43. I Love You

32.4K 1.9K 63
                                    

Aku menatap pantulan wajahku di cermin. Entah apa yang terjadi padaku, karena bayangan di cermin menampakkan sosok yang begitu berbinar-binar. Mataku memancarkan cahaya yang belum pernah kulihat sebelumnya. Pipiku bersemu merah, bahkan sebelum aku memulaskan blush on. Aku tak henti-hentinya tersenyum.

Pagi ini, aku terbangun dengan perasaan riang. Meski tubuhku memberontak karena semalaman, Pak Rudy menindihku. Namun, aku tidak keberatan. Ketika dia mengangkat tubuhnya dariku, rasanya ingin menariknya untuk kembali bergelung di balik selimut bersamaku.

Aku ingin lupa bahwa ada pekerjaan menunggu. Sebagai gantinya, aku ingin mengunci diri di kamar ini bersama Pak Rudy.

Sampai pagi ini, aku belum mendapat kesempatan untuk mengatakan yang sebenarnya. Butuh waktu khusus untuk menyampaikannya. Bukan mencuri waktu di sela persiapan berangkat ke kantor seperti ini.

"Kamu lagi mikirin apa?" tanya Pak Rudy yang tiba-tiba berdiri di belakangku. Dia begitu tampan dan gagah dalam kemeja hitam pas badan serta dasi maroon yang dipakainya.

"Bingung mau pakai lipstik warna apa." Aku menunjuk dua lipstik di tanganku. "Nude atau merah?"

Pak Rudy melingkarkan lengannya di pinggangku. "Yang enggak belepotan kalau aku cium kamu."

Aku refleks memukul lengannya yang melingkari pinggangku. Aku menengadah dan menatapnya. "Aku belum pakai lipstik."

"I know." Pak Rudy menunduk untuk menciumku.

Seharusnya aku tidak memancingnya. Waktu yang kumiliki tidak banyak. Aku butuh waktu banyak untuk memuaskan hasratku yang terpanggil karena ciuman ini.

"Merah. Kamu lebih seksi pakai lipstik merah." Pak Rudy menjawab usai mengakhiri ciumannya.

Aku kembali menatap cermin dan memakai lipstik merah seperti perintah Pak Rudy.

"Sekarang, apa lagi?"

Aku mengangkat rambut tinggi-tinggi. "Diikat atau lepas?"

Pak Rudy terkekeh saat membenamkan wajahnya di leherku. "Kamu punya leher jenjang yang membuatku bernafsu Lily. Setiap kali kamu mengikat rambut, sama saja dengan menyiksaku."

Aku melepaskan pegangan di rambut, lalu menyisirnya menggunakan jari sehingga memberikan kesan sedikit messy.

"Aku gerai aja kalau gitu."

Dari pantulan di cermin, aku melihat Pak Rudy meringis.

"Rambutmu persis seperti setiap kali kita selesai bercinta. Kamu mau membunuhku dengan bergaya seperti ini ke kantor?"

Aku tertawa kecil mendengar penuturannya. "Jadi diikat aja?"

Di belakangku, Pak Rudy menggeram. "Risiko punya istri cantik. Kamu dibotakin juga cantik, Sayang."

Sekali lagi, aku menepuk lengannya. Aku mengambil sisir dan menyisir rambutku, lalu memberi jepitan di sisi kanan, tepat di atas telinga. Pak Rudy masih menggeram, tapi tidak kupedulikan.

Aku suka dia pagi ini. Lebih lepas dan santai, membuat perasaanku semakin ringan.

"Well, aku sudah bikinin poached egg sesuai permintaanmu. Sarapan sekarang?" tanyanya.

Aku tidak langsung menjawab. Tatapanku terpaku pada sosoknya yang begitu gagah berdiri di belakangku. Satu jam yang lalu, aku ingin sarapan poached egg. Sekarang, aku ingin melakukan hal lain.

Tanganku terulur untuk menyentuh kejantanan Pak Rudy. "Aku enggak lapar. Kita masih punya waktu, kan?"

Seringai di wajahnya membuatku yakin, dia mengerti apa maksudku.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang