Sesaat Naleah terlelap, beberapa jam kemudian Hans kembali ke apartemen dan langsung masuk ke dapur untuk minum. Tenggorokannya kering dan sedari tadi batuk terus, semoga saja dia tidak sakit setelah ini. Cuaca benar-benar terik dan kering sepanjang hari sehingga membuat kerongkongan kerontang.
Semoga dia sehat terus karena ada hal yang lebih penting untuk di kerjakan selain goler-goleran sakit di rumah. Tidak untuk saat ini.
Diletakkannya bekas gelas minum ke sink dan mendesah pelan. Rasanya dia ingin marah namun mau mengamuk sama siapa?
Saat dilihatnya piring bekas makan Naleah yang masih ada di meja makan tadi pagi dia siapkan sudah kering, berantakan dan tidak di bersihkan. Di wastafel ada jus yang tidak di minum dan sudah kotor. Padahal dia siapkan jus itu supaya dihabiskan, malah di buang begitu saja. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di apartemen ini karena begitu sepi. Hanya suara langkah kakinya saja yang terdengar.
Setelah mencuci tangan, menaruh semua piring kotor di sink dan mencuci semua sampai bersih barulah Hans beranjak dari dapur. Meletakkan tas kerjanya di meja untuk mencari keberadaan pemilik unit ini.
Dia ke kamar dan saat dibuka pintunya, kamar itu gelap sekali. Sedetik setelah dia menyalakan lampu, terdengar rengekan Naleah di kasur. Perempuan itu menutupi wajahnya dengan selimut dan melanjutkan tidurnya yang terganggu. Mungkin perempuan itu merasa silau.
Perempuan itu masih mengenakan pakaian tidurnya dan hanya Tuhan yang tau sudah berapa lama perempuan itu tidur.
Hans duduk disisi kasur. "Lili...kamu sudah makan?"
Naleah memunggungi dirinya dan lelaki itu tau dia masih terbangun. Namun tetap diam saja. Entah dia mengambek atau mode diam, hanya perempuan itu yang tau.
Hans mendesah pelan lalu bangkit dari kasur, menarik selimutnya sehingga Naleah memeluk kakinya.
Perempuan itu merengek terus.
"Kamu sudah makan, Li?"
"Udah"
"Sudah mandi?"
"Malas"
"Papa tau kamu sedih, tapi jangan kayak gini. Ayo bangun. Bergerak. Jangan tidur terus."
"Enggak mau. Ini kan sudah malam."
Iya juga ya.
Untuk apa dia minta Naleah bangun sementara jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam? Diluar juga sudah gelap. Ini kan jam tidur. Haduh, apa sih yang dia pikirkan. Hans mengusap wajahnya pelan.
Jadi dia selimuti lagi anak itu yang langsung menggulung badannya dengan selimut bagaikan kepompong. Terus mengabaikan dirinya.
Hans meletakkan ponselnya di nakas lalu masuk ke dalam kamar mandi. Membersihkan diri dan berganti pakaian lalu masuk ke dalam selimut untuk memeluk Naleah. Dia mengantuk dan tertidur dengan cepat.
Karena sedari tadi sepanjang hari Naleah tertidur, dan sekarang dia tidak mengantuk sama sekali. Matanya nyalang ke seluruh ruangan yang sudah sepi itu. Tidak ada suara apapun selain suara nafas Hans dalam tidurnya yang lelap.
Dengan pelan dia bangkit dari tempat tidur, menyingkirkan tangan om-om tua ini yang sedari tadi memeluk perutnya lalu keluar dari kamar, tidak membuka ponsel sama sekali dan duduk di sofa. Menyalakan tv dan menonton apapun siaran yang tayang subuh begini. Namun bukannya menonton dia malah melamun dengan pemikirannya sendiri. Dan ujung-ujungnya ketiduran lagi saat hari sudah mulai cerah dan ayam berkokok diluar sana.
Pukul tujuh Hans bangun dan melihat kasur kosong. Dia heran kemana Naleah, di kamar mandi tidak ada dan ketika dia melihat anak itu berbaring di sofa dia jadi kasihan.