26

3.3K 124 7
                                    

"Papa...."

"Apa?"

"Aku mau jawaban Papa"

Dia akan memberikan Hans waktu untuk memikirkan jawaban?

Dalam mimpi.

Sehari suntuk sudah dia berikan waktu kepada lelaki itu untuk berpikir kemarin dan Naleah tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

Pagi ini mereka ada di meja makan, Mbok Tuti sedang membersihkan kompor dan mereka berdua sedang sarapan. 

Hans tau apa yang Naleah maksud, maka lelaki itu menoleh ke arah Tuti yang nampak tidak peduli dengan percakapan mereka. Tuti bisa saja berlagak tidak peduli, namun dia tau kalau dinding itu bertelinga. Makanya dia diam saja.

Namun desakan Naleah semakin merongrong dirinya. 

"Jawaban Papa apa?"

Tatapannya yang sedari tadi menekuri sarapannya kini naik ke wajah Naleah yang nampaknya menginginkan jawaban saat ini juga. 

Perempuan itu keras kepala dan Hans akan kelelahan menghindari perempuan ini. Lebih baik dia hadapi saja. Dia pun pusing.

"Papa mau atau enggak?"

Ini anak sedang tidak baik ya?

"Kalau Papa minta waktu untuk berpikir lagi Lili enggak bisa menunggu lebih lama."

"Kamu tau jawaban Papa, Li."

"Mau?"

"Enggak"

"Kenapa?"

"Apa perlu alasan lain? Kamu tau alasan Papa"

"Apa yang harus Lili lakukan supaya Papa berubah pikiran?"

"Fokus saja sama kerjaan kamu"

"Kita lagi liburan ngapain mikirin kerjaan? Memangnya Papa yang gila kerja?"

"Terserah. Lakukan saja apa maumu"

Hans beranjak dari kursi yang dia duduki lalu bangkit berdiri. Meninggalkan piringnya yang sudah kosong lalu naik ke atas. 

Itu terdengar seperti tantangan terbuka untuknya.

Naleah bangkit berdiri lalu mengejar Hans. Lelaki itu pasti akan masuk ke kamarnya dan mengurung diri disana sambil menghindari dirinya. Berpura-pura untuk membaca buku berdebu yang sudah dia baca ribuan kali.

Dia tapaki anak tangga itu dengan cepat, jangan sampai Hans kabur. 

Seperti kata Hans, dia akan melakukan sesuai dengan kemauannya.

Dia akan menyambut tantangan ini dengan berani.

Saat Hans akan mengunci pintu, Naleah menahan dengan tangan lalu mendorongnya supaya tetap terbuka memberikan celah untuk mereka.

"Lili..."

"Lili mau ngomong"

"Papa mau baca"

"Nanti setelah Lili selesai dengan Papa"

"Kamu mau ngapain?"

"Lili mau masuk"

Hans membuka pintu itu dan Naleah menerobos masuk. Belum sempat Hans bertanya, tubuhnya terdorong ke belakang sebab Naleah menerjangnya dan mencium bibirnya. 

"Kamu kenapa sih?"

Hans mendorong Naleah menjauh darinya dan mengusap bibir. Ciuman malam itu adalah kesalahan dan setengah mati dia mengutuk dirinya sendiri yang sempat merasa terlena. Kenikmatan itu hanya akan datang sesaat, hanya akan terasa indah sejenak, namun kedepannya bisa menjadi racun untuknya dan juga untuk semua keluarganya.

BELUM SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang