Seusai mandi Sari berjalan menuju dapur, tapi sebelum langkahnya tiba perhatiannya sudah teralihkan kala melihat dua anak perempuannya berlari terbirit. Sari pun mencoba menghampiri ruang tamu, sampai akhirnya ia bisa melihat siapa gerangan yang sudah membuat kedua anaknya berlari. Tanpa diduga Agam ada di depan rumahnya, entah apa maksud kedatangan anak itu.
"Loh ada tamu masuk bukannya bukain pintu malah kabur! Bukain toh Mey, itu Agam datang ke rumah." pekik Bunda dari ruang tamu.
"Malu Bun! Sama Bunda aja buka pintunya, Humey lihat dari dalam kamar saja!"
Sari hanya bisa geleng-geleng kepala tidak habis pikir dengan anak keduanya berat akan malu. Apapun yang terjadi, Humeyra akan berjalan mundur dengan alasan malu. Sifat malu suaminya ternyata turun pada Humeyra, tapi ini terlalu berlebihan sampai membuat Humeyra enggan untuk pergi keluar rumah. Sari sendiri terkadang pusing melihat Humeyra tak bosan-bosan diam di rumah, bahkan mengajak temannya bermain ke rumah pun hampir tidak pernah, terkecuali saat masih sekolah, beberapa kali teman Humeyra datang ke rumah meskipun berniat mengerjakan tugas.
Tapi setelah keluar sekolah, nyaris Sari tidak pernah melihat Humeyra berinteraksi dengan teman-temannya.
Sesampainya di depan pintu, Sari langsung membukakan pintu rumah menampilkan Agam tersenyum tengil ke arahnya.
"Eh, Agam. Ada apa gerangan datang ke rumah?" Tanya Sari begitu ramah.
"Gini Bun, Agam sama teman-teman izin mau ikut masak ayam di sini boleh? Soalnya di kost kompor nya cuman ada satu tungku, mau ada acara perpisahan nanti malam takut nggak keburu. Boleh Bunda?" izin Agam begitu sopan, meskipun terdengar agak malu justru Sari begitu senang bisa dikunjungi oleh para santri.
"Boleh banget toh Gam, kenapa nggak dari siang ke sini nya? Bunda pasti bantuin, mungkin sekarang semuanya sudah beres,"
"Hehe, malu Bun sebenarnya ini juga, ngerepotin." ucap Agam mendukkan pandangan.
"Nggak apa-apa nak, ayo masuk. Barang nya sudah dibawa semua?"
"Belum, Agam mau kabari teman dulu suruh bawa ke sini, lewat dapur saja ya Bunda."
Sari mengangguk lantas beranjak ke dapur untuk mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan oleh anak santri. Untung saja hari ini Sari sudah beres memasak, jadi kondisi dapurnya sudah bersih.
Sari menunggu di ambang pintu dapur, lantas melihat dua orang santri menggotong sebaskom ayam, sontak Sari terkejut dengan barang bawaan santri, sebanyak inikah mereka memasak? Siapa pula yang pintar memasak sampai-sampai tahu resep ayam ungkep? Sari berdecak kagum, anak laki-laki saja bisa memasak sendiri, sedangkan Humeyra sulitnya minta ampun untuk belajar masak, pasti selalu ada alibi untuk mengelak. Hingga saat ini pun yang Humeyra bisa hanyalah masak nasi.
"Banyak sekali masak nya, memangnya banyak orangnya?" Tanya Bunda ikut mengangkut barang bawaan santri.
"Iya, untuk empat puluh orang."
Sambil memasak Sari dengan ketiga anak santri tak henti berbincang, bercerita tentang pendidikan ke Yaman seperti apa saja. Tanpa diceritakan pun Sari sudah tahu seberapa besar pengorbanan orang tua mereka, bahkan lembar uang yang dikeluarkan pun tak sedikit. Maka tak ayal hidup mereka selalu dilayani dengan kemewahan. Jika saja Sari punya cukup uang, pasti ia juga akan menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi apapun minat bakat anaknya.
Meski begitu, Sari tetap bersyukur. Lulus SMA saja Sari sudah amat sangat bersyukur karena sampai saat ini tak ada keluhan apapun tentang finansial. Sekarang fokusnya tinggal pada Farid, anak lelaki satu-satunya yang selalu Sari dambakan kehadirannya. Sebaik mungkin sari mendidik anaknya menjadi lelaki yang terarah, berpendidikan dan beradab.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
Teen FictionMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...