Dari tempatnya berdiri Agam melihat Farid keluar rumah bersama sang kakak. Agam menepuk pundak Firman, "antar aku," seru Agam.
"Kemana Gam?"
"Olahraga ke sana," tunjuk Agam tepat pada rumah Humeyra. Firman yang menyadari akan hal sesuatu langsung menatap sinis ke arah temannya, terpampang deretan gigi kecil seolah itu adalah permohonan terdalam kepadanya.
"Olahraga apa olahraga? Modus kau Gam."
"Heeh hayuk atuh anteur urang sakedap." Agam langsung menarik tangan Firman.
Waktu tiga bulan adalah waktu yang cepat, rasanya baru ia pindah ke kampung ini, sebentar lagi ia akan pergi. Pasti Agam akan merindukan hal yang ia lakukan di sini, setiap pagi memberi makan ikan, jalan-jalan pagi mengitari kampung, belajar tepat di jembatan kampung yang pastinya di hadapannya adalah rumah Humeyra. Tidak tanggung ia dan teman-temannya akan menaiki tangga yang menghubungkan langsung ke atap kost-an, di sanalah matanya akan dimanjakan dengan gunung yang menjulang tinggi. Pagi hari ia bisa melihat bersih pemandangan gunung tanpa tertutup awan, jikalau sore hari matanya dibuat takjub akan terbenam nya sinar matahari.
Makanya akhir-akhir ini atap kost-an menjadi tempat favorit belajar, ia tidak akan merasa jenuh saat belajar karena saat jenuh melanda ia bisa menikmati sekejap pemandangan kampung dari atap kost-an. Apabila cuaca cerah setengah temannya akan berkumpul di atap, yang harusnya belajar malahan mereka seperti sedang piknik, menggelar karpet kecil duduk bersama, sebagai pelengkap salah satu diantaranya akan membawa cemilan untuk di makan bersama, buku yang mereka bawa hanya sekadar menghiasi saja, karena lebih banyak bercerita.
Dari atap kost-an Agam bisa melihat apapun yang ia inginkan termasuk aktivitas Humeyra, perempuan itu terkadang tidak menyadari kehadirannya di sana, sekalipun ia memanggil dengan suara batuk yang dibuat, perempuan itu hanya melirik ke sana ke mari mencari sumber suara, baru saat pandangannya bertemu, yang Agam dapati Humeyra langsung berlari masuk ke dalam rumah. Agam terkekeh.
Seperti saat ini, melihat Humeyra berjalan menunduk tanpa mau tahu sekitarnya. Ia tahu alasannya karena malu, memang benar perempuan itu tidak lepas dari dua hal, malu dan cermin. Keduanya begitu dekat, malu saat bertemu lawan jenis namun begitu akrab bermolek di depan cermin. Itulah perempuan.
"Habis darimana Humey?" Tanya Agam sambil tertawa kecil melihat perubahan raut wajah Humeyra begitu kentara.
"Habis antar Farid ke jalan," jawabnya terdengar kaku.
"Yowes, mangga bade kalebet. Dilihat jalannya biar ndak jatuh nggeh,"
Humeyra hanya tersenyum lantas berlari kecil memasuki rumah.
Saat akan berbalik kembali ke kost-an, langkahnya terhalang oleh Firman. Temannya itu mencekal lengannya, "Kalian bicara apa? Bisa nggak bicara pakai bahasa yang aku mengerti?" Tanya Firman terlampau kesal, ia tahu sudah lama ia berada di kota ini menggunakan bahasa sunda, tapi tetap saja Firman yang berasal dari kota jauh sulit untuk bisa memahami bahasa sunda.
"Barusan aku ngungkapin perasaan aku ke dia," bohong Agam.
"Astaghfirullaah Gam! Ente bilang? Terus dia jawab apa?" Tanya Firman sangat rempong.
"Yang kamu lihat tadi bagaimana Man?"
"Cuman senyum kan,"
"Nah ya itu!"
"Berati kalian berdua?! Astaghfirullah sadar Gam!" pekik Firman memukul pundak Agam yang langsung mengaduh kesakitan.
Agam berdecak kesal lantas mengibaskan tangan Firman yang bertengger di bahunya, "apaansih ya nggak lah Man! Aku masih stay halal!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
Teen FictionMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...