Seperti biasa, saat malam menyapa yang dilakukan keluarga Humeyra berkumpul di ruang tengah. Melakukan obrolan ringan sambil melihat tv atau rebutan cemilan antara Humeyra dan Farid. Bunda yang berada di samping Humeyra, sibuk menonton acara masak. Sedangkan Humeyra setelah bertengkar dengan Farid langsung terdiam ikut melihat tontonan di layar televisi. Campur aduk ia mendengarkan suara yang ia dengar, antara suara tv dan teriakan melengking berasal dari kost-an. Beberapa kali kelakar tawa, teriakan melengking muncul membuat Humeyra penasaran dengan apa yang santri-santri itu lakukan.
Humeyra mengambil remot tv lalu membesarkan volume nya, sontak tindakannya membuat Bunda dan Farid melirik.
"Tumben suaranya dibesarin? Biasanya kamu selalu protes setiap bunda nonton tv suaranya besar." ucap Bunda terheran.
"Nggak kedengeran bun,"
Bunda menghela nafas lalu kembali fokus pada acara tontonan nya. Sebelum ia terbawa fokus oleh acara tv, Farid yang berada di sampingnya beberapa kali menepuk pundak. Humeyra lantas menoleh dengan wajah geram.
"Buset! Belum juga belum udah galak aja kak mukanya, nanti si salam nggak jadi sukanya loh!" ucap Farid mengingatkan, seketika Humeyra mengendurkan raut wajahnya menjadi manis.
"Kenapa adikku yang ganteng?" Tanya Humeyra dengan nada lembut yang dibuat-buat.
"Aku udah tahu siapa nama si salam."
"Yang bener Rid? Siapa namanya?" tiba-tiba saja Humeyra bersemangat, ia memperbaiki posisi duduknya lebih mendekat pada adiknya.
Wajah Farid berubah masam, "Hmm, tentang si salam langsung semangat." cibir Farid.
"Ya iyalah, memang harus kayak gimana? Sedih? Cemberut?" Tanya Humeyra. "Ayo cepetan siapa namanya?" lanjut Humeyra berupaya mendesak Farid.
"Namanya Agam. Kak Agam!" ucap Farid tepat di telinga Humeyra.
"Agam jadi namanya," gumam Humeyra, "ada salam lagi nggak dari dia?" lanjut Humeyra.
"Nggak ada." ucap Farid berbohong.
Sontak saja bahu Humeyra mengendur, ia menghempas punggungnya pada sofa. Biasanya si salam selalu istiqomah memberikan salam padanya. Tapi hari ini dia tidak mendapati itu.
"Humey, bunda mau berpesan boleh?" Bunda yang berada di sampingnya tiba-tiba saja membuka suara.
"Boleh,"
"Kamu boleh suka sama siapapun tapi harus ingat batas, mungkin ada sesuatu hal tidak baik di dalamnya sehingga kamu menjadi benci padanya. Jangan mudah luluh oleh tindakan kecil laki-laki yang bisa merubah kamu jadi berharap. Ingat Mey, kita juga harus mengukur diri apakah kita sepadan dengan mereka? Ilmu kita, kehidupan kita, harta kita saja nggak sebanding sama mereka Mey, dia mencari ilmu saja sampai ke negeri lain. Sudah jelas mereka memilih pasangan yang setara dengan dia. Keluarga kita nggak punya apa-apa."
Dalam sekejap semua harapan Humeyra pudar, kesedihan mulai bersemayam di salah satu kabin hatinya. Pilu yang dulu sudah dirasa pudar, kini kembali nampak ke permukaan. Perkataan bunda begitu menampar dirinya, membuat Humeyra mencari-cari kelebihan apa yang ia punya untuk membuat dirinya terhormat? Bunda benar, ia tidak punya apa-apa, Humeyra terlahir dari keluarga sederhana yang serba kecukupan. Bukan itu saja, ayahnya yang rela merantau menjadi buruh pabrik demi beberapa lembar uang untuk menghidupi anak istrinya.
Sedangkan mereka? Hidup dalam bergelimang harta, mempertinggi pendidikan juga derajat, mengagungkan kehormatan pada rakyat kecil seperti Humeyra. Akankah ada cinta bila harta, ilmu yang ia miliki tidak ada?
"Bunda bukan bermaksud untuk mematahkan semangat Humeyra. Bunda ingin mengingatkan supaya kamu tidak kecewa. Mereka cuman main-main, masih anak kecil juga. Lagi fokus belajar, nggak mungkin memikirkan cinta." sambung Bunda, namun Humeyra tak bersuara. Yang berisik adalah hatinya, penuh dengan teriakan tak adil.
"Tapi Allah pasti mengabulkan semua yang tak mungkin Mey, banyak berdoa, banyak belajar. Tapi jangan sampai kamu binasa akan cinta sampai-sampai ibadah kamu hanya ditujukan bukan karena Allah melainkan karena pengakuan cinta manusia." Tandas Bunda, lantas mengusap lembut puncak kepala Humeyra.
Ingin saat itu juga Humeyra meluruhkan air matanya, menumpahkan semua kegundahan di dalam hatinya. Mengeluarkan semua kata yang ada dalam pikirannya, apalah daya jikalau ia hanya mampu memendam semua kekusutan hidupnya dalam diam.
~~~
Malam semakin larut dan Humeyra belum juga mengistirahatkan diri. Matanya terpejam namun tak kunjung bertemu dengan dunia mimpinya. Semenjak ia mendengarkan penjelasan Bunda, salah satu hatinya seperti ada yang mengganjal. Memori lama bersama Ali kembali terungkit, selama tiga tahun lamanya ia bergulat dengan kesedihan, menumpahkan semua air matanya untuk merelakan Ali. Dan itu hal paling sulit bagi Humeyra, kesedihan itu baru mereda akhir-akhir ini. Meskipun tidak ada hati yang Humeyra tuju, tapi Humeyra merasa sangat bersyukur mampu merelakan Ali bersama wanita pilihannya.
Ia sudah tak menangis lagi kala melihat Ali datang ke rumahnya untuk menyelesaikan pekerjaan dengan Kak Aisyah, ia tidak menangis lagi kala Humeyra berkomunikasi dengan Ali, dan ia tidak menangis lagi menatap Ali saat meninggalkan rumah ini. Betapa tebalnya kenangan ia dengan Ali dulu, membuat Humeyra sulit untuk menghapus barang-barang kenangan yang Ali berikan padanya.
Semuanya melekat, berguna untuk Humeyra gunakan. Dua Al-Qur'an pemberian Ali untuknya. Humeyra ingat Al-Qur'an pertama yang Ali berikan berukuran besar, pria itu mendapatkannya saat menghadiri kajian di masjid besar. Saat itu Ali mengajaknya untuk menghadiri, tapi Humeyra tolak. Alhasil Ali rela datang ke rumah nya hanya untuk memberikan Al-Qur'an yang ia dapati. Dan Al-Qur'an kedua berukuran kecil dilengkapi dengan terjemahan Ali berikan sebagai hadiah ulang tahun Humeyra. Ali memberikan Al-Qur'an beserta terjemahan ini supaya Humeyra lebih memahami dan menghayati isi Al-Qur'an saat membacanya. Betapa tulusnya cinta Ali saat itu. Namun sayangnya dulu Humeyra buta akan ilmu agama.
Sikap nya yang masih kekanak-kanakan membuatnya menolak ajakan kebaikan Ali. Dan semua itu terasa saat ini. Humeyra memutuskan untuk hijrah, tak ayal pikirannya teringat akan Ali.
Lantas mengapa ia harus mengulangi kesedihan ini? Dimana ia disadarkan akan derajat keluarganya seolah tak pantas untuk bersanding bagi mereka yang serba berada. Dalam keheningan malam, tangis Humeyra pecah, adakah hal yang mustahil menjadi suatu kemungkinan untuk Humeyra? Dirinya pun sedang berusaha untuk menjadi versi terbaik dirinya. Kembali terulang dimana ia meluapkan tangisnya dalam kesendirian, berhadapan langsung dengan sunyi nya malam. Teriakan-teriakan tak bersuara membuat lantunan senandung pilu di hatinya bersajak. Terkadang ia merasa tidak adil pada kehidupan yang selalu tak berpihak padanya. Persoalan cinta yang tak habis membuatnya berderai air mata, berujung kepergian.
Kapan sosok pria itu datang memperjuangkan cintanya untuk dimiliki? Kapan hari itu akan tiba? Ia sudah diuji oleh tuntutan pekerjaan yang tak habis Humeyra dapatkan. Usaha-usaha yang sudah Humeyra kerah kan tak membuahkan hasil.
Beberapa kali Humeyra menepuk dadanya, merasakan sesak yang hampir membunuh kewarasannya. Yang Humeyra inginkan hanyalah usai kesedihan nya, ia tidak ingin sepanjang malamnya habis menangisi cinta yang sulit ia gapai.
Ia butuh penenang. Humeyra beranjak dari tidurnya sempat ia menoleh jam yang sudah menunjukkan pukul dua malam, akhirnya Humeyra langsung mengambil penawar hatinya dengan menunaikan sholat tahajud. Ia niatkan ibadahnya karena Allah Maha Pemilik Hati, Penenang Jiwa. Ia tidak ingin menjadi hamba yang salah dalam menilai Tuhan, menyalahkan takdir kehidupan, padahal Humeyra sendiri seharusnya paham bahwa dari segala ujian yang berulang, menyadarkan nya agar berhenti mengulangi hal yang sama dan mengerti tindakan bijak yang seharusnya ia sikapi.
Ingin bersikap sewajarnya, namun hati tak bisa melakukannya. Penuh tuntutan berujung pasrah, level paling menyakitkan ketika memilih cinta dalam diam. Berharap pun seolah percuma, menangis pun seolah sia-sia. Namun butiran doaku pada Tuhan bisa merubah hatinya yang terasa mustahil tuk dimiliki menjadi suatu kemungkinan untukku miliki.
___________________________________________________
Happy Reading ✨🌙
In Memoriam
16 April 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
Teen FictionMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...