78

920 87 9
                                    

Kalau kemarin Oma memaki dirinya dengan kata-kata kasar sampai bisa Naleah merasa jengkel, sakit hati dan terluka, dia merasa marah. Meskipun semua kata-kata Oma pedas karena kelakuannya namun dia tetap ingin sama Hans. 

Namun tadi Tante Bulan begitu baik, begitu lembut dan begitu sabar memnghadapinya. Bisa saja Tante Bulan marah, bisa saja dia kecewa lalu menjambaknya, namun karena dia baik, dia tetap memperlakukan dirinya dengan manusiawi. 

Bagaimana bisa Naleah tidak kepikiran dengan Bulan? Apalagi tantenya itu sedang mengandung dan merawat kehamilan pertama yang di tunggu-tunggunya.

Dia menjadi ragu. 

Apa pantas kawin lari meninggalkan semuanya hanya demi mementingkan kebahagiaan mereka berdua saja?

Apa pantas dia merebut Hans dari keluarganya yang dulu selalu baik-baik saja?

Hans yang selama ini hidup di puncak kesuksesan keluarganya, tidak pantas turun ke lumpur hanya untuk bersama dirinya. 

Apa pantas dia merebut lelaki itu dari keluarganya yang selama ini sudah hidup membesarkan, menemani dan membentuk Hans menjadi orang sempurna di matanya?

Kepalanya tiba-tiba sakit sekali dan pusing. Bukannya langsung pulang, dia memilih untuk duduk di taman mencari udara segar. 

Disana ada banyak orang-orang yang masih beraktifitas. Tidak memedulikan malam sudah gelap. Ada yang jogging, ada yang main skateboard, ada yang menonton, ada yang berjalan kaki bersama, bahkan ada yang berjualan. Semua orang nampak sibuk, nampak bahagia dan nampak bebas. 

Kenapa ya dia tidak bisa sebebas mereka? Apa salahnya sampai harus memiliki hidup pelik seperti ini? Apa memang benar kata Oma kalau dia tidak pantas hidup di dunia ini?

Ke taman bukannya menenangkan pikirannya, dia malah semakin berfikiran negatif. Jadi dia pulang saja karena tidak ada gunanya dia disini. Kebahagiaan dan kebebasan orang malah membuatnya tercekik. 

Sesampainya di depan pintu apartemen, dia berdiri sejenak disana, menatap pintu itu dan enggan untuk masuk.

Apa dia kabur saja?

Kemana?

Masa kabur terus sih?

Memangnya dia anak kecil yang tiap ada masalah dan tidak bisa menyelesaikannya langsung kabur? Seperti pecundang saja. 

Di usia segini dia bukan pecundang. 

Saat sedang asik berperang dengan dirinya sendiri, pintu itu tiba-tiba terbuka dan Hans muncul dari dalam. 

"Loh, kok belum masuk, sayang? Ngapain berdiri disini?"

Naleah menatap Hans lekat. Lelaki itu sepertinya hendak keluar.

"Papa mau kemana?" Tanyanya pelan karena melihat lelaki itu mengenakan sepatu larinya. 

"Papa mau jogging sebentar di bawah. Nyari keringat"

Naleah melangkah masuk sambil mendorong Hans bersamanya. Lelaki itu mundur dan Naleah menendang pintu. 

"Papa nyari keringatnya sama Lili aja di kamar" kata perempuan itu sambil mencium Hans di bibirnya. 

Meskipun percintaan mereka menguras tenaga sampai tidak ingat waktu namun kepala Naleah masih sakit. 

Dia tidak pernah bangun sepagi ini sepanjang sejarah hidup bersama dengan Hans. Duduk di sofa ruang tamu dengan melamun sambil memikirkan langkah apa yang dia akan ambil. Bersifat egois pada Oma dan Bulan demi bisa bersama Hans namun merasa bersalah terus, atau pergi menderita sendirian meninggalkan semua ini demi membuat Oma dan Bulan bahagia. 

BELUM SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang