Selamat Membaca...
----
Di dalam kamar Raident yang penuh dengan lukisan dirinya, Aileen berbaring dengan mata terpejam sampai terdengar suara pintu di buka.
Cklek!
Aileen memejamkan mata saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Aileen tetap tidak bergeming bahkan sampai langkah kaki itu berhenti tepat di sampingnya.
Saat kedua matanya di tiupi, barulah Aileen membuka mata dan menemukan Raident yang sudah ada di atasnya.
"Kenapa?" gumam Aileen sambil mencoba memalingkan wajahnya, tapi di gagalkan oleh Raident.
Kedua tangan Aileen di raih Raident untuk di kalungkan di lehernya. Setelah itu, Raident membenamkan kepalannya di ceruk leher Aileen sambil bergumam.
"Apa sih Rai? Awas ah... Aku mau bangun." Ucap Aileen yang tidak di gubris oleh Raident sama sekali.
"Jangan pergi Ai!" gumam Raident.
Tentu saja Aileen tidak akan mendengarkan kalimat itu. Sudah cukup rasanya Aileen berdiam diri dan menuruti semua permintaan Raident. Sekarang sudah waktunya Raident untuk tidak ikut campur atas pilihannya.
Tampak Aileen memutar bola matanya. "Kita udah bicara tentang hal ini puluhan kali, Rei. Jadi, please berhenti mengulang topik yang sama."
"Aku enggak mau dia sentuh kamu, Ai! Kamu cuma punya aku!!" ucap Raident dengan mata yang memencarkan amarah setelah menjauhkan kepalnya dari leher Aileen.
Jujur saja Aileen muak dengan sikap Raident yang kekanak-kanakan seperti sekarang. "Harusnya dia yang bilang kaya gitu sama kamu, Rai!" pungkas Aileen setelah mendapat tatapan tidak terima dari Raident.
"Sejak awal, harusnya kamu cari perempuan lain yang enggak punya pacar buat kamu pacari, bukan malah bikin aku ikut dalam drama kamu yang enggak jelas."
Mendengar penuturan Aileen membuat Raident merasa perasaannya terluka, hingga memilih memalingkan wajah seolah enggan untuk membenarkan fakta yang Aileen sampaikan.
"Awas!" Raident yang sedang dalam keadaan tidak fokus jatuh begitu saja kesisi lain ranjang.
Aileen pun langsung bangkit tanpa menyia-nyiakan kesempatan. Tanpa menatap Raident sedikit pun, Aileen berdiri sambil merapikan gaun tidur hijau dengan motif bunga dan lengan spageti.
Saat Aileen hendak melangkahkan kaki, sebuah tangan menahan dan menariknya hingga terduduk di atas pangkuan Raident.
"Apa sih, Rai? Lepas..." pinta Aileen yang tidak di gubris oleh Raident sama sekali.
Dengan sekuat tenaga Aileen berusaha mendorong Raident tapi tetap saja gagal. Tenaga milik Aileen tentu saja tidak sebanding dengan tenaga yang di miliki Raident sebagai laki-laki.
"Jangan gini, Rai. Kita udah sepakat." Mohon Aileen setelah lelah memberontak.
Raident menggelengkan kepala. "Tapi tetap aja aku enggak rela, Ai!" Aileen menghela nafas berusaha sabar. "Aku udah habiskan waktu satu bulan penuh buat kamu, dan aku cuma minta waktu dua hari, Rai. Please..."
Kalau sudah sampai ke dalam tahap Raident yang bersikap kekanak-kanakan, Aileen merasa lelah dan frustrasi. Ayolah, Aileen juga ingin menjalani hidup sesuai pilihannya sendiri.
Sayangnya Raident tidak berucap atau memberi reaksi lagi selain diam memasang wajah datar dan mata yang menatap Aileen dengan tajam. Pelukan pada pinggang Aileen pun semakin mengetat sehingga tubuh keduanya semakin menempel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shattered Dreams (END)
Teen Fiction𝙆𝙖𝙬𝙖𝙣𝙖 𝙍𝙖𝙝𝙚𝙣𝙖𝙯𝙪𝙡𝙖, 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘤𝘢𝘯𝘵𝘪𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘱𝘪 𝘤𝘩𝘶𝘣𝘣𝘺, 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘵𝘰𝘭𝘢𝘯 𝘑𝘢𝘺𝘢 𝘕𝘶𝘴𝘢, 𝙕𝙚𝙪𝙨𝙖𝙙𝙚𝙠�...