38. The Enemy

30K 1.5K 19
                                    

Oleh karena aku sudah resmi menjadi sekretarisnya Bu Lena, aku lebih banyak menghabiskan waktu di kantor Mahakarya. Pak Rudy sudah memberitahu soal posisiku ke Bu Lena. Selama ini, aku tidak begitu dekat dengannya. Yang aku tahu, dia salah satu orang kepercayaan Pak Rudy. Karena aku percaya pada Pak Rudy, aku pun mencurahkan seluruh kemampuanku dalam mempermudah pekerjaan Bu Lena.

Dia mengajakku terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi Mahakarya. Di hari ketiga, Bu Lena memaparkan fakta berat di hadapanku.

“Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan perusahaan ini.” Ucapan Bu Lena membuatku tidak bisa tenang.

Sekarang, aku menyaksikan langsung semua kekacauan yang ditinggalkan Om Danu.

“Apa yang membuatmu ingin menyelamatkan perusahaan ini?” tanya Bu Lena.

“Kenanganku akan Papa,” sahutku.

Bu Lena tersenyum. Di usia pertengahan empat puluhan, dia terlihat begitu berwibawa. “Kamu mengingatkan pada diri saya dua puluh tahun lalu. Kesalahan manajemen membuat perusahaan ayah saya hancur. Keluarga kami berantakan. Utang di mana-mana. Hampir saja saya tidak bisa melanjutkan kuliah.”

Aku mengangkat wajah dari dokumen yang kubaca dan menunggu Bu Lena menyelesaikan ceritanya.

“Tidak ada keajaiban, apalagi kesempatan kedua. Kehidupan kami yang tadinya bergelimang harta, harus bergumul dalam utang. Itu titik balik di hidup saya.” Bu Lena menatapku dengan tatapan bijak yang teduh. “Kenangan akan keluarga yang saling menyayangi jadi penyemangat saya untuk tidak menyerah.”

Aku tidak bisa membayangkan, seberat apa kehidupan Bu Lena dulu. Namun, aku bisa menyaksikannya sekarang. Di dunia yang didominasi laki-laki, hanya segelintir perempuan yang bisa mencapai posisi seperti yang ditempati Bu Lena. Kemampuannya yang membuat dia bisa jadi seperti sekarang.

Cerita Bu Lena membangkitkan semangatku. Selama ini, aku tidak memiliki sosok yang layak dijadikan panutanku. Sekarang, sosok itu hadir di hadapanku. Dalam wujud Bu Lena.

“Anyway, saya masih kesal enggak diundang ke pernikahan kalian. Apalagi Rudy, dia teman baik saya.” Bu Lena menatapku dengan mata menyipit.

Pak Rudy memberitahu Bu Lena soal statusku sebagai istrinya. Di mata Bu Lena, pernikahan itu nyata. Dia sepertinya akrab dengan Pak Rudy, sehingga selalu menggoda Pak Rudy soal pernikahan ini setiap kali dia punya kesempatan.

“Cuma acara kecil, enggak ada resepsi,” sahutku. Ada perasaan tidak enak menggayuti hatiku ketika terpaksa berbohong kepada Bu Lena.

Bu Lena mengibaskan tangan di hadapanku. “Enggak penting resepsi. Yang penting, kamu berhasil menaklukkan Rudy. Saya selalu penasaran, siapa yang bisa membuat manusia berhati batu satu itu akhirnya takluk.”

Aku memaksakan diri untuk tersenyum. Entah kenapa, ucapan Bu Lena yang blak-blakan membuatku merasa tidak nyaman karena membohonginya.

“Kamu enggak perlu merasa canggung atau apa. Pernikahan kalian sah di mata hukum. Enggak ada yang melanggar norma di sini. Hanya karena dia jauh lebih tua darimu, lalu dia tidak boleh menikahimu?” Bu Lena sepertinya bisa membaca apa yang membuatku kalut.

Aku jadi semakin tidak enak hati. Bu Lena begitu baik dan dia percaya pada pernikahan pura-pura ini.

“Cinta tidak memandang usia, Lily.” Bu Lena tersenyum, membuat perasaanku semakin teriris. “Seusia ini, saya masih hopeless romantic.” Bu Lena memamerkan jarinya yang dibalut cincin. “Happily married for 25 years. I wish you have a long and meaningful marriage too.”

Aku tertegun saat mendengar penuturan Bu Lena. Dia sangat tertutup terkait kehidupan pribadinya. Yang aku tahu, suaminya seorang pengusaha yang kemudian terjun ke dunia politik. Bu Lena punya dua orang anak yang kini kuliah di Amerika Serikat. Dia menjalani kehidupan seperti di fairy tale.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang