Harap 25

57 8 0
                                    

"Berharap dalam diam, meminta dalam do'a. Semua do'a yang dibisikkan kini bertaruh, bergemuruh di langit. Harap-harap terkabulkan sesuai keinginan."

Masih larut dalam keharuan tidak tersadar Humeyra tertidur dalam pangkuan Bunda. Matanya seketika terpejam kala Bunda mengusap-usap puncak kepalanya, indahnya bersama membuat keduanya terdiam menikmati momentum tersebut. Tak lepas Bunda memandang lekat anak keduanya, anak hebat yang tidak pernah mengeluh meskipun ujian pekerjaan berada dipundaknya, tapi Humeyra menjalani seolah tidak ada beban. Tangis kecil yang terkadang tertangkap oleh pendengaran Sari di dalam kamar Humeyra, membuatnya hanya bisa terdiam merasakan kesedihan anaknya.

Tak banyak yang bisa Sari lakukan selain memahami dan berdo'a yang terbaik untuk anaknya. "kelak kamu akan bertemu dengan lelaki hebat sama seperti mu nak, menyayangi kamu segenap jiwanya." gumam Sari, tak sadar ia pun meneteskan air matanya. Sesak dalam dadanya sudah tidak bisa ditahan. Semakin ditahan membuat air matanya luruh hebat dalam isakannya.

Andai saja keadaan finansial keluarganya mapan, jangankan keinginan anak-anaknya, pendidikan pun akan Sari berikan yang terbaik untuk masa depan anaknya. Tapi beginilah adanya, hidup dengan serba kecukupan, lulus SMA pun sudah sangat Sari syukuri bisa membayarnya. Sebagai orang tua, ia tidak butuh balasan apapun selain melihat anak-anaknya bahagia dengan orang yang tepat sudah cukup. Harapan besar itu tidak pernah absen dalam doa ibadahnya.

Biarkan hanya dirinya dan Rusli merasakan kesengsaraan hidup, tidak dengan anak-anaknya. Seluruh doa orang tua di dunia ini pasti sama, ingin melihat anak-anaknya bahagia dunia dan akhirat.

"ASSALAMUALAIKUM! KAK HUMEEY?! DIMANA ENGKAUU?? AKU DATANG MEMBAWA SALAM DARI MANUSIA!"

Sari memalingkan wajahnya melihat tidur Humeyra usik karena teriakan Farid, dengan cepat Sari mengusap sisa air mata yang membekas di pipinya.

"Enak bobo nya?" ucap Sari seraya tersenyum.

Humeyra tersenyum lugu berusaha mengumpulkan seluruh nyawanya. Mendengar teriakan Farid sukses memanggil nyawanya kembali ke dunia nyata.

"Kak Humey!" Pekik Farid.

"APAA SIH DATENG-DATENG TERIAK?!" amuk Humeyra.

"Kenapa nak?" Tanya Bunda menarik lengan Farid untuk duduk bersama.

"Tadi ada salam! Bukan dari Kak Agam tapi dari Kak Firman!" seru Farid penuh penekanan.

Dahi Humeyra berkerut, "siapa lagi? Aku nggak kenal." ucap Humeyra lantas menghempas punggungnya ke sopa.

"Ituloh yang rambutnya kribo, yang bantuin Bunda bawain gas." jelas Farid lantas beralih menatap Bunda.

Sari sempat berpikir, namun setelahnya ia teringat, "Ohh yang itu, Bunda ingat toh. Kamu lagi laku bener Mey." colek Bunda menjahili Humeyra.

Sedangkan Humeyra hanya bisa tersenyum malu, "apaan, nggak Bunda. Jangan berharap lebih," ujar Humeyra.

"Terserah kamu, Bunda mau salat dulu. Ayok mandi habis itu salat." titah Bunda seraya beranjak pergi.

Kini tersisa Humeyra dan Farid saling menatap kosong, setelahnya Humeyra bersikap acuh beralih pada handphone nya mencoba memeriksa barangkali ada pesan masuk dari Agam.

"Awas aja kalau Kak Agam kasih salam ke kamu, nggak bakal aku kasih tahu!" Amuk Farid merasa diacuhkan setelah ia memberikan informasi penting ini.

Humeyra berdecak kembali menatap adiknya, "ya terus aku harus gimana toh? Lari keluar teriak-teriak sebutin nama Firman?" sinis Humeyra.

"Bilang makasih kek atau traktir gitu," cicit Farid berusaha menghindari tatapan tajam kakaknya.

"Makasih salamnya!" Tandas Humeyra membuat Farid berdecak sebal dan pergi meninggalkan Humeyra.

MELEPAS HARAP | CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang