Lampu temaram masih menyala di kamar kecil Humeyra, penerangan teduh itu bersumber dari meja belajar Humeyra, hingga tersisa dirinya tengah duduk diantara kegelapan malam. Setelah berbagai aktivitas sampai sore, akhirnya Humeyra mampu menenangkan pikirannya. Ya seperti ini, saat malam Humeyra akan mematikan lampu kamarnya dan hanya menyalakan lampu meja belajarnya, ia akan membaca apapun buku yang ia sukai. Tangannya terulur merogoh tas selempangnya untuk mengambil buku bidadari bumi yang sore tadi Habsya pinjamkan.
Tak habis kedua mata Humeyra berbinar kala memandangi buku tersebut, halaman pertama mulai Humeyra buka. Terdapat tulisan rapih di atas pojok buku, memberitahu bahwa buku tersebut milik Habsya Rawandi. Humeyra tersenyum. Tiba-tiba dirinya membayang dari segala rentetan peristiwa setelah Agam pergi dan sampai saat ini ia bertemu dengan Habsya.
"Ya Allah, apa yang sedang Engkau rencanakan padaku? Aku mohon berikan kabar baik untukku."
Sebelum lanjut membaca buku, tatapan Humeyra jatuh pada benda pipih di samping tangannya. Ia masih berharap orang yang ia pikirkan saat ini memberinya kabar, tapi sayang sampai sekarang pun rasanya mustahil kabar itu muncul di layar ponselnya. Jujur saja Humeyra masih menyimpan rindu itu, sulit sekali untuk dilupakan. Mau sampai kapan dirinya terjebak dalam harapan yang tak pasti? Mau sampai kapan dirinya terjebak pada rindu yang menyakitkan seorang diri?
Apa kabar dia di sana?
"Andai kamu tahu Kak Agam, setelah kepergianmu, Allah datangkan satu pria seperti yang aku doakan, tapi dia tidak seperti kamu yang aku inginkan. Aku harus bagaimana?"
Entah saat ini Humeyra harus apa, menjalani takdir yang sedang ia jalani atau tetap bertahan dengan melawan takdir.
~~~
Tepat pukul sembilan pagi, Humeyra bergegas pamitan kepada Bunda untuk keluar rumah. Kemarin, Zulfa mengundangnya datang ke rumah untuk makan bersama, katanya ini adalah pertama kalinya Zulfa mengajak temannya setelah menikah untuk bermain di rumah, untungnya suami Zulfa mengizinkan. Bukan untuk main-main saja, tapi Humeyra mengambil beberapa pesenan kerudung yang nantinya langsung ia antar hari ini juga.
Kali ini Humeyra menaiki sepeda yang dibelikan Ayah saat ulang tahunnya kemarin, sepeda wanita seperti biasanya, terdapat keranjang di depan sepeda kata Ayah supaya mudah kalau lagi antar pesenan kerudung dan nggak ribet-ribet dipegang. Sejak saat itu Humeyra jadi sering menaiki sepeda, apalagi saat sore ia akan mengajak Farid untuk berkeliling desa, walaupun Farid selalu cemberut karena pria kecil itu dibonceng di sepeda perempuan.
Setibanya di halaman rumah Zulfa, Humeyra memakirkan sepedanya. Pandangannya mengitari lingkungan sekitar lantas jalan perlahan menuju pintu rumah, terlihat sepi. Apakah Zulfa tidak ada di rumah?
"Assalamualaikum Zulfa, ini aku Humeyra." sempat terdiam tak ada yang menyahut beberapa detik hingga akhirnya terdengar suara kunci terbuka.
"Waalaikumsalam, Mey. Ayo masuk masuk." Humeyra tersenyum kala wajah mungil Zulfa muncul di balik pintu.
"Fa, beneran suami kamu nggak marah aku datang ke rumah? Nanti aku ganggu kalian lagi."
"Nggaklah Mey, lagian aku sudah izin kok. Jarang juga aku ajak teman ke rumah. Duduk dulu aku siapkan minum." ujar Zulfa mempersilakan Humeyra duduk. Bukannya nurut Humeyra masih senantiasa berdiri lantas mengekori Zulfa.
"Aku boleh ikut bantu ndak?" Tanya Humeyra.
"Kamu kan tamu, sudah biar aku saja. Kamu duduk di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
Teen FictionMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...