39

3.3K 164 3
                                    

Rasanya seperti berbaring di atas awan.

Bahagia sekali ketika pagi itu Naleah bangun dari tidurnya yang nyenyak dengan Hans memeluk perutnya erat.

Dada hangat lelaki itu menempel di punggungnya di balik selimut selembut sutera. Dagu lelaki itu di atas kepalanya, memeluknya seperti sendok.  

Bagaikan duduk di depan perapian yang hangat saat musim salju, dengan segelas cokelat panas di tangan sambil memandang salju putih turun dari langit, nyaman sekali. 

Semalam mereka berdua terlalu lelah dengan pekerjaan di tempat kerja masing-masing yang menguras tenaga, setelah selesai  mandi dan bersih-bersih langsung berbaring di kasur, tidur bagaikan boneka kehabisan baterai. 

Untung Naleah kerja shift  sore hari ini jadi tidak perlu bangun cepat dan langsung siap-siap bekerja atau grasak-grusuk  di kejar waktu seperti biasa. Jadi dia bisa bersantai.

Lengan Hans yang sedari tadi memeluk perutnya posesif, menarik semakin erat lalu lelaki itu menyurukkan hidungnya di kepalanya Naleah sementara Naleah mengusap lengan Hans dengan lembut.

Dirinya tidak akan kemana-mana pagi ini, jadi Hans bisa menginvasi waktunya sesuka hati. 

Dia tau Hans sudah bangun sama seperti dirinya. Namun enggan bangkit karena masih terlalu nyaman di kasur empuk itu. 

"Papa kerja kan?"

"Jam sembilan, tidur aja dulu." Dia bisa merasakan nafas hangat Hans di punggungnya dan ciuman lembut lelaki itu di kulitnya. 

Seharusnya dia bangkit untuk membuat sarapan, namun Naleah malah kembali tertidur mengikuti saran Hans. 

Lelaki itu benar, tidur beberapa menit kedepan tidak akan membuat siapapun terluka. 

Hans tidak perlu takut bangun kesiangan dan terlambat ke kantor, karena lelaki itu bisa melakukan apapun yang dia mau. 

Satu jam kemudian alarm berbunyi nyaring dan jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Naleah bangun saat Hans bangkit dari kasur, soalnya tidak enak masih tidur saat lelaki itu sudah sibuk siap-siap sendirian.

Tak mau kalah, Naleah memaksa diri untuk bangkit dari kasur yang hangat, melilit badan dengan bathrobe lalu mencepol rambut tinggi-tinggi di kepala supaya tidak mengganggu pandangannya. 

Karena ia akan membuat sarapan untuk mereka berdua.

Niatnya sih ingin membuat yang praktis saja supaya cepat dan tidak merepotkan. Namun dia malah membuat english breakfast lengkap dengan jeruk peras segar dan kopi.

Dia pikir Hans sudah rapi mengenakan pakaian kantornya namun lelaki itu keluar dengan celana pendek dan kaus saja. Meskipun tidak mengurangi ketampanannya yang luar biasa. 

"Katanya kerja..." Naleah mengeringkan tangan yang baru saja dia cuci dengan handuk kering sebelum menghampiri Hans. 

"Harus pulang dulu. Pakaian Papa enggak ada yang bersih"

Upsie.

Kapan terakhir kali dia memberikan pakaian kotor ke laundry? Bulan lalu? Dia tidak ingat. 

"Sarapan dulu sempet kan?"

"Sempat"

Hans duduk di meja makan dan Naleah menarik pipi Hans untuk melihatnya. Karena Hans duduk jadi tinggi mereka kini setara dan Naleah bisa memberikan ciuman selamat pagi yang di sambut lelaki itu dengan antusias. 

"Papa kapan berangkat ke Bali?" Naleah sibuk menata sarapan mereka di piring. Setelah meletakkan makanan di meja, Naleah menuang kopi ke cangkir untuk di berikan kepada Hans. Lalu duduk supaya sarapan bersama.

BELUM SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang