"Kamu dari mana jam segini baru pulang?"
Baru saja Naleah menutup pintu rumah, sudah terdengar suara Hans menginterupsi.
Jam sudah menunjukkan pukul empat subuh saat dia sampai di rumah. Josh mengantarkan cuma sampai di depan gerbang setelah mereka banyak minum dan mengobrol di apartemen lelaki itu.
"Papa udah bisa ngomong?"
Hans tidak mengatakan apapun. Lelaki itu duduk di sofa gelap gelapan sendirian di ruang tamu. Tanpa mau menyalakan lampu tengah. Naleah sebenarnya kaget karena tiba-tiba mendengar suara Hans namun seperti nya Hans marah.
"Bisa ngobrol besok? Aku mengantuk sekali"
"Ini sudah besok. Kamu pikir ini hotel makanya kamu bebas pulang jam berapa pun?"
"Papa enggak perlu lebay. Dhani saja pulang pagi Papa ngakk marah"
"Dhani laki-laki sementara kamu perempuan"
"Jangan kayak kakek-kakek deh, Pa. Zaman udah berubah. Perempuan dan laki-laki bisa pulang subuh. Kayak Papa enggak pernah pulang subuh aja"
"Papa pulang subuh dari rumah sakit dan habis bekerja."
"Beneran kerja dari rumah sakit?"
"Maksudnya?"
"Papa lembur habis kerja atau pacaran sama perempuan lain?"
"Kamu ngomong apa sih?"
"Aku enggak butuh ceramahnya. Mendingan Papa urus istri kesayangan Papa dulu. Takutnya salah paham. Bye"
Hans mendongak menatap ke lantai dua dan di sana ada Jenaka berdiri memegang pagar pembatas sedang melihat mereka berdua di bawah.
Jenaka langsung pergi sementara saat Hans melihat ke belakang, Naleah pun sudah tidak ada.
Dia mengusap hidungnya pelan lalu buru-buru naik ke lantai dua menuju kamar untuk menenangkan Jenaka.
Naleah yang bersembunyi di kegelapan melihat Hans pergi.
Apa benar Hans cuma dimanfaatkan oleh Jenaka?
Bagaimana bisa Jenaka tega?
Naleah berbaring di kasur dan menatap ke langit-langit kamarnya yang temaram.
Memejamkan mata dan tertidur setelah menghabiskan wine dengan Josh semalaman ini. Rasanya seperti berbaring di atas awan dan tidurnya damai sekali.
Naleah bangun pukul sebelas siang. Matanya masih mengantuk dan dia ingin sekali melanjutkan tidur namun ada hal penting yang ingin dia lakukan. Karena kalau tidak di lakukan hari ini maka dia tidak akan bisa memiliki waktu lain.
Setelah mandi dan memoles wajah dengan make up, juga mengenakan pakaian terbaik yang dia punya, Naleah keluar dari kamar. Dia kelaparan jadi sebelum pergi dia mau memakan buah.
"Kamu mau kemana?"
Hans ada di dapur. Sedang memegang segelas jus di tangan. Dan Jenaka sedang mengupas apel.
"Mau wawancara kerja. Papa benar-benar di pecat ya? Di rumah mulu. Aneh banget."
"Wawancara kerja?" Tanya Hans sambil meniti penampilan Naleah. "Dengan pakaian seperti itu?"
"Aku pikir aku butuh kerjaan. Enggak mungkin selamanya aku disini kan? Aku juga harus pindah dan tinggal sendiri. Nyari kerjaan di Jakarta hanya modal ijasah susah jadi harus pakai pakaian seperti ini. Lagian bagus kok."
Naleah memakai bluse putih dengan rok pensil coklat yang terbuat dari kulit sintesis. Namun belahan rok itu cukup tinggi hingga membuat pahanya terbuka saat melangkah. Dan kancing bajunya di buka terlalu banyak.