"Lo beneran pindah?"
Tidak sampai seminggu setelah kejadian di kolam renang itu, Naleah benar-benar menepati janjinya.
Dia mencari kost kosan yang murah dengan fasilitas lengkap dekat restoran tempatnya bekerja. Setelah berkenala sendirian memasuki puluhan gang sempit selama beberapa hari ini, akhirnya dia dapat yang nyaman.
Kost campuran yang fasilitas nya ok. Ada tempat tidur, ada kamar mandi dalam, ada lemari dan juga punya meja besar yang bisa dia pakai untuk belajar, makan dan skincarean.
Semakin cepat dia pergi dari rumah Hans maka semakin baik bagi dirinya. Dia tidak mau dekat-dekat dengan mereka lagi.
Apalagi dia bakalan bekerja di awal bulan nanti. Supaya tidak capek pulang pergi ke rumah Hans yang lama dan kena macet. Bisa-bisa dia tua di jalan dan makan hati di rumah mulu. Setidaknya dengan tinggal sendirian dia bisa hidup lebih tenang tanpa sakit hati melihat orang lain yang berbahagia. hal itu membautnya menjadi manusia paling menjijikkan disini.
Saat ini Naleah sedang melipat semua pakaiannya yang ada di dalam lemari ke dalam koper dan menyusunnya dengan rapih. Untung pakaian yang dia bawa dari luar negeri hanya sedikit jadi lemari itu dengan cepat kosong melompong seperti semula.
"Ia. Sebentar lagi kan mama mu bakalan melahirkan dan butuh kamar ini. Jadi biar tidak merepotkan."
"Rumah ini kan gede, ngakk akan sempit lah kalo lo tinggal disini"
Dhani cukup dekat dengannya setelah sebulan lebih Naleah tinggal disini. Jadi ketika dia bilang mau pindah, lelaki itulah yang pertama sekali menanyakan alasannya.
Dan ini untuk yang ketiga kalinya lelaki itu bertanya. sifatnya sama seperti Josh yang selalu nanya mulu sampai bikin kesal. Namun entah kenapa berbincang dengan Dhani terasa lebih santai.
"Aku dan mama mu kan ngakk dekat. Lagian aku udah dewasa, sudah waktunya tinggal sendiri tanpa jadi beban. Kamu pun nanti begitu. Di usia ku nanti bakalan pindah lalu tinggal sendiri."
"Lo udah give up sama bokap?"
"Maksudnya?"
"Laki-laki yang lo sukai itu bokap kan?"
"Kalau ngomong jangan ngaco deh"
Dhani tertawa. "Cewek kayak lo tuh gampang di tebak, tau. Lo pikir gue ngakk bisa lihat lo diam diam sering perhatiin bokap di belakang pas baca buku?"
"Kamu tau dari mana? "
"Ya tau lah, gue punya mata."
"Terus kamu ngakk marah aku suka sama Hans? Sama suami mama kamu?"
"Buat apa marah? Justru gue bahagia kalau bokap bahagia. Kalau lo yang bisa bahagiain bokap gue setuju aja"
"Kamu gila?"
"Lo ngakk ngaca?"
"Kalau aku gila aku tau diri. Tapi kamu anaknya Jenaka"
Dhani tertawa namun tidak ada bahagia di matanya. "Lo tau ngakk sih, waktu kecil nyokap gue sering banget bawa gue jalan ketemu bokap kandung gue. Itu orang udah membuang gue, Dhanu dan nyokap. Namun nyokap masih begging buat laki laki itu untuk balikan."
"Serius?"
"Banget. Nyokap pikir dengan membawa gue, si brengsek itu bakalan mau menerima kita. Nyatanya ngakk. Awalnya gue bahagia banget Nyokap udah menikah sama Hans sekarang, tapi ngakk nyampe setahun Nyokap balik lagi ke sifat lamanya. Saking gilanya, nyokap pergi ke Bali cuma mengunjungi laki-laki itu. Hans ngakk tau karena dia sibuk kerja di rumah sakit dari subuh ke subuh. Dan gue ngakk bilang karena takut Hans bakalan membuang gue. Tapi ternyata keegoisan gue membuat Hans yang sakit"