Untuk kesekian kalinya Humeyra kembali keluar rumah untuk memastikan tidak ada orang di kost-an, sudah satu jam lewat Humeyra masih berdiri diambang pintu. Ingin sekali adzan ashar berkumandang untuk membubarkan kerumunan para santri dan Humeyra bisa melewat dengan tenang.
"Duh, gimana mau lewat kalau masih banyakan." Humeyra gelisah. Manik nya teralihkan oleh sosok wanita seusai pulang sekolah. Bola mata Humeyra tak lepas melihat wanita itu sampai melewati para santri. Spontan Humeyra berdecak kagum melihat wanita itu berjalan santai melewati kaum adam.
Lihat saja, satu perempuan melewat pun seluruh mata langsung memandang tanpa berpaling, apalagi dirinya yang pemalu? Humeyra tidak bisa seperti itu, yang ada dirinya akan ngacir terbirit-birit berusaha menjauhi gerombolan santri.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat, adzan sudah mulai berkumandang. Sebenarnya ia lebih menunggu Farid datang untuk membelikan pesanan bundanya, sialnya anak tengil itu tidak muncul juga. Humeyra memilih untuk masuk ke dalam rumah, jika ia harus mengambil jalan pintas, Humeyra tidak sanggup memutar jalan begitu jauh, ia sedang malas.
"Humey belum berangkat juga?!" pekik bunda membuat Humeyra terkaget lantas terkekeh.
"Belum bun, nunggu santri masuk ke dalam."
"Ya Allah! Nunggu santri masuk kapan Mey? Nggak akan masuk-masuk."
"Lagi adzan bun, pasti langsung masuk." gigih Humeyra.
"Jangan lama-lama, bunda mau masak ini."
"Secepatnya kok bun, tenang aja."
Selepas kepergian bunda, Humeyra kembali mengecek ke luar rumah. Beruntungnya kali ini semua santri sudah masuk ke dalam. Dalam hati Humeyra mengucap syukur karena adzan sudah membubarkan aksi kerumunan di luar kost-an.
Dengan gerak cepat Humeyra melangkah agar saat nanti ia berjalan pulang tidak harus tertunda lantaran santri yang kembali berkumpul di luar. Saat mendekati area kost-an Humeyra memanjangkan leher, menelusuri ke seluruh penjuru kost-an bahwa tidak ada satu pun adam yang duduk.
Humeyra tersenyum merasa bangga tidak ada siapapun di sana, akhirnya ia bisa melangkah dengan santai. Tidak perlu ada acara kabur-kaburan saat kepergok melewat oleh santri.
Seperti yang kalian tahu, ketenangan sudah Humeyra rasakan. Tapi nyatanya semuanya roboh kala suara pria memasuki gendang telinganya, tanpa di sadari Humeyra melewatkan tembok besar yang berada di pinggir tempat jemuran, seketika Humeyra terpaku menatap dua orang laki-laki tengah duduk sambil berbincang tiba-tiba saja berpaling memandangnya. Detik itu juga Humeyra langsung balik badan memutar haluan menuju rumah nya.
Sial! Kenapa harus ada di situ? Humeyra kira semua santri sudah masuk ke dalam.
Sudah pasti dua laki-laki tadi menatap nya kabur sampai bertanya-tanya ada apa dengan wanita tadi? Humeyra meringis mengasihani hidupnya terjerat oleh rasa malu. Ini tidak terlalu parah untuk jumlah dua orang daripada ia kepergok banyak santri, semakin mendidih wajah Humeyra nanti.
"BUNDAAA!" Teriak Humeyra berhambur menghampiri bunda yang sedang menyapu di halaman rumah.
"Oy Sari! Anakmu lari terbirit-birit balik badan melihat dua orang santri duduk di atas tembok, kenapa dia?" pekikkan itu membuat Humeyra menoleh mendapati Bu Surti berada di depan rumahnya.
"Iya ini biasa anak gadis pubertas lihat laki-laki bawaannya main kabur aja." celetuk bunda membuat Humeyra semakin mebelalakan mata lantas menatap ke arah kost-an, beberapa laki-laki menatap ke arahnya. Langsung saja Humeyra masuk ke dalam rumah.
"Padahal ndak apa-apa toh Mey, ganteng-ganteng tuh anak. Siapa tahu berjodoh toh Sar." seru Bu Surti diiringi kekehan dari keduanya.
Ya Tuhan, bukan ini yang Humeyra inginkan, digentayangi oleh rasa malu. Rasanya Humeyra sedang melihat hantu beneran saat melewati kost-an, bawaannya terkejut dan berlari sekencang mungkin. Kalau rasa malu dalam dirinya mendominasi, bagaimana bisa ia dekat dengan laki-laki? Sulit bagi Humeyra untuk menghilangkan rasa malu nya, bukan itu saja terkadang Humeyra mengeluhkan parasnya yang tidak seanggun dan se-ayu perempuan lain. Lagi-lagi Humeyra menghela nafas kasar.
Ya Allah, utuslah pria yang bisa mencintai apa adanya, bukan semata-mata karena paras.
~~~
Setelah kejadian sore tadi, pada akhirnya Bunda lah yang membeli terigu ke warung. Bahkan setelah insiden ini pun Humeyra semakin enggan untuk ke luar rumah lantaran malu. Seperti tadi saja saat akan mencari kucing kecilnya, ia harus negosiasi terlebih dahulu dengan Farid untuk mengambil Anko. Syukur, adiknya mau untuk mengambil Anko yang berada di luar.
Karena aksi malu nya, sekarang menjadi bahan perbincangan di meja makan bersama Kak Aisyah dan Bang Tama.
"Kamu tuh harus dikurangi rasa malu nya, kalau kamu malu terus nanti mereka tambah parah loh bercandain kamu dek." ucap Kak Aisyah.
"Kak Aisyah nggak ngerasain jadi aku karena sudah menikah. Coba kalau belum, pasti sama malu." elak Humeyra sambil mengaduk-aduk makanannya yang tak habis.
"Caper dong Mey, biar mereka pada suka." seru Bang Tama diiringi gelak tawa dari bunda.
"Tuh kan, kata aku juga apa Kak Mey. Bang Tama aja sebagai laki-laki menyarankan kakak buat caper." timpal Farid di sampingnya membuat Humeyra melirik tajam lantas memutar bola matanya kesal.
"Bukan tipe aku mainnya caper, mulai sekarang aku mainnya doa aja sepertiga malam." ucap Humeyra tegas.
Perempuan lain mungkin memakai cara caper dengan mudah bahkan bisa sampai menunjukkan perbedaan tingkah laku begitu kentara, entah mengapa Humeyra tidak bisa seperti itu. Dia hanya bisa terpaku, diam dan memperhatikan dari jauh. Ia tidak bisa bertindak lebih sampai sikap nya pun ikut berubah.
Memang pernah terbesit dalam hatinya untuk mencari perhatian, tapi apa yang harus Humeyra lakukan? Dia terlalu bingung sendiri menghadapi hatinya yang goyah ditengah terselip nya harapan pada Ali. Humeyra hanya takut akan beberapa hal untuk dekat dengan laki-laki baru.
Pertama, jika pun ia bertingkah mencari perhatian para laki-laki, yang Humeyra takutkan mereka merasa ilfeel padanya karena bersikap berlebihan dan merasa terganggu akan sikapnya. Kedua, Humeyra takut untuk membuka hati lagi bila pada akhirnya ia berjumpa kembali dengan perpisahan lantas harus siap menghadapi hari-hari pilu berusaha mengikhlaskan. Cukup Ali saja yang membuatnya sulit merelakan, Humeyra tidak ingin terulang lagi. Cukup ini yang terakhir baginya.
Percayalah menahan rindu itu sakit, cinta dalam diam lebih menyakitkan. Tapi itulah wanita, semampu nya ia menyembunyikan perasaan untuk satu pria, tetap saja rasa sakitnya yang kembali menemani, dibodohi oleh perasaan yang jelas-jelas cintanya tidak akan berbalas parahnya lagi tak pandai mengungkapkan isi hatinya.
Aku cuman ingin dicintai sebenar-benarnya, dia berjuang untuk mendapatkan ku, maka aku akan berdoa untuknya agar semua usaha yang dia lakukan dimudahkan untuk bertemu denganku.
___________________________________________________
Happy Reading ✨🌙
In Memoriam
10 April 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
JugendliteraturMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...