Rudy
Tujuanku ke gym untuk menghilangkan ingatan akan payudara Lily. Namun, aku salah perhitungan. Sumber masalah itu malah muncul di hadapanku.
Seharusnya aku mengabaikan Lily, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Aku bahkan mengajaknya ke apartemenku.
Kehadiran Lily langsung mengubah suasana di apartemen ini. Aku bahkan dengan lancang membayangkan dia tinggal di sini. Rasanya sangat pas. Melihat Lily menjelajahi apartemen ini, seolah dia sudah lama tinggal di sini, menghadirkan sensasi aneh di dadaku.
Lily begitu menggoda. Dengan legging ketat selutut yang menonjolkan bongkahan bokongnya, begitu menggiurkan. Membuatku ingin berlutut dan menenggelamkan wajahku di sana. Mataku beranjak naik menyusuri tubuhnya. Dia hanya memakai sports bra, dan bra itu hanya membuatku kembali teringat payudaranya yang telanjang.
Darahku berdesir. Penisku langsung mengeras saat melihat pemandangan yang sangat indah itu.
Aku menggeram ketika melihat Lily melompat untuk mengambil buku. Payudaranya bergerak naik turun, membuat penisku semakin mengeras. Ketika dia menumpukan tangan di lutut dengan sedikit membungkuk, aku seperti binatang liar yang tengah memantau mangsa dari jarak dekat.
Seharusnya aku mengabaikan Lily, tapi malah melakukan hal sebaliknya. Aku mendekatinya, sengaja berdiri sangat dekat dengannya. Dari tubuh Lily yang menegang, aku yakin dia bisa merasakan penisku sudah mengeras.
Dia yang membuatku seperti ini.
Lily menggerakkan tubuhnya, bokongnya yang menggesek penisku hanya membuatku semakin keras.
Kontol sialan. Aku yakin tidak akan bisa melupakan bokong Lily yang menekan penisku.
Aku menunduk dan melihat penisku yang membengkak meski tersembunyi di balik celana training yang kupakai. Rasanya ingin mengeluarkannya agar aku bisa bernapas lega. Lalu menusukkannya ke vagina Lily.
Shit. Suit yourself.
Akal sehatku hilang entah ke mana. Aku sengaja berlama di sana, sambil memenuhi benakku dengan tubuh Lily.
Malam ini, aku terpaksa masturbasi lagi. Seperti semalam, melampiaskan hasratku yang terbendung karena bayangan payudara Lily sudah menetap permanen di otakku.
Atau, bisa saja aku mengajak Lily untuk berhubungan seks. Dari bahasa tubuhnya, aku yakin Lily tidak akan menolak.
Ide buruk.
Dia sekretarisku. Hubungan itu seharusnya bersifat profesional. Meniduri sekretarisku jelas tidak profesional. Bisa mendatangkan masalah di kemudian hari. Jadi, aku mengusir pemikiran itu jauh-jauh.
Dengan berat hati, aku mengambil jarak dari Lily. Aku menyibukkan diri di dapur dan membuat sarapan. Mati-matian, aku menahan diri agar tidak melirik Lily yang menunggu di kitchen island.
Aku bisa bertahan selama sarapan. Sesekali menanggapi ucapan Lily yang memuji scrambled egg buatanku.
Ujian sebenarnya ada di depan mata. Karena aku kesulitan untuk menahan pandangan di wajah Lily, bukannya menggerayangi payudaranya. Menatap wajah Lily juga menjadi cobaan. Dia begitu cantik, meski tanpa makeup. Bibirnya yang merah merekah begitu menggoda, membuatku membayangkan penisku berada di dalam mulutnya.
"Kamu bisa istirahat sambil menunggu temanmu," ujarku sambil membereskan meja makan.
Lari adalah cara terbaik agar bisa berjauhan dari Lily.
Sepertinya Lily punya keinginan lain. Dia malah menyusulku ke kitchen sink.
"Aku aja yang beresin." Lily mengambil piring kotor dari tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Simpanan Boss
RomanceLily bekerja sebagai sekretaris pengganti untuk Rudy Wiranegara, CEO Abdi Construction. Diam-diam, Lily menyukai Rudy. Masalahnya, Rudy yang berusia 42 tahun terlalu tua untuk Lily yang akan berulang tahun ke21. Dan juga posisinya sebagai atasan Lil...