11. Red Zone

81K 2.5K 68
                                    

Rudy

Terlepas dari meeting yang menunjukkan lampu hijau atas proyek ini, apa yang terjadi sepanjang hari malah sebaliknya. Today was full of disasters.

Masalah pertama timbul ketika aku melihat Lily dalam rok mini dan kaus ketat yang mencetak dadanya dengan jelas. Nafsu binatangku langsung mengambil alih. Aku jadi kelabakan meladeni permainan golf Mr. Lawrence, padahal selama ini aku tidak pernah mendapat kesulitan. Permainan golf itu hanya basa basi, 80% diisi dengan pembahasan bisnis. Tujuanku ke Bintan untuk membuat proyek ini jatuh ke tanganku, tapi yang kulakukan adalah menelanjangi Lily dengan tatapanku.

Seringkali aku kesulitan menangkap ucapan Mr. Lawrence, atau gagal menciptakan Ace, karena mataku malah sibuk mengawasi Lily yang berada tidak jauh dariku. Joshua, caddie yang bertugas mengawasi permainanku, tak lebih dari seorang laki-laki normal. Matanya nyaris melompat keluar saat melihat Lily. Emosiku terpanggil saat mendapati Joshua terang-terangan melirik Lily.

Sementara Lily sama sekali tidak menyadari ada laki-laki yang mengaguminya. Bukan hanya Joshua, aku juga harus menahan diri untuk tidak menyarangkan tinju di wajah Mr. Lawrence. Tua bangka mata keranjang.

"Your secretary is so fucakble."

Aku sedang berkonsentrasi pada bola golf, sehingga butuh waktu untuk mencerna ucapan Mr. Lawrence. Hanya aku yang mendengar ucapannya. Tanganku sudah terkepal, siap untuk meninjunya agar dia tidak sembarangan bicara.

Meski tinjuku tidak jadi bersarang di wajahnya, tapi aku memberi teguran keras agar dia tidak melangkahi batas profesional.

Aku tak lebih dari seorang munafik, karena setelah itu, aku yang melanggar batas profesional. Masalah kedua dalam hidupku, ketika tanganku dengan lancang menyentuh Lily.

Tanganku terasa pas saat menangkup payudaranya. Hal yang selama ini hanya ada dalam bayanganku, kini bisa kurasakan langsung. Sebuah kesalahan, karena aku tidak ingin berhenti. Aku sudah merasakan betapa lembutnya tubuh Lily di sentuhanku, dan aku ingin merasakan lebih.

Aku ingin menyentuhnya lebih dalam. Menyentuhnya di tempat lain. Mereguk kenikmatan yang diberikan tubuhnya.

Di antara semuanya, masalah terbesar adalah ketika aku mengetahui Lily sebagai pemilik Mahakarya Konstruksi. Sudah lama aku mengincar untuk mengakuisisi perusahaan itu. mahakarya berada di ambang kebangkrutan, apalagi sekarang mereka menghadapi tuntutan hukum korupsi di pengadaan bahan yang membuat salah satu gedung mereka hancur dan menewaskan dua orang tukang.

Ada banyak hal yang ingin kutanyakan kepada Lily. Namun, aku ragu dia mengetahui kondisi perusahaan yang sebenarnya.

Ketika dia bercerita tentang ayahnya, aku melihat binar bahagia di matanya. Aku yakin binar itu akan hilang jika dia tahu apa yang dilakukan Danu membawa perusahaan itu ke ambang kehancuran.

Lily bisa membantu mempermudah jalanku untuk mengakuisisi perusahaan tersebut, mengingat Danu masih saja rakus dan mencari keuntungan sendiri. Dia lebih memihak pada Putratama Konstruksi. Aku mengenal Putra, tua bangka yang paling tamak. Putra mengakuisisi perusahaan untuk menghancurkannya. Sedangkan aku melihat ada potensi yang dimiliki Mahakarya. Mereka menguasai 75% pasar di Banten, karena itu aku bertekad mengakuisisi mereka sekaligus menguasai pasar yang selama ini ada di tangan mereka.

Rasanya tidak adil jika aku memanfaatkan Lily. Namun, fakta yang diberikannya membuatku tidak terpikirkan jalan keluar lain selain membawa serta Lily ke dalam permainanku.

Ketukan di pintu membuyarkan lamunanku. Aku melirik jam di meja, hampir tengah malam.

Siapa yang bertamu malam-malam begini?

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang