Melalui jendela kamarnya Humeyra memandang ke arah kost-an yang dulu menjadi tempat persinggahan Agam dengan teman-temannya. Tempat ini semakin sepi, kata Bunda beberapa hari lagi kost-an ini akan diisi lagi oleh santri. Entahlah Humeyra tidak bersemangat, memang beberapa terakhir ke belakang satu dua orang santri mengunjungi kost-an untuk beberes atau melihat kondisi nya. Lebih baik rumah besar ini tak diisi oleh siapapun, ia lebih tenang.
Puas memandang, kini tatapan nya beralih pada satu figura berisi fotonya dengan Agam. Hatinya tersentuh mulai membayang saat-saat indah dulu, rasanya Humeyra ingin kembali pada masa dulu dimana ia berjumpa dengan Agam. Rasanya ia menemukan kebahagian utuh kala bertemu Agam, ruang kosong dalam hatinya seketika penuh dengan bahagia tiada tara. Meskipun banyak pria datang untuk berkenalan padanya, respon Humeyra tidak seantusias saat bertemu Agam. Hadirnya dia ternyata membawa perubahan pada diri Humeyra menjadi lebih baik, andai ia bisa melihat waktu di masa depan, Humeyra ingin melihat rencana Agam supaya ia tahu apa yang harus dilakukan.
Posisinya sekarang sulit untuk ditebak, bahkan untuk membuat keputusan pun seperti memilih antara hidup dan mati. Sangat sulit, sampai-sampai Humeyra ingin hilang dari muka bumi. Satu minggu berjalan terlalu cepat sedangkan untuk memberi jawaban sepertinya Humeyra membutuhkan satu tahun lagi untuk kembali memastikan.
Humeyra beranjak menuju meja belajar nya, mengambil buku bidadari surga milik Habsya, sudah enam tahun buku ini ada dalam genggaman nya karena jarang sekali ia bertemu dengan Habsya.
Duhai Pemilik Hati berikanlah aku kemudahan untuk memilih antara dua pilihan. Engkau lebih tahu hati ini sebelum aku mengadu, Engkau lebih tahu masa depan ku sedangkan aku tak tahu, maka dari itu mengadu kepada-Mu adalah pilihan tepat untuk mendapatkan petunjuk. Engkaulah sebaik-baiknya petunjuk untuk hamba-Mu yang tersesat. Teguhkanlah hati ini sehingga tak sesiapapun membuat diriku goyah dalam mengambil langkah, yakinkanlah diriku dengan Keesaan dan Keagungan-Mu
~~~
Pagi ketemu pagi tidak terasa semuanya berlalu terlampau pesat. Setelah membantu Bunda beberes rumah, Humeyra segera bergegas ke pasar memenuhi perintah Bunda untuk berbelanja, kali ini ia tidak ditemani Sang Ayah karena Ayah sibuk membenarkan jemuran milik Bunda yang rusak terkena tendangan bola maut Farid. Memang sudah lapuk juga bambu itu, terkena sedikit guncangan pun mudah rapuh. Habislah Bunda ngamuk pada Farid.
Tidak banyak tempat yang Humeyra singgahi karena dirinya tidak mau ribet membeli yang dibutuhkan pada penjual yang berbeda lebih tepat nya Humeyra malas mengantri. Sejujurnya hiruk pikuk pasar lebih baik daripada kota, khas aroma pagi hari di pasar terkadang membuatnya rindu zaman kecil saat pertama ia datang ke kota kecil ini. Ia jadi rindu perantauan, setiap hari raya pasti selalu disambut bahagia oleh nenek di kampung, sayangnya setiap lebaran satu persatu sesepuh mulai pupus. Berikut neneknya yang pada saat ia SMA meninggal dunia membuat suasana rumah tak ramai lagi.
"Kentang nya neng sekalian, lagi murah sekarang." tawar si penjual.
"Nggak, Bang."
"Mau apalagi? Ini saja? Nggak sekalian sama wortelnya buat dibikin sayur sop, kurang kayaknya tuh wortel."
Humeyra tersenyum masam, "nggak Bang."
Gerak kilat Humeyra mengeluarkan dompetnya, "semuanya jadi berapa?"
"Totalnya tujuh puluh delapan ribu Neng. Yakin sudah lengkap belanjaan nya."
Humeyra lantas bergegas memberikan uang pas, "di kulkas stoknya hampir sama kayak pasar ini Bang, makasih." ucap Humeyra setelahnya pergi melesat bersama sepedanya, ditawar satu semakin banyak yang ditawari. Baru saja pagi, sepertinya Humeyra bisa diangkat menjadi duta 'nggak bang' dalam dunia perpasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
Teen FictionMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...