Pernahkah kau merasakan jatuh cinta?
Bagaimana rasanya?
Apakah ada kupu-kupu beterbangan di dalam perutmu sampai rasanya menggelitik?
Atau apakah ada benang tidak kasat mata yang menarik kedua ujung bibirmu sampai setiap detik bibirmu selalu tersenyum lebar?
Ataukah kepala mu terantuk sampai sering sekali memikirkan orang yang kau cintai itu dalam keseharian mu?
Seberapa besar cinta mu pada orang itu?
Apakah sebesar gunung Jayawijaya di Papua?
Apakah seluas samudera Pasifik?
Apakah sedalam Palung Mariana?
Apakah semahal Antimateri?
Apakah seindah berlian?
Cinta hanyalah fatamorgana.
Cinta tidak akan ada kalau pengorbanan tidak ada.
Cinta akan hilang secepat hapusan ombak di bibir pantai, seperti angin menerbangkan debu jalanan, seperti tisu yang rapuh terkena air.
Cinta hanya bisa di dapat jika mengorbankan sesuatu. Semakin besar cinta itu, pengorbanan pun harus semakin besar.
Mencintai adalah hak setiap manusia, namun di cintai secara tulus belum tentu di alami semua insan.
Tapi melihat Tante Bulan dan Om Joko sepertinya cinta itu bukanlah fatamorgana.
Asal di perjuangkan bersama orang tepat yang mau sama-sama berjuang, rasanya cinta itu bisa saja bertahan lama melebihi nafas itu sendiri.
Saat ini mungkin cinta itu di goncang oleh badai, namun mereka berdua tetap saling berjuang melalui caranya masing-masing.
Om Joko sesuai caranya sendiri meminta Naleah untuk mempertemukan dengan Bulan diam-diam di belakang Hans dan Oma.
Sementara Tante Bulan dengan caranya sendiri, menemui dirinya lebih rajin sebagai alibi untuk bertemu suaminya yang sudah berpisah selama beberapa hari ini.
Persis seperti pacaran diam-diam di belakang orang tua yang saling bermusuhan, begitulah Om Joko dan Tante Bulan menghabiskan masa pertemuan rahasia mereka.
Naleah tentu saja senang. Selain mendapatkan uang tambahan, dia juga bahagia melihat Tante Bulan bahagia.
"Tante sama Om mu mau liburan ke Thailand menurut kamu gimana ya Li? Apa ketahuan sama Hans nanti?"
Sore itu mereka bertemu di restoran tempat Naleah bekerja. Dan kebetulan waktu kerja Naleah pun selesai pukul tiga, jadi mereka bisa makan minum santai di salah satu meja yang ada di pojok restoran itu.
Naleah yang menikmati matcha latte pesanannya tersenyum. Berarti Om Joko beneran mengajak Bulan pergi ke sana. Karena Omnya itu bercerita dia merasa tersiksa selama pacaran diam-diam di kota ini. Tidak bisa jalan diluar secara bebas karena takut ke gap sama Hans.
Menurutnya itu lebai sekali.
Mata Hans cuma dua, lelaki itu sibuk bekerja saking cinta mati sama profesinya, juga mengurus perceraiannya. Mana mungkinlah Hans tau. Lelaki itu hanya peduli pada urusannya sendiri dan dirinya sendiri.
"Papa kan sibuk kerja, Tante. Mana mungkin ketahuan" Balas Naleah santai. "Belum lagi perceraiannya. Ngomong-ngomong Papa beneran cerai enggak sih?" Katanya sambil mengaduk-aduk minumannya yang mulai terasa tawar karena esnya mencair.
"Beneran lah, masa enggak sih. Minggu depan panggilan sidang kedua. Makanya kamu datang dong. Temani Tante"
"Malas ah. Palingan juga rujuk lagi nanti. Kemarin aja aku liat mereka makan malam bareng."