Setelah adzan subuh berkumandang tidak sadar Humeyra tertidur di pinggir kasur ia terbangun karena Bunda menyentuh lembut pipinya, pertama kali yang ia lihat adalah senyum manis membuat hatinya sedikit tenang. Walaupun sebelumnya ia terus merasakan kegelisahan karena beberapa jam lagi lamaran nya dengan Habsya akan dimulai. Bayangan enam tahun lalu seketika terputar cepat, tidak dapat dipungkiri Humeyra rindu masa itu lebih tepatnya ia rindu pertemuannya dengan Agam. Seorang pria yang mampu merebut kembali hatinya yang tertutup rapat setelah Ali.
Di atas kasur ia memandang abaya hitam lengkap dengan kerudung sudah tertata rapih. Sepanjang malam tidak lepas Humeyra berdoa meminta keteguhan hati atas apa yang sudah ia pilih, ia tidak ingin pilihannya ini seketika goyah. Jika ini sudah menjadi takdir nya bersama Habsya, Humeyra harap Agam tidak pernah muncul lagi dari pandangannya.
"Ayo siap-siap." ujar Bunda.
"Iya Bunda,"
Bunda mengusap puncak kepalanya sambil tersenyum setelahnya pergi melenggang keluar kamarnya. Semoga saja acara lamaran ini tidak ada kendala apapun yang membuatnya berubah pikiran serta menjadi langkah maju untuk merengkuh kebahagian bersama orang yang berusaha Humeyra cintai.
~~~
Waktu terasa cepat berputar, beberapa kali Habsya mengusap dadanya berupaya menenangkan deru napasnya yang terasa sulit untuk dihirup. Dalam pantulan cermin ia menatap diri lengkap dihiasi dengan jubah putih bersih, tidak lupa ia mengenakan peci putih dan jam tangan membuatnya terlihat gagah. Namun jiwanya tak segagah kala nampak luar, sesungguhnya ia tengah dilanda kegugupan.
"Habsya, kamu sudah siap? Mas mu sudah menunggu di luar." Spontan Habsya menoleh ke belakang kala mendengar suara Abi.
"Iya, Bi. Habsya sudah siap." jawab Habsya, ia menarik napas begitu panjang lantas menghembus nya dengan perlahan.
Menyadari Habsya gugup, Abi datang mendekat membenarkan tatanan peci anaknya merapikan sebagian rambut anak bungsunya. "gugup itu wajar, semuanya pasti berjalan lancar. Terus berdoa pada Allah agar diberi ketenangan." nasihat Abi.
"Jujur Habsya takut,"
"Kenapa takut kalau sudah yakin? Anak Abi harus berani dan gagah, nggak boleh kayak gini. Bukan laki namanya."
Sontak Habsya tersenyum lebar mendengar penuturan Abi nya.
"Ya sudah ayo kita berangkat." ajak Abi langsung menggandeng lengan anak bungsunya itu penuh bangga.
~~~
Dua keluarga kini sudah berkumpul di tengah rumah dengan posisi melingkar. Acara masih belum dimulai, masing-masing sedang berbincang kecil saling mengenal satu sama lain terutama Ayah Humeyra dengan Abi Habsya. Dirasa waktunya sudah pas salah seorang laki-laki yang notabene nya kakak Habsya langsung membuka acara seraya memperkenalkan keluarga inti mereka.
Sedangkan Humeyra masih belum juga nampak di ruang tamu, wanita itu masih berdiam di kamar yang dilanda badai panik. Ia sudah siap, tapi ia tidak siap untuk melihat orang banyak di rumahnya terutama Habsya. Sejak tadi Kak Aisyah sudah mengajak Humeyra untuk keluar kamar, namun Humeyra terus menolak meminta waktu untuk menenangkan diri. Di atas kursi rias ia mengepalkan tangan berusaha mengusir kegugupan nya yang tak hilang bersemayam di wajahnya. Jemari nya terus bergetar hebat membuat jantungnya berpacu kencang.
"Mey, Bunda suruh kita ke bawah. Mereka ingin lihat kamu." ucap Kak Aisyah yang rasanya sudah mulai greget.
"Kak Aisyah aku gugup,"
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
Teen FictionMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...