Hari demi hari berlalu begitu cepat, akhir tahun yang kembali berjumpa dengan awal tahun. Memulai aktivitas tiada bedanya dari hari-hari kemarin. Orang lain mungkin jenuh bekerja, pagi bersiap untuk bekerja, disibukkan dengan pekerjaan dan tidak terasa hari menggelap menyudahi pekerjaan mereka. Apalagi dengan Humeyra, jenuh terus berada di rumah, berkutat dengan layar ponsel nya untuk menghasilkan cuan versi dirinya, darimana lagi jika bukan hasil edit fotonya?
Setelah semalaman Humeyra mencari ide berjualan, akhirnya Humeyra mengambil keputusan untuk merintis penjualan kerudung. Kelak pasti akan menurun, tapi setidaknya kerudung akan dicari untuk dipadukan dengan baju yang dikenakan. Setelah salat subuh tadi, Humeyra langsung memposting berbagai macam kerudung ke sosial media nya.
Aktivitasnya terhenti kala pintu kamarnya diketuk menampilkan bunda berada di ambang pintu.
"Betah banget di kamar, bantu bunda beres-beres di halaman rumah yuk. Hari minggu waktunya bersih-bersih," ajak bundanya.
"Memang nya Farid kemana bun?"
"Urusan anak kecil ya main, siapa lagi yang mau bantuin bunda kalau bukan kamu? Kak Aisyah kerja, Bang Tama juga kerja, apalagi ayah? Masa iya Ayah bantuin bunda virtual?"
Humeyra tergelak mendengar penuturan Bundanya, "Iya, iya aku bantuin bunda, ayuk."
Beginilah aktivitas Humeyra sehari-hari saat pagi hari, ikut membantu bundanya bersih-bersih. Mulai dari dalam rumah harus ia sapu dan pel sampai teras rumah, setelahnya ia harus membersihkan dedaunan yang ada di halaman rumahnya.
Kadang-kadang Humeyra berkecil hati melihat teman seumuran nya sudah bisa mendapatkan pekerjaan juga penghasilan menetap. Sedangkan dirinya masih berdiam di rumah mengandalkan bisnisnya yang terkadang naik turun. Bukan itu saja, pembahasan setiap kali ia berpapasan dengan orang lain pun yang dipertanyakan adalah pekerjaan. Jika orang lain bisa menjawab dengan bangga dirinya berkuliah, sudah bekerja, Humeyra hanya bisa tersenyum menerima kenyataan menjawab masih di rumah.
Belum bisa membanggakan kedua orang tua, selalu menjadi pernyataan yang menghantui pikirannya setiap malam. Berbagai pertanyaan seketika bermunculan, apakah dirinya sudah cukup membanggakan kedua orang tuanya? Apa yang sudah ia hasilkan sebagai bentuk terimakasih pada kedua orang tuanya? Hanya inilah yang bisa Humeyra bantu, meringankan pekerjaan bunda di rumah, entah itu bersih-bersih rumah, membantu masak. Apapun yang Humeyra bisa.
Terselip juga doa-doa yang selama ini ia bisikan disetiap sujud nya, jika pun hari ini ia diuji masalah pekerjaannya, setidaknya mudahkan lah Humeyra untuk bertemu dengan jodohnya.
Humeyra menatap bunda, alih-alih bahagia yang ia rasakan, kesedihan lah yang mendominasi. Seketika air matanya berlinang, berusaha menahannya agar tidak tumpah menjadi derai tak terhentikan. Ia tidak ingin kesedihan nya nampak berujung bahan pemikiran bunda. Humeyra beralih ke lain tempat menjauh dari bundanya untuk menyembunyikan linangan air matanya. Dengan cepat Humeyra mengusap sisa-sisa air mata yang bergumul disudut matanya.
"Dek, dek."
Humeyra tersentak mendengar bisikan kencang itu, mata Humeyra berkeliaran mencari sumber suara hingga manik nya jatuh pada sudut kost-an. Sosok pria yang muncul namun cepat-cepat bersembunyi saat pandangan Humeyra tersorot pada pria itu. Kening Humeyra mengernyit, tak ambil pusing ataupun penasaran, Humeyra kembali menyapu halaman rumah. Disela aktivitasnya, tiba-tiba saja gerakan Humeyra terhenti.
"Jangan-jangan dia si salam?" celetuk Humeyra.
Setelah tersampai nya salam pada Humeyra berkali-kali, secara spontan Humeyra memanggil pria itu dengan sebutan si salam, karena tidak tahu siapa namanya bahkan wajahnya pun samar-samar Humeyra ingat, jadi sementara waktu salam menjadi nama panggilan pria itu.
"KAK HUMEY! KAK HUMEYRAAAA!"
Dari arah kejauhan Humeyra melihat adiknya Farid berlari cepat ke arahnya. Suara hentakan adik bungsunya itu menggema keras sampai terdengar dari jarak jauh. Tingkah Farid pun membuat Humeyra berkaca pinggang, selalu membuatnya kaget dengan teriakan Farid yang disangka ada hal buruk tengah menimpa.
"Kak Humey!" Panggil Farid setibanya di depan Humeyra dengan nafas terengah-engah dan berusaha menenangkannya.
"Kamu kalau manggil kenapa harus teriak-teriak? Samperin dulu baru manggil bisa?! Bikin kaget tahu?!" gerutu Humeyra.
"Ini kabar gembira buat kakak, pasti nanti senyum-senyum sendiri." ucap Farid mencolek tangan Humeyra.
"Apa memangnya?"
"Seperti biasa, ada salam dari kakak santri. Nanyain Kak Humeyra kemana? Lagi apa?"
"Terus kamu bilang apa?"
"Lagi main handphone."
"Terus?!" nada bicara Humeyra meninggi.
"Katanya jangan main handphone terus nanti matanya sakit."
Benar saja apa kata Farid, Humeyra tak berhenti tersenyum. Ia tidak menanyakan lagi hal apapun pada Farid, Humeyra kembali menyapu sambil tersenyum kecil mengingat ucapan Farid tadi. Sedangkan Farid melongo meneliti wajah kakaknya yang tak berhenti tersenyum.
"Tuh kan kata aku juga apa? Senyum senyum kayak orang gila!" celetuk Farid langsung ditoyor oleh Humeyra.
"Mulut jangan asal mangap aja!" amuk Humeyra.
Sebelum memasuki rumah, Humeyra sekejap menoleh ke samping menulusuri ke dalam kost-an mencari-cari sosok pria yang tak bosan memberinya salam. Nihil, di dalam sana tak Humeyra dapatkan satu orang pun.
~~~
Siang ini setelah salat dzuhur disambung dengan dzikir tak ada kesempatan untuk beristirahat apalagi memejamkan matanya. Sibuknya belajar membuat istirahat berkurang, materi-materi yang menumpuk dipaksa masuk ke dalam otak. Pembelajaran di pagi hari hingga siang hari, lantas malam dijadwalkan dengan renungan malam. Semuanya terus berputar tanpa ada perubahan, tetap sama dan membuat setiap harinya terasa jenuh.
Meskipun hari jumat libur, tidak bisa membayar kejenuhan di dalam rumah. Untung saja masih banyak teman untuk bertukar lelucon ditengah ruwet nya materi perguruan tinggi.
Setelah tuntas pembelajaran, salah satu pria diikuti temannya berjalan ke ruangan utama tempat segala acara, dimulai dari salat berjamaah, berkumpul bersama, belajar. Bukan itu saja, ruangan itu langsung tertuju ke luar ruangan hingga menampilkan pemandangan kampung juga jalan raya. Hingga saat matahari terbenam dapat terlihat jelas sinar jingga menyoroti ruang tengah ini.
"Weh keluar tuh dia," ujar salah satu temannya menunjuk ke arah rumah di samping kost-an.
"Mau kemana dia?" Tanyanya.
"Bersiul dong mumpung ndak ada orang di sini." seru temannya.
"Jangan dah kasihan mau keluar rumah, nanti kabur masuk ke dalam." jawabnya sambil tertawa kecil.
"Ya memang itu kan tujuan kau?"
"Nanti aja jangan sekarang."
"Sudah tahu kah namanya?"
"Belum, masih untung aku ada perantara adiknya untuk komunikasi." ucapnya sedikit lega.
"Bersyukur kau, kalau nggak ada sampai kau pulang dari sini nggak akan lah kau kenal dia."
Pria itu menepuk pundak temannya lantas melenggang pergi, manik nya masih menatap kepergian perempuan itu sampai akhirnya menghilang dari pandangannya.
___________________________________________________
Happy Reading ✨🌙
In Memoriam
11 April 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
Teen FictionMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...