Dengan tekad yang di milikinya, Kara nekat datang ke apartemen Deka meskipun sebelumnya sudah di usir. Bagi Kara, apapun akan di lakukannya asalkan Deka selalu ada di sisinya.
Sampai kapan pun, Kara tidak akan bisa hidup tanpa Deka. Seluruh hidupnya sudah ia serahkan kepada Deka tanpa bersisa apapun.
Tangan Kara mulai terangkat memasukkan nomor pin sambil berdoa dalam hati agar Deka belum menggantinya. Keberuntungan memihak Kara karena ternyata pin apartemen Deka masih sama.
Sunyi, gelap, dan sepi. Kara tebak kalau Deka belum kembali ke apartemennya. Jantungnya yang berdetak kencang perlahan tenang untuk sementara.
“Untung aja Ra.” Ucap Kara sambil tersenyum bahagia.
Setidaknya tidak akan ada momen memalukan di mana ia akan di usir di depan pintu. Baiklah, sambil menunggu Deka pulang, ia akan membersihkan kamar kekasihnya itu dan seluruh apartemen ini.
Sesuai dugaannya, kamar Deka benar-benar berantakkan. Kara tidak bisa menahan senyumnya saat kakinya kembali menginjakkan kamar yang di huninya bersama Deka selama hampir tiga bulan.
Tentunya sebelum kejadian yang membuat Deka mengusirnya.
Tenang, tenang, dan tenang. Kara tidak henti menyerukan kata itu di dalam hatinya. Ia hanya perlu meminta maaf kepada Deka dan hubungan mereka akan kembali seperti semula. Itulah harapan sederhana Kara.
Namun, semua dugaan Kara salah besar. Saat hendak memunguti pakaian yang berserakan, ia mendengar suara gemercik air yang berasal dari kamar mandi.
Tubuh Kara langsung menegang dan secara tiba-tiba pasokan udara yang dapat di hirupnya mulai berkurang. Jantung yang sudah tenang kembali menggila bahkan kali ini lebih gila dari sebelumnya.
Pikiran Kara kosong dan tubuhnya tidak bisa bergerak. Sial, ia belum menyiapkan kata-kata yang tepat untuk di sampaikan kepada Deka. Maksudnya, ia masih belum menyusun kata-kata yang akan di ucapkannya.
Bagaimana kalau sampai ia malah salah bicara? Hal itu tidak boleh sampai terjadi. Apa sebaiknya ia kabur dulu? Kesempatan sebagus ini belum tentu akan datang lagi. Tapi, kabur juga bukan pilihan yang buruk.
Ketika Kara mau melangkahkan kaki untuk kabur, sebuah suara yang sangat familier terdengar di telinganya.
“Setelah masuk kaya maling, sekarang malah mau kabur? Hmm...?”
Kara memutar tubuhnya dan menemukan Deka sudah berdiri di belakangnya dengan handuk yang melingkar di pinggang. Tatapan tajam Deka membuat Kara lupa caranya bernafas.
Gerakan Deka yang maju secara tiba-tiba membuat Kara melangkah semakin mundur. Namun, saat punggungnya menabrak dinding, di situlah Kara sadar kalau ia tidak bisa menghindar lagi.
“Apa lagi yang mau lo curi?” tanya Deka dengan posisi mengurung Kara.
Nafas Kara tercekat sampai ia merasa sesak karena di tatap setajam itu oleh Deka. “Aku enggak mencuri apapun, Ka.” Bantah Kara.
Namun, melihat tawa mengerikan dari Deka membuat sekujur tubuh Kara merinding ketakutan. Tangan Deka merambat naik dan secepat itu pula mengapit kedua sisi wajah kekasihnya.
Kepala Kara di paksa mendongak hingga matanya bertatapan dengan mata Deka yang menatapnya tajam. “Masih enggak ngaku rupanya.” Ucap Deka pelan namun terdengar mengerikan.
“Di mana kalung yang lo sembunyikan itu, pencuri?!”
Mata Kara bergerak gelisah saat sadar kalau ternyata Deka sudah tahu. Pantas saja seluruh pakaian kekasihnya berserakan di luar. Dan Kara menyesal saat baru menyadari kalau kotak yang di atasnya terdapat nama Aileen itu sudah tergeletak begitu saja di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shattered Dreams (END)
Teen Fiction𝙆𝙖𝙬𝙖𝙣𝙖 𝙍𝙖𝙝𝙚𝙣𝙖𝙯𝙪𝙡𝙖, 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘤𝘢𝘯𝘵𝘪𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘱𝘪 𝘤𝘩𝘶𝘣𝘣𝘺, 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘵𝘰𝘭𝘢𝘯 𝘑𝘢𝘺𝘢 𝘕𝘶𝘴𝘢, 𝙕𝙚𝙪𝙨𝙖𝙙𝙚𝙠�...