Menunggu.
Pernahkah kamu menunggu sesuatu hal?
Bagaimana rasanya?
Apakah kau suka?
Tergantung apa yang kau tunggu. Apakah itu hal baik atau kurang baik, apakah itu orang yang kau sayangi atau orang yang kau benci?
Tergantung situasi dan kondisi.
Menunggu adalah sebuah kegiatan pemborosan waktu yang paling membosankan.
Bagi siapapun yang di minta untuk menunggu tanpa ada penjelasan lebih lanjut, pastilah tidak akan merasa senang maupun nyaman. Apalagi kalau yang di tunggu adalah seseorang yang sangat kita sayangi sedang sakit.
Seperti saat ini, Naleah tengah menunggu dengan hati cemas dan pikiran kalang kabut.
Naleah duduk dengan badan lesu di salah satu bangku tunggu di depan IGD, menatap pintu yang sedari tadi tertutup rapat dengan kesabaran yang semakin lama semakin menipis.
Dirinya ingin sekali menghambur masuk ke dalam ruangan itu, untuk menemani Bulan yang tadi terlihat kesakitan sampai badannya keringatan dan menggenggam tangannya yang kurus sepanjang malam.
Namun tentu saja hal itutidak di perbolehkan Dokter maupun perawat karena mereka ingin memeriksa Bulan dengan intensif. Dan kehadirannya tidak akan membantu apa-apa di dalam. Jadi dia, mau tidak mau, harus di luar.
Pemeriksaan itu memakan waktu cukup lama sehingga Naleah semakin lemas digerogoti oleh kecemasan.
Dia menundukkan kepala pasrah, sembari berdoa terus menerus kepada Tuhan supaya Tantenya itu kembali sehat dan baik-baik saja tanpa kekurangan apapun seperti hari kemarin.
Semoga saja doa seorang pendosa besar seperti dirinya di dengar. Semoga saja.
Meskipun dia harus menunggu sampai besok pagi tidak apa-apa yang penting tantenya yang baik hati itu bisa cepat di tangani lalu sembuh sehingga mereka bisa kembali mengerumpi, tertawa dan cekikikan bersama.
"Lili"
Lorong tempat dia duduk sedang sepi, jadi saat dia mendengar suara langkah kaki dan namanya yang di panggil, Naleah bisa mendengar dengan jelas sekali.
Dia menoleh ketika mendengar namanya di panggil lalu air mata tiba-tiba membuat pengelihatannya kabur sebab mendapati Hans lah yang tengah berlari ke arahnya.
"Papa"
Dia benar-benar cengeng sekali. Melihat Hans saja kenapa menangis begini sih?
Entah Naleah masih bisa merasakan kakinya atau tidak, namun dia berdiri untuk menyambut lalu memeluk Hans yang mendekapnya begitu erat.
Tangannya mencengkeram pakaian Hans sementara wajahnya dia sembunyikan di dalam dekapan hangat lelaki itu yang melingkupi tubuhnya.
"Tante pingsan, Pa. Wajahnya pucat banget"
"Papa tau
"Gimana kalau Tante kenapa-napa?"
"Semua akan baik-baik saja, Lili. Jangan khawatir" Bujuk lelaki itu lembut sambil mengusap punggungnya yang bergetar oleh isak tangis.
Rasa khawatir sedari tadi menggerogotinya, luruh menjadi tangisan yang membuat dirinya sedih. Sedih karena Bulan sakit sekaligus lega karena kini ada Hans menemani dirinya. Dia tidak sendirian lagi.
Persetan jika orang lain melihat mereka berpelukan di depan IGD hampir dua menit.
Persetan jika Naleah memeluk Hans begitu erat seperti mencengkeram pasir di tepi pantai.