29. Percintaan Pertama

87.9K 2.2K 23
                                    

Aku mencoba menahan mesin cuci yang bergetar begitu hebat. Aku yakin semua penghuni lantai ini mendengar getaran mesin cuci itu.

Sepertinya aku memasukkan terlalu banyak baju kotor, sehingga mesin cuci itu kepenuhan. Makanya getarannya sampai terdengar heboh begini. Mesin cuci itu bahkan bergerak seiring dengan getarannya yang makin hebat.

Jangan sampai aku menimbulkan kekacauan. Baru dua minggu menikahi Pak Rudy, aku sudah merusak properti miliknya.

“Ly, ada apa?”

Aku tidak menoleh, meski merasakan sosok Pak Rudy berdiri di belakangku. Aku menunduk untuk menatap ke dalam mesin cuci itu. Busa yang melimpah membuatku semakin khawatir.

Sorry, aku bangunin Pak Rudy, ya?”

Padahal, aku sengaja mencuci pagi buta di akhir pekan karena ingin bersantai. Selama seminggu ini aku sangat lelah. Pekerjaan Pak Rudy yang padat juga berimbas kepadaku. Apalagi Dini seringkali melakukan kesalahan yang membuatku harus membenahinya sebelum ketahuan Pak Rudy.

Belum lagi masalah perusahaanku. Sukamto belum mengambil keputusan. Kesehatan Om Cokro memburuk, sehingga janji yang sudah kuatur untuk mempertemukannya dengan Pak Rudy terpaksa dibatalkan sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan. Kesehatan Om Cokro memang jadi prioritas, tapi malah membuatku semakin khawatir.

Bagaimana kalau tidak ada waktu lagi?

Pak Rudy mencoba menenangkanku, tapi aku tidak bisa mengusir kekhawatiran itu.

Aku terlonjak begitu merasakan ada yang menyentuh pundakku.

“Mesin cucinya bermasalah?” tanya Pak Rudy.

“Kayaknya karena kepenuhan, deh. Aku kurangin kali, ya.”

“Jangan…”

Peringatan Pak Rudy datang terlambat, karena aku telanjur membuka penutup mesin cuci. Akibatnya busa sabun berhamburan memenuhi ruang laundry. Aku berteriak panik karena terkena semburan busa. Refleks, aku menjangkau keran dan berniat mematikannya. Namun, aku begitu panik sehingga tanpa sengaja menarik selang penghubung ke mesin cuci.

Air yang berhamburan membuatku basah kuyup. Ruang laundry langsung berubah menjadi lautan buih sabun akibat keteledoraku.

Pak Rudy mematikan keran, tapi kekacauan sudah telanjur terjadi. Aku mengintip dari balik telapak tangan yang kugunakan untuk menutup wajah. Pak Rudy ikut basah kuyup sepertiku.

Alih-alih marah, Pak Rudy malah tertawa. Aku menurunkan tangan dari wajah dan menatapnya dengan kening berkerut.

“Kenapa ketawa?” tanyaku.

Pak Rudy mengusap wajahnya yang basah. “Lucu aja.”

“Apanya yang lucu? Kacau begini.” Aku menatap sekeliling dan menyadari kekacauan yang kuperbuat. Aku tidak mungkin meminta bantuan Pak Rudy untuk membersihkannya, jadi mau tidak mau aku harus melakukannya sendiri.

“Biar aku yang beresin.”

Pak Rudy menahan tanganku. “Nanti saya panggil petugas bersih-bersih. Sekalian deep cleaning apartemen.”

Ini tanggung jawabku. Kalau aku berhati-hati, aku tidak akan menimbulkan kekacauan.

Aku mencoba melepaskan diri, tapi Pak Rudy semakin kencang mencengkeramku. Tak habis akal, dia merangkul pinggangku lalu mengangkat tubuhku. Seolah-olah bobotku tak ada artinya, karena Pak Rudy dengan entengnya membawaku keluar dari ruang laundry.

Pak Rudy membawaku ke dapur dan mendudukkanku di atas kitchen island, tidak peduli saat ini aku basah kuyup. Kaus yang kupakai menempel di kulit akibat basah. Aku menunduk dan terkesiap saat melihat payudaraku tercetak jelas. Juga putingku yang mendongak dengan penuh damba. Aku hanya memakai kaus tanpa bra untuk melindungi payudaraku. Beranjak ke bawah, celana pendek yang kupakai juga sama mengenaskannya dengan kaus itu.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang