7. Tindakan Ilegal

1.3K 35 0
                                    

Warning!!
Carita ini mengandung adegan yang tidak layak untuk di baca anak di bawah umur!!
Silahkan skip demi kenyaman bersama.
18!!

----

“Klub drama seru gak sih, Jas?” tanya Kara saat mereka berjalan menuju kantin.

Jasmine tampak berpikir lalu mengangguk. “Seru. Lo mau ikut?” tanya Jasmine menatap Kara yang berjalan di sampingnya.

“Boleh?” Jasmine tersenyum sambil menggeleng. “Enggak boleh!” jawab Jasmine dengan tegas.

“Ih.. Kenapa? Kok gak boleh?”

Melihat tidak ada jawaban apapun dari Jasmine, Kara tidak henti menggoyangkan tangan Jasmine.

“Coba lo buat wajah marah!” pinta Jasmine.

Kening Jasmine berkerut dengan bibir yang melengkung ke atas menahan jijik melihat ekspresi. “Udah Ra! Mau muntah gue liatnya.”

Raut wajah Kara tampak sedih tapi Jasmine tetap pada keputusannya. Terlebih setelah melihat bagaimana ekspresi marah Kara tadi. Jasmine semakin yakin kalau keputusannya itu benar.

Tidak ingin keputusannya goyah, Jasmine memilih menatap jalan di depannya. Berpura-pura tidak tahu kalau Kara tengah menatapnya dengan raut memohon.

Tapi Jasmine tidak tahan kalau harus berpura-pura tidak sadar terlalu lama. “Lagian kenapa tiba-tiba pengen gabung klub gue coba, bukannya kata lo capek.”

Wajah Kara tiba-tiba saja tampak murung. “Aku sadar aja kalau di antara aku, kamu sama Ai, cuma aku aja yang enggak ikut klub apa-apa.” Ucap Kara terdengar sedih.

Sayangnya Jasmine tidak akan terenyuh sedikit pun untuk menarik kembali keputusannya.

Sorry ya Ra. Tapi sadarnya lo itu udah telat!” tekan Jasmine.

“Iya sih.” Ucap Kara setuju.

Pengunjung kantin membludak seperti hari-hari biasanya. Kara dan Jasmine yang datang terlambat pun mulai mencari meja kosong yang masih bisa mereka tempati.

Satu-satunya meja yang masih kosong sudah di duduki pacar Kara dan sahabatnya. Tersisa dua kursi yang pas sekali untuk Kara dan Jasmine.

“Kita duduk di situ aja.” Kara menarik tangan Jasmine untuk mengikutinya.

Tanpa malu, Kara mengalungkan kedua tangannya di leher Deka sambil mencium pipi pacarnya itu. Mata Jasmine  membesar melihat tingkah laku Kara.

“Aku sama Jasmine duduk di sini ya.” Pinta Kara.

Kara langsung saja duduk tanpa mendapatkan persetujuan dari pacarnya itu di susul Jasmine yang duduk di depan Kara.

Saat pelayan kantin datang, masing-masing dari mereka menyebutkan pesanan termasuk Kara dan Jasmine.

“Ai, balas pesan lo gak Ra?” Kara mengecek handphone nya lalu menggeleng. “Kenapa ya Ai selalu libur setiap bulan?” tanya Kara yang di balas Jasmine geleng-an kepala.

Kelano yang sedari tadi menyimak pembicaraan kedua perempuan itu tiba-tiba saja menyahut. “Memangnya Aileen enggak pernah bilang ke kalian dia kemana?” kedua perempuan itu menggeleng kecil.

“Sahabat kamu yang pacarnya Aileen itu siapa sih namanya? Raident ya? Dia kemana juga?” Deka menatap pacarnya yang berbicara sejak tadi.

Pacarnya itu terkadang terlalu pendiam dan terkadang terlalu berisik. Tidak tahukah pacarnya itu kalau dia butuh ketenangan.

Tatapan dingin Deka menusuk indra penglihatan Kara, membuat perempuan itu merinding di sekujur tubuhnya.

Tangan Deka menyentuh bibir Kara yang tidak henti berbicara sejak tadi. “Kenapa bibir kamu ini enggak berhenti bicara sejak tadi? Kenapa kamu terus mengulang kata yang sama? Aileen, Aileen, Aileen? Apa perlu aku hukum baru bibir kamu ini baru diam? Hmm?”

Deka mendekat ke arah Kara lalu berbisik. “Aku butuh ketenangan. Kamu bisa diam kan baby!

----

Deka mengeratkan pelukan kepada perempuan yang sedang bersandar di dadanya. Dibalik selimut tebal yang membungkus tubuh polos mereka, Deka memberikan ciuman-ciuman pada pundak perempuan itu.

“Capek?” tanya Deka tanpa ada jawaban apapun dari sang perempuan.

Perempuan itu masih menutup mata dengan nafas yang terengah. Bahkan ketika Deka menyapu keringat di kening perempuan itu tetap tidak ada respon apapun.

Di belainya pahatan wajah yang sangat cantik itu sambil mencium setiap inti di wajah itu. “Gimana? Kamu suka kan?”

Mata yang tertutup itu perlahan terbuka memperlihatkan betapa lelahnya dia.

“Mau mandi?” tawar Deka di balas gelengan.

Akhirnya mereka berdua terdiam dengan pemikiran masing-masing. Larut dalam kesunyian Deka mengambil handphone-nya yang terletak di atas nakas.

Deka biarkan perempuan yang ada di dalam pelukannya itu menutup mata untuk memulihkan tenaganya yang terbuang tadi.

Suara handphone membuat Deka lekas melihat siapa yang menelepon dirinya. Begitu melihat nama yang tertera, Deka segera mengangkat.

Seano calling...

“Halo bro!” sapa Seano.

“Gimana? Barang pesanan gue udah datang?” tanya Deka.

Seano terkekeh di seberang sana mendapati Deka bersikap tidak sabar-an. “Baru aja gue terima. Kapan mau lo ambil? Apa gue aja yang antar?” tanya Seano.

“Gak usah, nanti gue yang ke situ.” Ucap Deka.

“Pesanan lo cuma ada setengah, Ka.”

Tatapan Deka menajam meskipun Seano tidak mungkin melihatnya. “FU†K! Lo mau gue cari yang lain!” umpat Deka.

Seano menghela nafas. “Beberapa bulan terakhir barangnya susah masuk. Ini aja gue ambil risiko besar kalau hampir ketahuan. Sorry Ka.”

Panggilan itu di tutup Deka dengan suara bantingan handphone-nya. “Sial!” gumam Deka sambil menutup mata guna mengusir rasa pusing yang tiba-tiba melanda kepalanya.

Deka segera bangkit begitu mengingat ada hal yang harus di lakukannya. Tapi sebelum itu Deka merebahkan kepala perempuan yang semula bersandar di dadanya untuk di ganti dengan bantal.

Begitu turun dari kasur tanpa mengenakan apapun, Deka segera melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Tidak butuh waktu yang lama untuk Deka keluar kamar mandi mengenakan handuk di pinggangnya.

Setelah itu Deka memakai kaos hitam di padukan dengan celana jeans serta sepatu berwarna putih. Tidak lupa mengenakan masker hitam yang menutupi wajahnya dan topi hitam bertuliskan Celine.

Sebelum meninggalkan unit apartemennya, Deka memastikan kalau perempuan di kamarnya itu tidak akan bangun sebelum dia datang.

Deka memasuki sebuah gedung yang tampak terbengkalai setelah memastikan kalau tidak ada yang mencurigakan.

Terlihat seorang pria yang sudah berdiri membelakangi dirinya. Saat langkah Deka semakin dekat, pria itu berbalik memperlihatkan sosoknya.

“Pesanan lo, Ka!”

Barang itu di tarik Deka dengan kasar untuk menunjukkan ke tidak sukaan. “Lain kali gue cari pengedar yang lain.”

Seano tampak meringis di tempat berdirinya. “Jangan gitu lah. Lo itu pelanggan gue yang paling royal.” Bisa gila Seano kalau sampai Deka membeli barang itu dari orang lain.

Tidak ingin berada di tempat itu lebih lama lagi, Deka menyerahkan sejumlah uang kepada Seano. “Keluar dari gedung ini lebih dulu lewat belakang. Jangan sampai ada yang curiga!”

“Siap bos!” Seano tersenyum setelah melihat jumlah uang yang di terimanya.

Deka memacu langkahnya untuk keluar dari gedung itu. Bisa bahaya kalau sampai ada yang melihat gerak-gerik mencurigakannya.

Sebelum kembali ke apartemen, Deka menyempatkan dirinya mampir ke Mall untuk membeli pakaian perempuan. Setelahl mendapatkan apa yang di cari, Deka juga mampir ke Starbucks untuk membeli sepasang Americano.

Perjalanan dari Mall menuju apartemen membuat Deka tidak henti melunturkan senyum di wajahnya. Ah... Deka merasa tidak sabar untuk segera mencobanya.

Langkah Deka tergesa-gesa berjalan menuju unit miliknya. Begitu sampai, Deka bisa melihat kalau perempuan itu masih tertidur nyenyak.

Kopi dan pakaian yang di belinya tadi, diletakkan begitu saja di atas meja makan. Sementara pelakunya sedang sibuk mencampur sesuatu dengan air.

Deka memasukkan sisa serbuk ke dalam laci lalu mengambil sepasang jarum suntik yang masih baru. Serbuk yang sudah di larutkan dengan air di masukkan ke dalam jarum suntik itu.

“Pelan-pelan..” Lirih perempuan itu saat tubuhnya di paksa untuk bangun.

“Sshh...” Ringis perempuan itu merasakan ada jarum yang masuk ke dalam kulitnya. “Sakit...” Deka melirik tajam perempuan itu karena terus bergerak membuat dirinya kesulitan.

“DIAM KARA!” bentak Deka.

Kara menangis merasakan sakit saat jarum suntik itu menusuk kulitnya. Di tatapnya Deka yang tersenyum setelah berhasil memasukkan cairan jarum suntik itu ke dalam tubuhnya.

“Itu apa?” tanya Kara yang membuat Deka semakin tersenyum. “Tenang aja, kamu pasti suka.”

Setelah Kara, kini Deka menyuntikkan cairan itu ke dalam tubuhnya sendiri. Hal itu membuat Kara semakin aneh apalagi dirinya yang tiba-tiba saja merasa sangat bersemangat.

Jarum suntik yang sudah di gunakan itu di masukkan Deka ke dalam laci bagian atas untuk menghindari kegilaan yang sebentar lagi akan terjadi.

Deka melepas kaos yang melekat di tubuhnya lalu memeluk Kara yang tidak henti menatap ke arahnya. Deka meniup leher kara hingga merasakan kalau tubuh pacarnya itu bergetar.

Tidak sekali namun berkali-kali hingga Kara mengalungkan tangan di lehernya. Nafas wanita itu tampak terengah-engah akibat ulah Deka.

“Mau cium.” Pinta Kara.

Mendengar itu Deka menjauhkan wajahnya dari leher jenjang yang tampak menggoda itu. Terlihat wajah Kara yang sudah memerah memancarkan gairah yang tidak mungkin di sembunyikan.

“Kamu yang mulai.” Suara itu membuat Kara menarik Deka hingga tubuhnya bersandar pada kepala ranjang.

Di tatapnya bibir sang pacar yang terlihat begitu menggoda. Kara menarik Deka lebih dekat hingga bibir yang di inginkannya itu menyatu dengan bibir miliknya.

Kara menggerakkan bibirnya memberi lumatan-lumatan serta isapan yang membuat Deka mabuk dan menginginkan hal yang lebih dan lebih lagi.

Suara kecapan memenuhi ruangan itu. Sepasang kekasih itu tidak terganggu sama sekali malahan keduanya beradu lidah hingga saliva mereka bersatu dan meleleh hingga tengkuk.

Bibir Kara terus bergerak mencari kepuasan tapi tak kunjung mendapatkannya. Malahan  adrenalinnya terus berpacu menginginkan hal yang lebih dati sekedar ciuman.

Tangan Kara turun mengusap milik Deka yang masih terbungkus di balik celana jeans-nya.

Deka melepaskan tautan bibir mereka untuk menatap Kara yang memencarkan tatapan tidak terima. Saat Kara hendak menyatukan bibir mereka lagi, Deka menahannya.

“Nakal.” Bisik Deka.

Perlahan tangan Deka yang melingkar di pinggang Kara naik mengusap wajah perempuan itu. Tatapan Deka tidak henti menunjukkan betapa dia memuja Kara.

“Sabar sayang. Step by step. Kita laku-in pelan-pelan.” Bisik Deka sarat akan nada yang penuh dengan godaan.

----

Tinggalkan jejak kalian
Vote, comen, follow!!!

Shattered Dreams (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang