Harap 45

66 10 0
                                    

(1 tahun kemudian)

"Semua takdir jika sudah dituliskan untuk kita, nggak akan pernah pergi dari kita. Dan semua takdir yang tak dituliskan untuk kita pasti akan pergi dari kita. Jangan menggenggam takdir seperti menggenggam pasir. Makin kau genggam makin engkau tidak mendapatkan pasir itu."

Salah satu nasihat yang Humeyra dengar dari kajian Ustadz Hilman Fauzi barusan masih terngiang dalam pikirannya. Kajian selesai setelah salat ashar Humeyra masih berdiam disekitar masjid tepatnya di salah satu anak tangga arah keluar bersama Zulfa. Datang ke kajian ini pun Zulfa yang kasih tahu sampai akhirnya dengan mantap Humeyra menyetujui tawaran Zulfa. Alih-alih menambah semangat asa dalam diri, justru Humeyra merasakan sedih begitu mendalam. Seolah luka lama kembali terusik dengan pembahasan yang Ustadz Hilman sampaikan. Ia teringat seseorang yang satu tahun lalu pernah menghiasi hari kelabu nya, menghidupkan warna di hati setelah berjuang tiga tahun menerima kenyataan bahwa dirinya ditinggal nikah.

Sampai takdir menempatkan kisah cintanya pada judul mengikhlaskan, kembali ke titik awal. Berusaha melupakan kenangan indah meskipun sekejap namun nyata ia mengalami hal yang tidak pernah Humeyra sangka dalam hidupnya, bahkan sampai membawa Humeyra mengambil langkah hijrah tanpa berpikir panjang lagi. Jika mengambil sisi hikmah nya, Humeyra beruntung mengenal Agam, andai saja ia tidak bertemu dengan Agam mungkin niat hijrah akan berhenti dipertengahan jalan, mungkin sekarang ia tidak mau menghadiri kajian ceramah, bahkan mungkin kerudung yang sekarang melekat untuk menutupi auratnya tidak akan beraturan dipakai dalam artian ia hanya mengenakan kerudung saat bepergian saja.

Satu tahun bukan hal yang mudah bagi Humeyra, berusaha meyakinkan diri untuk melepaskan segala harapan yang pernah ia taruh pada pria seperti Agam. Hari demi hari Humeyra selalu meyakinkan dirinya bisa melupakan Agam, bahkan dalam satu tahun itu nyaris membuatnya menumbuhkan rasa benci pada Agam, syukur nya Kak Aisyah selalu menasihatinya.

Kenyataannya Humeyra masih menggenggam pasir begitu erat, menggenggam harapannya pada Agam yang jauh di negeri orang, sangat erat sampai terasa betapa jauhnya Agam dalam pandangan.

"Si manis nggak boleh sedih dong, kan lagi berjuang ini. Nggak akan kemana-mana kok hehe,"

"Aku bakal hubungi Humey terus jadi jangan khawatir. Jarak itu hanya pembatas bukan berati tidak akan bersatu, ujian Mey. Sisanya kita berdoa, Allah memang mampu merubah takdir hambanya. Balik lagi ke diri masing-masing bagaimana menyikapinya. Jangan takut karena jarak kalau hati saja masih tertaut."

Tiba-tiba saja Humeyra teringat beberapa ucapan yang  membuat Humeyra yakin pada Agam, nyatanya semua hanya ucapan dibibir saja. Sampai sekarang pun tak Humeyra dapatkan kabar dari Agam, mengapa Agam begitu yakin mengucapkan kalimat itu? Seolah pria itu akan bertanggung jawab atas perkataannya. Mampukah Agam bertanggung jawab atas rasa yang sudah lama tumbuh dalam hatinya? Mungkin Agam pun tak mengetahui apa yang sebenarnya Humeyra pendam dalam hatinya.

Humeyra memijit keningnya, menyesali setiap rasa yang pernah hadir dalam hati juga harapan lebih yang pernah ia taruh pada laki-laki yang salah. Ia malu kepada Tuhan memaksakan cinta kepada makhluk yang jelas sumber kekecewaannya, tapi mengapa itu semua selalu berulang terjadi? Mengapa dirinya begitu keras kepala terus berharap pada manusia? Padahal sudah Allah berikan bukti nyata berupa rasa kecewa pada janji manusia, masih saja Humeyra masukan ke dalam hati.

Tetes demi tetes air matanya membekas di pipi, pilu menggali kaset usang yang tersimpan dalam memorandum merah. Begitu sedih membuatnya tak kuasa untuk tidak menahan, hari ini ditampilkan bahwasanya Humeyra gagal melupa lebih tepatnya belum bisa melupakan apalagi merelakan.

"Mey, kamu masih ingat sama Agam?" Tanya Zulfa seraya mengusap pundaknya, membuat Humeyra semakin larut dalam tangis penyesalan hanya karena mendengar nama Agam.

MELEPAS HARAP | CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang