Suasana Bandung selalu dirindukan anak rantauan, udara paginya juga suasananya yang selalu dipenuhi oleh pejalan kaki kala hari libur, bahkan para pedagang sudah berjejer di pinggir jalan siap untuk diburu makanannya. Bukan hanya di kota yang penuh akan massa, di pasar pun sama tidak kalah penuhnya dengan pembeli. Rela berdesakan demi barang yang diinginkan, hari libur adalah hari yang paling tepat untuk berkeliaran, termasuk Agam. Setelah kelulusan nya dan pulang ke tanah air, ia menghabiskan banyak waktu bersama temannya di salah satu cafetaria. Apalagi yang mereka bicarakan kalau bukan perjuangan mereka menimba ilmu di negeri yang mulia.
Suka duka mereka telan bersama sampai akhirnya mereka tetap bertemu setelah kelulusan.
"Man kamu nggak pulang kah? Betah kau jadi orang Sunda?" Tanya Agam sembari menepuk pundak kawan guyonnya.
Firman berdecak, "Aku pulang lah rindu keluarga juga Adinda."
Sontak teman-temannya bersiul kegirangan menyerbu Firman dengan pukulan bertubi-tubi.
"Bisa aja kanda kalau ngomong." ujar Dayat mencolek bahu Firman lantas berlagak seperti orang yang tengah kasmaran.
"Memang kamu sudah punya calonnya?" Tanya Agam.
"Sudahlah, doakan ya semuanya."
"MASYA ALLAH!" Pekik temannya membuat sekitaran melirik kepo pada mejanya.
"Suka nih yang begini diam-diam langsung sat set sat set." seru Miftah.
"Lah kamu bagaimana Gam dengan cewek pinggir kost-an dulu? Masih belum berkabar juga?" Tanya Firman.
Agam terdiam sejenak, beberapa hari lalu sebelum ia datang ke rumah sudah ada niat untuk menghubungi Humeyra namun berkali-kali Agam urungkan, hatinya selalu mengatakan waktunya belum tepat. Hendak ia tuliskan kalimat, akhirnya ia menghapus semua tulisan yang sudah berjam-jam ia pikirkan.
Agam menggeleng lemah, "belum. Nggak gentle kalau lewat chat, nanti aku langsung temu bapaknya."
Di pinggirnya Miftah menenggerkan tangannya di bahu Agam, "jangan banyak berpikir, kalau sudah siap tunggu apalagi?"
Agam mengangguk paham, ia hanya perlu waktu yang tepat untuk mewujudkan niatnya. Janjinya untuk bercerita pada Umi pun belum Agam laksanakan, ia khawatir Umi dan Abah tidak menyetujui pilihannya, bagaimanapun juga mereka ingin yang terbaik untuk dirinya. Sudah sampai dibab ini adalah suatu perjuangan yang teramat susah baginya, enam tahun ia berjuang mencari ilmu selama enam tahun pula ia menghindar dari cinta agar tak mengganggu belajarnya. Jujur sangat sulit untuk nya, meski begitu proses itu semua lah yang membuatnya paham tidak ada yang praktis melainkan harus dibarengi usaha.
~~~
Tiba di rumah Agam mencari keberadaan Umi lantaran suasana rumah tidak seperti biasanya, alias kosong. Sudah mencari ke sana ke mari bahkan ia sudah menghampiri kamar Umi namun tak ditemukan. Niatnya Agam ingin bercerita tentang wanita yang pernah Agam janjikan kepada Umi, mungkin keluarganya tengah keluar rumah mendapati urusan yang lain. Jadi, Agam beranjak menuju kamarnya. Alangkah terkejut dirinya kala menemukan Umi berada di pinggir kasur dengan mengenakan mukena putih. Sontak tubuh Agam terloncat.
"Astaghfirullahaladzim! Ya Allah, Umii." pekik Agam memegangi dadanya yang terasa akan copot.
"Anak Umi kaget ya?"
Agam berjalan menghampiri Umi, "bukan kaget lagi, Mi. Jantung Agam berasa nggak berdetak lagi." jawab Agam masih merasa shock.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
Teen FictionMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...