"Papa..."
Naleah terbangun.
Syukurlah, ternyata hanya mimpi buruk.
"Kenapa, sayang?"
Hans menatapnya dengan tatapan ingin tahu. Bukannya menjawab, dia melihat ke sekeliling ruangan. Botol Bourbon yang kosong dan gelas masih ada di atas meja. HP Hans juga masih tergeletak disana namun tidak berdering. Hans sedang duduk di sofa, memangku kepalanya sambil mengusap rambutnya sebelum dia bangkit lalu duduk menghadap Hans.
"Papa... "
Naleah memeluk Hans dengan erat sampai lelaki itu sesak nafas.
"Kamu kenapa?" Hans mengusap rambut panjangnya lembut. Naleah memejamkan mata dan menghirup dalam dalam aroma tubuh Hans. Wangi sekali.
"Aku mimpi."
"Mimpi apa?"
"Aku menikah sama Papa"
Mendengar ucapannya, Hans tertawa. "Kamu mimpi menikah sama Papa tapi bangun bangun kayak lagi di kejar setan."
"Papa.. " Naleah semakin mengeratkan pelukannya.
"Kamu masuknya gimana?"
"Aku minta tolong sama satpam. Ngakk apa apa kan, Pa?"
"Papa sih ok. Tapi masa satpam semudah itu membobol pintu?"
"Aku bilang Papa lagi dalam bahaya. Aku takut Papa menyakiti diri sendiri. Papa baik-baik aja?"
Naleah merasakan pelukan Hans di pinggangnya sehingga pipi Naleah menempel di dada bidang Hans semakin erat.
Bagaikan kucing yang sedang bermanja-manja dengan tuannya, begitulah Naleah dipangkuan Hans yang menenangkan.
"Papa pikir bakalan baik baik aja. Ternyata sakit juga di khianati dua kali."
"Di selingkuhi pacar aja sakit, Pa. Apalagi istri sendiri. Memangnya ada yang baik-baik aja setelah di khianati?"
"Papa khawatir sama Mama"
"Oma?"
"Iya. Oma sudah sangat ingin cucu. Karena Bulan susah hamil, jadi harapannya cuma Papa. Kayaknya kamu benar deh bilang soal Papa mandul makanya tujuh tahun menikah ngakk kunjung dikasih anak"
Naleah menggigit bibir. "Maaf"
"Papa udah pernah cek kesuburan, katanya kualitas sperma Papa ngakk terlalu bagus. Sementara Mama selalu nanyain apakah Jenaka sudah isi atau belum, mungkin karena itu Jenaka selingkuh lagi."
Sialan. Dia selingkuh karena kegatalan.
"Papa kok ngomong gitu?" Dengan kesal dia membentak lelaki tua itu. Naleah bangkit dari pelukan Hans dan duduk di samping Hans hingga mereka saling tatap. "Dia selingkuh karena dia yang tidak bisa menjaga komitmen secara sadar. Lagian di pernikahan pertamanya juga dia cerai karena selingkuh. Papa ngakk boleh menyalahkan diri sendiri. Yang salah itu Jenaka"
Hans mendesah pelan. "Kamu masih belum menikah, Li, makanya belum tau masalah orang dewasa."
"Kapan sih Papa berhenti melihat aku sebagai anak kecil? Aku udah dua puluh lima tahun. Aku bukan anak kecil yang ngakk bisa merasakan masalah kalian."
"Lili, bukan gitu maksud Papa"
"Lalu maksud Papa apa?"
"Hubungan pernikahan bukan hanya melibatkan dua orang, tapi dua keluarga. Jenaka memang salah tapi Papa juga salah"
"Kenapa sih Papa selalu membela dia? Dari dulu sampai sekarang Papa selalu di pihak dia."
"Papa bukan membela dia"