maminya Deka?” tebak Kara hingga membuat Clando terdiam tanpa bersuara.

“Jadi, kamu sudah tahu.” Clando menganggukkan kepalanya. “Saya pikir Arsen tidak akan pernah mengatakan kebenarannya sama kamu.” Gumam Clando yang masih bisa di dengar oleh Kara.

“Apa tujuan Om datang kesini?” tanya Kara.

Kedatangan Clando tentu saja menjadi tanda tanya besar bagi Kara. Setelah semua hal yang berlalu, Kara tidak pernah sekalipun berpikir kalau akan datang hari di mana ia akan bertemu dengan Papi Deka.

Segala hal yang telah berlalu membuat Kara berhenti untuk berharap apapun termasuk keadilan bagi hidupnya yang hancur. Karena Deka tidak mungkin memberinya keadilan semacam itu begitu pula Papi Deka.

Jadi, Kara ingin tahu tujuan Papi Deka  datang menemuinya.

Clando menatap Kara tapi kali ini tanpa senyum di wajahnya. “Setiap hari saya selalu menemukan Aileen di rumah saya. Dia selalu datang untuk menemui Deka. Hal itu membuat saya penasaran dan berakhir bertanya kepada Aileen. Apa tujuan dia menemui Deka setiap hari? Dan jawaban dia membuat saya takjub.”

Kara mengerutkan keningnya bingung. “Aileen menemui Deka  setiap hari? Untuk apa?”

“Aileen bilang sama saya kalau dia mau membujuk Deka untuk menemui kamu. Rasa penasaran saya terhadap kamu membuat saya bertanya lebih banyak kepada Aileen. Dan di sanalah saya tahu semuanya tentang kamu.” Jelas Clando.

Perasaan Kara saat Clando menyebutkan nama Aileen dengan santai memicu rasa cemburu di hatinya. Bukankah itu artinya mereka telah mengenal satu sama lain? Ah, ternyata hanya ia sendirian yang orang asing.

“Om sudah lama kenal sama Aileen?” Kara tidak bisa menahan rasa penasaran di dalam hatinya.

Tawa Clando terdengar keras hingga membuat Kara kebingungan. “Saya kira kamu akan bertanya tentang Deka.” Ungkap Clando di akhir tawanya.

“Saya sudah kenal Aileen bahkan sebelum dia lahir. Dia satu-satunya perempuan di antara anak teman dekat saya. Dari kecil dia sudah cantik dan menarik perhatian hingga istri saya sempat berpikir untuk menjadikannya calon istri Deka di masa depan.”

Kepala Kara tertunduk dan hatinya merasakan sakit yang luar biasa. Rupanya tidak cukup dengan mengetahui bahwa Deka mencintai Aileen kini malah ada fakta baru yang membuat perasaannya semakin sakit.

Kara tahu kalau Aileen tidak bisa di salahkan tapi hatinya tetap saja merasakan sakit dengan fakta yang ada.

“Tapi hal itu tidak mungkin karena Aileen sudah punya hubungan dengan Raident.” Sambung Clando.

“Maaf karena saya malah membahas hal lain. Seharusnya topik kita tetap tentang kamu. Maafkan saya.”

Kara mengepalkan kedua tangannya yang ada di sisi tubuhnya. “Setelah semua penjelasan Om, aku masih gak ngerti. Apa tujuan Om datang ke sini?” tanya Kara dengan perasaan muak.

Dari awal Kara tahu kalau Papi Deka pasti punya tujuan untuk menemuinya. Firasat Kara mengatakan kalau hal itu akan membuatnya marah tapi pembicaraan Clando yang tidak berarah membuat Kara kebingungan.

“Begitu? Om akan menjelaskan semuanya.”

Kemudian Kara sadar kalau senyum di wajah Clando surut seketika berganti dengan raut wajah dingin dan tatapan tajam yang tidak punya perasaan. Sekarang Kara tahu dari mana Deka mendapatkan raut wajah dingin itu.

“Om enggak bisa memaksa Deka untuk bertanggung jawab kepada kamu. Tapi Om tetap tidak bisa membenarkan perbuatan Deka. Jadi, Om mohon agar kamu terima ini.”

Kara terperangah dan terkejut saat Clando meletakkan selembar cek ke atas pangkuannya. “Apa maksudnya Om?” tanya Kara dengan amarah.

“Kamu bisa tulis angka berapa pun di sana. Anggap itu sebagai bentuk tanggung jawab Deka terhadap kerugian yang kamu terima.”

Kejam, dingin, dan tidak berperasaan. Itulah kata yang tepat untuk Clando. Bahkan Kara masih tidak percaya kalau orang yang sebelumnya tersenyum kepadanya bisa mengatakan hal yang menyakiti dan melukai harga dirinya.

Kara sempat berpikir kalau Clando mungkin berbeda dengan Deka tapi ternyata semua itu hanyalah harapan kosong belaka. Karena kenyataannya Clando adalah sosok yang lebih jahat dan kejam dari Deka.

Mata Kara perlahan berkaca-kaca tapi ia tidak sampai menangis. Kara tidak akan membiarkan Clando sampai melihat air matanya. Dengan hati yang penuh rasa sakit, Kara bangkit dari duduknya dan melempar cek itu kembali kepada Clando.

“Aku enggak butuh cek ataupun uang Om! Aku juga enggak butuh pertanggung jawaban Om ataupun anak Om! Silakan Om pergi dari sini!!” Kara menatap mata Clando yang memancarkan aura permusuhan ke arahnya tapi Kara sudah tidak peduli.

Kemarahan dan kekecewaan di dalam hati Kara sudah sampai pada batasnya. Perkataan Clando sudah di luar batas dan menyakiti harga dirinya.

Sebelum pergi, Kara memberi tatapan tajam kepada Clando. “Uang anda tidak akan pernah cukup untuk membayar sakit hati yang saya rasakan hari ini. Silakan gunakan uang itu untuk memberi hati nurani anda yang hilang!”

----

Sesampainya di dalam kamar rawatnya, Kara menangis sejadi-jadinya. Air mata yang dari tadi berusaha di tahannya akhirnya jatuh juga. Seluruh tubuh Kara bergetar merasakan sakit yang merambat di dalam hatinya.

Kara terisak di atas ranjangnya setiap mengingat ucapan yang di katakan oleh Clando.

Apakah harga dirinya hanya bernilai selembar cek?

Apakah rasa sakitnya ini bisa di bayar dengan selembar cek?

Kara tidak butuh semua uang itu!

Rasa sakit atas penghinaan ini pasti akan Kara balas suatu saat nanti. Sudah cukup semua penderitaan dan rasa sakit yang di terimanya. Kini Kara bertekad untuk membuat semua orang yang telah menyakitinya merasakan apa yang di rasakannya.

Apa itu termasuk Deka? Mungkin saja.

Yang pasti Kara tidak akan tinggal diam lagi. Siapapun yang menyebabkan hatinya terluka sedalam ini akan ia balas sekalipun harus terluka.

“KARA!” tatapan Kara yang penuh air mata semakin tumpah saat melihat kedatangan Aileen dan Jasmine.

Padahal Kara tidak ingin air matanya di lihat oleh siapapun tapi hal itu sudah terlambat. Ada hal lain yang membuat Kara merasa ingin marah yaitu Aileen.

Melihat Aileen membuat Kara semakin mengingat semua masalah yang di alaminya. Terlebih semua penghinaan yang Clando tunjukkan kepadanya. Sampai mati pun mungkin Kara tidak akan pernah melupakannya.

“Ai, bisa gak berhenti untuk ikut campur masalah aku?” Aileen yang hendak memeluk Kara menghentikan langkahnya.

“Maksud kamu apa, Ra?”

Kara memalingkan wajahnya seolah enggan menatap Aileen. “Jangan bujuk Deka lagi untuk minta tanggung jawab. Aku gak butuh! Dan aku enggak suka kalau kamu ikut campur masalah aku, Ai!” bentak Kara.

Bukan hanya Aileen yang terkejut dengan perkataan Kara tapi Jasmine juga merasakannya. Padahal selama ini Jasmine tahu kalau Aileen sudah melakukan dan mengorbankan banyak hal agar Kara mendapat keadilan.

Tapi cara Kara membentak Aileen membuat Jasmine tidak habis pikir.

“Ada apa sama kamu, Ra?” tanya Jasmine membuat Kara menatap tajam ke arahnya.

“Gara-gara dia aku di hina, Jas! Semua karena dia ikut campur sama masalah aku!” teriak Kara membuat Aileen merasa terluka dan bersalah di saat yang sama.

Aileen benar-benar tidak tahu apa kesalahannya hingga membuat Kara sampai semarah itu padanya. Padahal ia sudah melakukan segalanya hingga mengorbankan waktu dan harga dirinya demi keadilan bagi Kara.

Apakah ini cara Kara berterima kasih?

Kenapa terdengar seperti membencinya?

“Papi Deka tadi datang ke sini dan kasih aku cek kosong. Dia bilang aku bisa tulis angka berapa pun sebagai bentuk bayaran atas pertanggung jawaban dia.” Ucap Kara sebelum kembali menangis.

Hati Kara kembali sakit setiap mengingat semua perkataan Clando yang merendahkan harga dirinya. Kara tidak butuh uang Papi Deka. Bahkan Kara sudah tidak butuh pertanggung jawaban Deka.

Kara lebih memilih menderita dengan cintanya di banding harus merelakan harga dirinya. Lebih baik ia hidup tanpa Deka dari pada harus kehilangan harga diri lagi. Karena Kara pernah merelakannya untuk Deka tapi pria itu malah membalasnya dengan penderitaan dan rasa sakit.

“Aku melakukan semuanya demi kamu, Ra.”

“TAPI AKU ENGGAK BUTUH, AI!” teriak Kara.

Kara tidak tahu mulai dari kapan melihat wajah Aileen bisa membuatnya semuak ini. Kenyataan bahwa Aileen di cintai oleh orang yang di cintainya membuat amarah itu tumbuh di dalam hatinya.

Kedatangan Clando membuat rasa itu semakin besar di hati Kara hingga ada gejolak kebencian itu benar-benar meledak.

“Mulai hari ini, tolong jangan pernah datang dan temui aku lagi, Ai! Aku muak dan benci sama kamu!” Ucap Kara pelan tapi berhasil membuat Aileen kesulitan bernafas.

Bahkan perkataan Kara selanjutnya membuat Aileen merasa ada sebuah duri yang menancap di dalam hatinya. “Pergi dari sini sekarang juga, Ai!” usir Kara.

Sejak saat itu Aileen sadar kalau tidak mungkin membujuk ataupun membuat Kara mengerti. Ketika Jasmine hendak mencoba membelanya, Aileen menggelengkan kepala.

Untuk saat ini hal itu hanya akan membuat Kara semakin marah sehingga tanpa membalas ucapan Kara, Aileen melangkah keluar menuju pintu.

Namun, mata Kara membulat saat melihat sosok yang berdiri di depan pintu saat Aileen membukanya. Hati Kara bergetar. Meskipun berkata akan membencinya tapi Kara tidak bisa mengabaikan kebahagian saat sosok yang di tunggu akhirnya datang.

Hari Kara selalu lemah setiap melihat Deka.

Kebenciannya pun luntur begitu saja.

Bahkan amarah di hatinya lenyap begitu saja.

Belum lagi buket bunga yang ada di tangan Deka membuat Kara tidak bisa menahan senyumnya.

Kara memang gadis naif dan munafik jika berkaitan dengan cinta dan Deka.

Bahkan sekarang Kara sudah turun dari ranjangnya dan berlari memeluk Deka yang masih setia berdiri di depan pintu.

“Kenapa kamu baru datang?” tanya Kara sambil mengeratkan pelukannya.

Deka membalas pelukan Kara dan memeluknya tidak kalah erat. Seolah Kara akan hilang apabila ia melepaskannya. “Maaf udah buat kamu menunggu. And realized my feelings too late, Ra.”

“Jangan benci Aileen ya. Kalau bukan karena dia mungkin aku enggak akan pernah sadar sama perasaan aku.” Jelas Deka dengan suara yang pelan dan lembut.

“Maafin semua yang udah Papi katakan sama kamu juga ya.” Pinta Deka yang tanpa ragu di angguki oleh Kara.

Ah, cinta memang bisa membuat siapapun segila Kara. Pada akhirnya semua amarah dan kebenciannya bisa hilang begitu saja hanya dengan melibat Deka dan mendengar permintaan maafnya.

Kara masih lah perempuan yang sama dengan cinta yang teramat besar bagi Deka. Cinta buta yang terus membuatnya buta.

Terlebih setelah Deka menyadari perasaannya kepada Kara.

Apakah ini akhir yang bahagia bagi Kara? Apa yang membuat Deka akhirnya berubah? Bukankah ini terlalu tiba-tiba?

----

Ada yang bisa tebak gak kenapa Deka tiba-tiba datang?

Gimana nih sama karakter Kara?

Udah marah, benci, dan kecewa tapi pas ketemu langsung sama Deka malah lupa.

Cerita ini tuh gambaran gimana cintanya Kara sama Deka. Jadi ya gitu.

Pas lihat yang di tunggu akhirnya datang, lenyap deh semua kemarahannya.

Ada yang pengen pov Deka gak?

Pasti ada yang bingung kenapa Deka bisa tiba-tiba datang dan menyesal.

Sebenarnya ini tuh ada kaitannya sama mimpi buruk Deka. Apa aku bikin pov Deka aja ya kalau kalian ada yang enggak paham?

Kalian maunya gimana?

Eh, Kalian nih ada yang mau punya penghasilan sambil main hp gak? Aku ada sih satu web gitu yang enggak sengaja ketemu dan aku udah beberapa kali ambil uangnya.

Kalau ada yang mau follow akun wattpad, ig dan dm aku ya.

Enggak maksa ya, buat yang tertarik aja.

*Jangan lupa tinggalkan Vote dan Comen!

Shattered Dreams (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang