Setelah dars selesai, Agam banyak berbincang dengan anak-anak santri mengenai keluh kesah mereka dalam pelajaran berikut kesulitan nya, rata-rata yang mereka keluhkan sama dengan persoalan Agam dulu saat masih menimba ilmu. Bagaimana sulit nya menghafal, apakah ilmu yang selama ini ia cari bisa bermanfaat untuk dirinya dan orang lain? Terlebih apakah ia bisa bertanggung jawab atas ilmu ini dengan cara menyebarluaskan ilmu nya kepada orang lain. Belum lagi ia sekarang sudah menyandang sebagai guru, harus bisa menyampaikan materi sebaik mungkin.
Di tempat kedua setelah ruang utama di mana tempat itu berada di sebelah ruang utama. Agam lama terduduk di sana sambil meneliti sekitar yang masih sama seperti pertama ia datang ke kampung ini. Tidak ada yang berbeda sama sekali, bahkan rumah di depan kostan ini masih berdiri tegap tidak ada yang berbeda–rumah Humeyra. Dalam pandangan yang jauh ia melihat Humeyra yang hendak masuk ke rumah dengan tergesa, manik Agam menajam seraya bangkit berdiri mempertanyakan hal apa yang sedang terjadi.
Saat tengah bergelut dengan pikirannya bunyi ponsel Agam mengalihkan segala pertanyaan dalam kepalanya.
"Assalamualaikum," Salam Agam dengan hati tergetar merasa takut berbicara dengan Abahnya.
"Waalaikumsalam," Suara serak nan tegas langsung menyapa pendengaran Agam membuat pria itu memegang dada seraya menghela nafas berat.
"Abah. Bagaimana kabar Abah dan Umi di rumah?" Tanya Agam masih dalam posisi berdirinya, namun matanya masih tertuju pada rumah Humeyra berharap ia bisa melihat sesuatu dari jendela rumah wanita itu meskipun dari jarak yang jauh.
"Alhamdulillah kabar kami sehat. Bagaimana dengan mu Gam? Bagaimana juga perihal pinta mu yang ingin meminang gadis pilihanmu?"
Di tempatnya Agam menunduk seraya terdiam tidak ada susunan kata yang mampu ia utarakan kepada Abahnya. Bagaimana ia harus menjelaskan bahwasannya ia telah gagal membawa Humeyra kehadapan kedua orang tuanya? Agam tahu saat Abah mendengar berita ini tidak ada penolakan bagi Agam untuk menerima perjodohan nya dengan wanita pilihan Abah.
"Kalau sampai sekarang kamu belum bisa membawa dia bertemu dengan Abah, temuilah Syifa putri dari teman Abah pemilik pondok pesantren dimana dulu kamu mengabdi."
"Bah, Agam cuman butuh waktu. Tiga hari lagi," pinta Agam dengan sangat berharap Abah masih mau menuruti keinginannya, walaupun sebenarnya ia membutuhkan waktu untuk membuatnya tenang sebelum ia menerima dan belajar mencintai wanita lain setelah Humeyra.
"Sudah tiga bulan setelah kamu pulang dari Yaman, tapi sampai sekarang tidak ada pembuktianmu untuk Abah. Sudah cukup waktu yang Abah beri untuk kamu Gam, sore nanti bawa kami bertemu dengan dia, jika sampai sore tak ada kabar darimu, pulanglah ke rumah ikut kami bertemu dengan Syifa wanita pilihan Abah." Tegas Abah, di dalam hatinya jelas Agam menolak keras keputusan Abah, ia tidak suka dijodohkan. Agam ingin memilih wanita yang benar-benar ia cintai, bukan semata karena cinta tapi alasan bahwa saat berada dengan nya ia merasakan tenang seolah dunia tidak ada apa-apa nya. Tidak ada masalah yang berat kala ia memandang teduh wajah pujaan hati. Agam tidak ingin sifatnya membuat wanita pilihan Abah tersakiti lantaran ia tidak menyetujui perjodohan dari Abah.
"Tapi..."
"Maaf Ustadz, ada yang ingin bertemu dengan Ustadz." Agam menoleh pada sumber suara lantas pandangannya tertuju pada ambang gerbang, berdiri sosok pria yang sama tengah menatapnya. Alisnya nyaris bertaut karena merasa heran atas kedatangan tamu itu.
"Suruh dia masuk," titah Agam lantas kembali fokus dengan obrolannya bersama Abah.
"Bah, maaf Agam tutup dulu telponnya. Setelah sholat dzuhur nanti Agam kabari."
.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS HARAP | Complete
Teen FictionMencintai bukan berati harus memiliki, terkadang mencintai harus bisa mengikhlaskan nya. Berharap padanya yang jauh dari kata gapai. Wanita yang dihadapkan dengan kata tunggu, menunggu pria yang ia cintai nya datang untuk meminang. Namun, semuanya r...