5. Unexpected Things

77K 2.5K 12
                                    

Lily

Nyatanya lari di treadmill tak lantas membuat pikiranku tenang. Apalagi aku melakukan kesalahan besar, membaca pesan yang dikirimkan Mama, meski hanya sekilas.

Sejak dulu, hubunganku dan Mama memang kurang akur. Aku tidak pernah merasakan hubungan dekat layaknya ibu dan anak perempuan. Mama jarang di rumah dan aku tidak tahu apa saja yang menyita waktu Mama.

Aku lebih sering bersama Papa. Sejak kecil, Papa sudah menanamkam bahwa aku akan menggantikan beliau di perusahaan.

Perusahaan Papa bergerak di bidang konstruksi. Sama dengan perusahaan tempatku bekerja. Ini juga alasanku melamar sebagai sekretaris Pak Rudy meski aku punya ijazah di bidang bisnis. Aku ingin tahu dunia pekerjaan yang sebenarnya, sebelum mengemban tanggung jawabku di perusahaan Papa. Untuk sementara, perusahaan itu dijalankan oleh Om Danu, adik Papa.

Sudah lama aku tidak mengobrol dengan Om Danu. Aku mengirimkan pesan kepada Om Danu dan mengajaknya bertemu untuk tahu update perusahaan.

Tidak tahu apa lagi yang bisa kulakukan di gym, aku beranjak dari ruang tersebut. Namun, langkahku seketika terhenti saat sadar aku tidak membawa keycard. Aku buru-buru sehingga tidak ingat membawa kunci yang kuletakkan di ambalan dekat pintu.

Aku menelepon Ibel, berharap dia masih ada di apartemennya.

"Ibel, gue lupa bawa kunci. Jemput ke gym dong," berondongku tepat di saat Ibel mengangkat telepon.

"Yah, gue baru aja pergi. Bokap nelepon."

Aku sontak terduduk lemas. "Lama nggak?"

"Ya lo tahu sendiri bokap gue," sahutnya.

Bisa saja Ibel baru pulang malam nanti, karena kalau sudah bersama ayahnya pasti memakan waktu lama.

Aku menatap penampilanku yang lusuh dan berkeringat. Juga nasib yang membuatku luntang lantung.

"Gue usahain balik cepat deh ya."

Aku hanya bisa mengangguk lemas. Sepertinya aku harus menunggu Ibel di sini atau di coffee shop di dekat apartemen ini.

"Lily?"

Aku mendongak saat mendengar seseorang menyerukan namaku. Selama beberapa saat, aku hanya bisa melongo.

Pak Rudy berdiri di hadapanku. Tampak begitu menjulang. Dia mengenakan kaus tanpa lengan yang memperlihatkan otot-otot yang kekar, juga celana training. Tetes-tetes keringat mengalir di keningnya, juga membasahi kaus yang mencetak tubuhnya dengan sempurna.

Pak Rudy terlihat berbeda dari yang biasa kulihat di kantor.

"Kamu tinggal di sini?" Pertanyaannya menyentakku.

"Aku lagi main ke tempat teman. Pak Rudy sendiri?"

"Saya tinggal di sini."

Aku baru tahu Pak Rudy tinggal di apartemen yang sama dengan Ibel.

Dengan santai, Pak Rudy menempati kursi di sampingku. Dia meneguk minuman dari botol yang dibawanya. Aku tidak bisa mengalihkan perhatian dari jakunnya yang bergerak naik turun saat minum.

Aku baru tahu kalau seorang pria bisa terlihat seksi saat minum.

Everything about him screams sexy.

Aku buru-buru mengalihkan perhatian saat Pak Rudy melirikku. "Ada masalah?"

"Aku stuck di sini, lupa bawa kunci apartemen temanku," jawabku.

Itu hanya masalah kecil sekarang. Masalah besar adalah perasaan tidak nyaman yang menjalari tubuhku. Aroma tubuh Pak Rudy membuatku teringat mimpi semalam. Akibatnya, aku jadi gelisah karena kewanitaanku yang berkedut dan meronta ingin merasakan kenikmatan nyata bersama Pak Rudy. Juga putingku yang mengeras dan terasa nyeri.

Sial. Sejak kapan berdekatan dengan Pak Rudy membuatku turn on seperti ini?

Seharusnya aku buru-buru angkat kaki, tapi aku tidak tahu mau ke mana.

"Mau menunggu di tempat saya?"

"Eh?" Aku kembali melongo mendengar pertanyaan itu.

Apa aku salah dengar?

"Dari pada kamu luntang lantung enggak jelas di sini," lanjut Pak Rudy.

Ajakan yang masuk akal, tapi sangat berbahaya. Sama saja seperti mengumpankan diri masuk ke kandang macan.

Pak Rudy tidak berbahaya, aku percaya dia tidak akan melakukan hal yang bisa mengancam nyawaku. Namun, berdekatan dengan Pak Rudy jelas bukan tindakan yang bijak. Meski Pak Rudy tidak membahasnya, masalah terkait salah kirim foto masih belum selesai.

"Yuk." Pak Rudy bangkit berdiri. Dia bergeming di hadapanku, dengan sebelah alis terangkat ketika dia menatapku.

Aku menghela napas panjang. Mengikuti Pak Rudy memang bukan tindakan yang bijak, tapi luntang lantung nggak jelas di sini juga bukan hal yang ingin kulakukan.

Setelah satu tarikan napas panjang, aku bangkit berdiri. Sembari berdoa aku bisa menjaga diri dan hasratku yang menggebu-gebu, seiring langkahku mengikuti Pak Rudy keluar dari gym.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang