Harap 57

111 9 4
                                    

Seiring berjalan nya waktu saat itu satu persatu harapan Humeyra pudar, sekeras apapun hatinya menjerit karena tidak menerima takdirnya hari ini, ia pun tidak bisa menentang suratan takdir yang sudah Allah tangguhkan kepada dirinya. Tangis deras yang selalu membasahi pipi seketika surut tak mampu mengeluarkan air mata lagi meskipun hanya linangan, hatinya dulu keras bahkan hanya sekedar untuk membuka hati belajar mencintai Habsya kelak menjadi suaminya pun sulit untuk Humeyra terima. Kesalahan besarnya, Humeyra nyaris membenci Habsya, bahkan maniknya kala memandang Habsya tak pernah sedetik pun luruh dihujani akan kasihan hadir dalam hatinya. Tapi kali ini, rasa iba itu hadir dalam hatinya, cinta untuk Habsya perlahan tumbuh sehingga terkadang terselip rasa bersalah terlalu sering mengacuhkan Habsya yang benar-benar mencintai nya. Sunggu hati ini sudah tertutup oleh satu nama yang Humeyra cintai bukan orang yang mencintai nya.

Meskipun sebelumnya tidak terima, tapi kali ini Humeyra merasakan begitu luas di dalam dadanya untuk menerima apa adanya cinta Habsya untuk dirinya. Ia tidak harus membenci Habsya melulu, Humeyra pun harus bisa membalas cinta Habsya yang selama ini sudah berjuang untuk mendapatkan. Seharusnya Humeyra bisa merasakan betapa sulitnya memperjuangkan, betapa lelah nya menanti, maka sekarang Humeyra harus menghargai segala usaha Habsya untuk dirinya, karena sekarang Humeyra sadari apapun yang Habsya lakukan didasarkan karena besarnya cinta Habsya untuk Humeyra.

Sedikit Humeyra menggeser posisi berdrinya menghadap jendela yang menghubungkan pandangannya dengan halaman utama markas santri. Jelas Humeyra lihat perawakan Agam, dalam jangkauan yang jauh pun senyum tengil itu mampu Humeyra tangkap, rasa haru pun menyeruak di dalam dadanya. Akankah senyum itu Humeyra dapati kembali untuk dirinya? Karena terakhir kali ia dapatkan senyum Agam saat pria itu hendak pergi meninggalkan tanah kelahirannya-Indonesia. Humeyra tertunduk dalam, setetes air mata sukses jatuh tepat pada layar hanphonenya, menampilkan gambar Agam memenuhi layar handphonenya. Sebuah foto yang menunjukkan pertama kali pria itu tiba di Yaman.

"Indah sekali pertemuan kita Kak Agam, tapi aku ndak menyangka perpisahan kita semenyakitkan ini. Semuanya karena kita sama-sama memilih untuk diam. Kamu yang terlalu sibuk dengan urusanmu sedangkan aku terlampau sibuk menanti hadirmu. Kita bertentangan, tapi hari kemarin kamu akui bahwa selama di sana pun kamu tengah memperjuangkan aku, tapi mengapa kamu begitu sunyi sampai aku mengira hatimu sudah mati untuk aku?" gumam Humeyra sedikit tidak terima.

Jiwa Humyra tersadarkan merasakan ponselnya bergetar, disitu Humeyra dapati nama Habsya.

"Assalamualaikum, Humeyra?"

Sejenak Humeyra terdiam, "Walaikumsalam,"

"Afwan Mey, boleh kita ketemu berdua saja?"

"Tapi Sya..."

"Aku tahu kamu nggak mau bertemu berdua sebelum halal, aku pun tahu apa isi hatimu Mey. Makanya untuk meluruskan aku pengen kita ketemu sebentar. Aku tunggu kamu di coffeshop dekat rumah mu Mey."

Seketika Humeyra merasa tidak enak hati mendengar penuturan Habsya, sebegitu enggan nya kah Humeyra untuk bertemu dengan Habsya? Humeyra pun menyetujui apa yang Habsya pinta lantas bergegas menuju tempat dimana Habsya berada.

Jujur Humeyra masih merasakan gugup meskipun ia sudah beberapa kali bertemu dengan Habsya, itupun kami masih ditemani oleh Kak Aisyah ataupun Bunda. Tapi sekarang bertemu berdua adalah hal yang janggal bagi Humeyra.
.

.

.

Setibanya ditempat tujuan Humeyra langsung mendekati Habsya tanpa memandangnya Humeyra duduk di hadapan Habsya. Keduanya pun tak bergeming. Yang Humeyra lihat pandangan dingin juga acuh dari Habsya padahal lelaki itu mengetahui kehadirannya, membuat Humeyra sedikit heran terhadap perilaku Habsya. Semenjak Humeyra duduk, tak sekata pun Humeyra bersuara, ia masih setia menunggu agar Habsya yang memulai percakapan,

MELEPAS HARAP | CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang