Sebelum masa pembelajaran di kampung ini usai, kesempatan harus digunakan sebaik mungkin. Karena pembelajaran sudah tidak ada lagi, sebagian dari mereka lebih banyak bersantai, apalagi setelah pembagian ponsel, masing-masing sibuk dengan gadget nya. Tak ayal Agam pun seperti itu, lebih banyak bermain ponsel, bukan sekadar untuk mengabari orang tersayang melainkan sesekali bermain game bersama teman-temannya.
Tepat pukul tujuh pagi, Agam keluar kamar mengambil bola lantas menggiringnya keluar kost. Sebelum bermain ia menoleh ke belakang memastikan apakah ada teman untuk dijadikan lawan, didapatinya Firman sedang duduk di anak tangga ruang utama.
"MAN! FIRMAN!" Panggil Agam sembari melambaikan tangan mengisyaratkan untuk menghampiri. Alih-alih menghampiri, Firman masih senantiasa duduk memasang wajah heran.
"Ayok main bola!" pekik Agam, namun sayang nya Firman memasang wajah cengo, tidak mendengar perkataan Agam.
"Apa Gam?"
"Main bola!"
"Apa?!"
"MA IN BOL LA!" Ejah Agam terlampau gemas dengan Firman, lantas ia mengibas-ibaskan kakinya mempraktekkan tendangan bola, keterlaluan bila isyarat yang satu ini tidak Firman pahami.
"Kamu ngajak aku main bola, Gam?" Tanya Firman, masih setia dengan posisi duduk.
"Lailahailallah!" Agam mulai merasakan panas di ubun-ubunnya karena amarahnya sudah tidak tertahan lagi, Agam mengambil bola yang ada di samping kakinya lantas menunjukkan pada Firman dengan gemas nya.
"AYOK MAIN BOLA FIRMAN, MAIN BOLLAAA! ASTAGHFIRULAH! Telinga kau disimpan di mana toh Man?!" teriak Agam sambil menghentak-hentakkan kaki terlampau marah. Berulang-ulang ia berteriak, juga memberikan isyarat pasti untuk Firman, tapi teman satu ini tak mengerti satu pun yang ia tujukan, ingin sekali Agam menoyor kepala Firman.
Setelah Agam berteriak barulah Firman mengangguk sambil terkekeh lantas menghampiri dirinya. Kalau saja Agam tak punya belas kasih, sudah dipastikan sederet gigi rapi milik Firman hanya tertanggal satu.
"Nah, ayo main kita main tendang-tendangan aja," ujar Agam meletakkan bola di depan kakinya hendak menendang.
"Kau main bola mau pakai sarung Gam? Ganti dulu sana, nanti jatuh kau." Agam yang sudah mengambil ancang-ancang menendang harus terhenti mendengar penuturan Firman.
Agam berdecak kesal, "Alaaah! Ndak usah Man, aku sudah lihai main bola pakai sarung!" pekik Agam tak sabaran.
"Yakin kau?"
"Aku harus bilang apa lagi toh Man?! Ulah hariwanglah!"
Tanpa aba-aba, Agam langsung menendang bola ke arah Firman, awalan yang bagus keduanya saling mengover bola lantas menggiringnya sambil berlari kecil setelahnya Firman mengambil alih bola untuk mengambil satu kali tembakan menuju gawang buatan oleh tumpukan sendal yang Agam buat. Satu tendangan berhasil masuk ke dalam gawang, membuat keduanya bersorak bahagia sambil berlari lantas saling merangkul.
"Over aku Man!" perintah Agam.
Saat bola sedang digiring oleh Agam semangat membara dalam dirinya, ia membayangkan bahwa dirinya adalah salah satu Timnas Indonesia yang punya peluang membuat tim nya juara. Memang itulah mimpi seorang Agam kecil dahulu, menjadi pemain sepak bola yang kelak bisa mengharumkan nama dan negaranya. Jika sudah bermain sepak bola apapun yang menghalangi nya pasti Agam tebas, tak akan dibiarkan dirinya diganggu sebelum mencetak gol.
Tibanya di depan gawang, seperti yang sudah ia prediksikan Agam langsung mengambil ancang-ancang layaknya pemain bola sungguhan, ia mengangkat sedikit sarungnya guna memberikan ruang lebar dalam menendang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
Teen FictionMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...