20. Non Disclosure Agreement

36.5K 1.9K 36
                                    

Pak Rudy menatapku lekat-lekat, membuatku jadi mempertanyakan ulang keputusanku. Apa dia tidak serius dengan ucapannya? Dan aku yang sudah sangat putus asa menganggap ajakan itu sebagai jalan keluar nyata untuk semua permasalahanku.

"Kamu serius?"

Seharusnya Pak Rudy bisa melihat betapa putus asanya aku sekarang. Aku tidak bisa tinggal diam, karena ancaman itu enggak sekadar bualan lagi.

"Seperti yang Pak Rudy bilang, aku akan mempercayakan sahamku ke tangan Pak Rudy jadi bisa mengakuisisi perusahaan Papa. Aku cuma minta satu hal, aku ingin terlibat aktif di sana." Aku berkata tegas.

Pak Rudy masih bersedekap di hadapanku. Wajahnya yang tegas terlihat dingin saat menghadapku.

"Kalau dipikir-pikir, aku yang akan diuntungkan dengan perjanjian ini."

Aku hanya perlu meredam keinginan untuk berkeluarga. Hanya sementara waktu. Setelah semua ini selesai, aku memiliki waktu untuk memikirkan kebahagiaanku.

"Saya mendapatkan perusahaanmu," timpalnya.

"Dan menyelamatkan perusahaan Papa." Aku membalas.

Pak Rudy tertawa tipis. "Kapan kontrakmu selesai?"

Aku mengingat kontrak kerja yang kumiliki. "Tiga minggu lagi. Dini akan kembali jadi sekretaris Pak Rudy setelah cutinya selesai."

"Pekerjaanmu jauh lebih baik dibanding Dini." Meski pelan, ucapan itu nyatanya sukses membuatku merah padam.

"Saya akan meminta HRD memperpanjang kontrakmu. Statusmu masih sebagai sekretaris saya, tapi kamu khusus mengurus semua keperluan terkait akuisisi ini. Dengan begitu, kamu bisa terlibat aktif di perusahaan ayahmu," jawabnya.

Aku mengangguk. Bagiku itu jauh lebih baik dibanding yang aku pikirkan.

"Nanti saya akan melepasmu untuk berdiri sendiri kalau kamu sudah siap. Namun, kamu harus ingat. Akuisisi itu berarti perusahaanmu akan berada di bawah Abdi. Kamu memang pemiliknya, tapi kamu bertanggung jawab kepada saya," ujarnya.

Aku kembali mengangguk. "I'm aware of that."

"Okay, good. Ada banyak hal yang harus kita siapkan, terutama terkait legal. Pengacara saya akan mengurusnya. Dia akan menghubungimu jika dibutuhkan dokumen tertentu," lanjut Pak Rudy.

Aku menggigit bibir. Aku percaya Pak Rudy bisa menyelesaikan semuanya. Dia punya tim yang bisa dipercaya. Namun, dia melupakan satu hal penting.

Pernikahanku dengannya.

Aku memutar otak untuk mencari tahu cara memberitahunya. Namun, otakku malah buntu.

"Ada lagi?" Tanyanya.

"Soal pernikahan kita..." Aku membiarkan ucapanku menggantung begitu saja.

Pak Rudy sekilas tersenyum. "Kamu mau mengadakan pesta pernikahan besar-besaran agar musuhmu tahu soal pernikahan kita?" Tanyanya.

Aku menggeleng. Jika pernikahan ini digelar secara normal, aku tidak pernah menginginkan pesta besar. Intimate partyyang hanya dihadiri oleh orang terdekat adalah pernikahan impianku.

"Maksudku, kita enggak punya banyak waktu, sementara ada banyak yang harus diurus," jelasku.

"Kamu enggak perlu khawatir. Biar pengacara saya yang mengurus. Kamu cukup mempersiapkan diri untuk menjadi istri saya," jawabnya.

Sontak, wajahku memerah saat mendengarkan kalimat terakhirnya. Padahal nada bicaranya terdengar tegas seperti membicarakan bisnis, tapi bisa-bisanya aku memikirkan hal romantis di balik perkataan itu.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang