Harap 54 : Jawaban Humeyra

60 9 0
                                    

Malam semakin kelabu bagi Humeyra, setiap sujud kepasrahan tak henti air matanya mengalir penuh kepedihan. Malam yang panjang membawanya termenung di atas di atas sajadah setelah beberapa hari ia laksanakan salat istikharah tuk meminta petunjuk atas pilihan yang kini tengah berbelit di otaknya. Hatinya turut ikut serta meletupkan kegundahan tiada henti, jika ada hari ia bisa melupakan pilihan yang kini membebaninya maka saat pikiran itu datang membuat jantungnya berpacu cepat. Bimbang nya ternyata tak habis usai bersemayam dalam pikiran, rasanya ingin sekali Humeyra pergi dari dunia ini melupakan semua perihal dunia yang membuatnya bingung.

Terlepas dari lamaran Habsya yang kini menunggu jawaban darinya, dalam waktu tujuh hari tidak cukup bagi Humeyra untuk berfikir, ia masih belum menemukan petunjuk. Lama termenung di atas sajadah entah mengapa pikirannya tertuju pada kalimat Habsya beberapa hari lalu, yang jika ia pahami memang sebuah kebenaran.

"Karena aku yakin bahagiamu ada padaku. Kalau saja kamu bahagia bersama Agam takkan ada tangis yang aku lihat."

Berkali-kali ucapan Habsya terngiang di otak nya, apa mungkinkah bahagia nya tersimpan dalam rumah tangga bersama Habsya? Pria yang memang sudah Allah tetapkan untuk menjadikan kebahagiaan atas kesedihan yang lalu. Sosok Agam memanglah menjadi warna dalam hidupnya yang kelabu, namun akhirnya menjadi tangis kepedihan bertahun-tahun mengharapkan kepastian. Sejauh ini dirinya sudah terlalu banyak memahami kondisi Agam sampai dirinya pun tak mampu memahami keadaan hatinya yang nyaris mati terbunuh oleh pengharapan nya sendiri.

Tak mengetahui bagaimana rasa pria itu terhadapnya tapi Humeyra masih percaya diri bahwa pria itu sama dengan dirinya, sama-sama menginginkan. Sampai saat ini pun tak sedikitpun ia dapatkan kabar dari Agam yang jelas mematahkan segala kepercayaan hati sekaligus harapannya pada pria itu. Memang ia sabar menunggu kehadiran pria yang ia cintai lantas apa yang membuatnya bertahan jika saja Allah hadirkan laki-laki pasti yang siap memberikan kebahagiaan padanya, yaitu Habsya?

Kalau saja ini petunjuk baginya berupa keteguhan hati nya untuk satu orang, Humeyra siap menerima segala konsekuensinya.

Malam memang sudah larut menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Humeyra mencoba keluar kamar untuk mencari keberadaan Ayah. Kakinya melangkah keluar kamar, setiap ruangan ia jelajahi. Humeyra sangka Sang Ayah sudah tidur di kamarnya, namun saat Humeyra melewati ruang kecil atau mihrab ia menemukan Ayah nya tengah berdzikir. Meskipun ragu, dengan langkah perlahan Humeyra menghampiri.

"Ayah," panggil Humeyra lantas duduk di samping Ayah.

"Eh, Mey belum tidur kamu?" Tanya Ayah yang mendapat respon gelengan kecil dari Humeyra.

"Belum,"

"Kenapa toh? Kamu lapar? Mau masak mie, nanti ayah bikin kan." tawar Ayah namun Humeyra masih terdiam menatap Ayahnya dengan tatapan sedih.

"Yah, mengenai lamaran Habsya aku mau memberi jawaban, Humey minta tolong Ayah sampaikan kepada Habsya." ucap Humeyra setelahnya ia menundukkan pandangan.

Merasakan kesedihan yang membuat anaknya kesulitan dalam memilih tak urung Rusli merasa iba, Rusli tidak bisa bertindak lebih selain memberi nasihat karena seluruh keputusan ada di tangan Humeyra. Sebagai Ayah, Rusli tidak ingin terlalu memaksa Humeyra untuk segera memberi jawaban, jika ia terus mendesak yang ada akan membuat anak keduanya semakin frustasi yang lebih menyakitkan nya adalah ketika keputusan yang diberi karena keterpaksaan.

Rusli menggenggam tangan Humeyra yang di matanya selalu terlihat sebagai bayi mungil nya, tak pernah berubah meskipun waktu telah membuat putrinya dewasa.

"Kalau memang belum siap jangan dipaksa, Ayah nggak memaksa kamu untuk memberi jawaban secepatnya."

Humeyra menggeleng keras, "ini sudah keputusan bulat Humey, Insya Allah keputusan ini memang yang terbaik untuk aku. Aku percaya takdir Allah, Yah."

MELEPAS HARAP | CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang