52. Two Becomes One

34.6K 1.8K 31
                                    

Rudy

Aku beranjak dari atas tubuh Lily dan berbaring di sampingnya dengan napas tersengal-sengal. Bercinta dengan Lily selalu menghadirkan perasaan hangat dalam hatiku, membuatku semakin yakin bahwa aku mencintainya.

Detik ini, aku tidak lagi peduli pada halangan yang membuatku ragu akan Lily. Tidak dengan perbedaan usia ataupun pernikahan pura-pura untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya.

Seumur hidup, aku tidak pernah mengenal cinta. Ibuku, satu-satunya orang tua yang kukenal, tidak pernah menunjukkan padaku apa itu cinta. Begitu juga dengan ibu panti asuhan yang menjadi waliku sampai aku dewasa, beliau membesarkanku sebatas tanggung jawab. Pun di pernikahan pertamaku, Mariana menganggapku tak lebih dari sekadar mainan untuk menghiburnya.

Sampai akhirnya aku bertemu Lily. Ketertarikan yang kumiliki di awal mengenalnya, berkembang dengan cepat, tanpa kusadari kapan perasaan itu mulai tumbuh.

Aku menoleh untuk menatap Lily yang terbaring di sampingku. Dadanya naik turun seiring dengan napasnya yang mulai kembali teratur. Senyum tidak hilang dari wajahnya, melihat senyum itu menimbulkan rasa bangga di hatiku karena akulah yang menghadirkan senyum itu di sana.

Lily menoleh ke arahku. Senyum di wajahnya semakin lebar.

"Bagaimana caranya kamu menemukanku di sini?"

"Tebakan." Aku berbaring menyamping agar bisa menatap Lily. "Aku bertemu Pak Cokro."

Raut wajahnya berubah. "Om Cokro bilang soal warisannya. Jujur, aku enggak mau terima. Enggak adil aja, tapi Om Cokro bersikeras." Lily memaksakan diri untuk tersenyum, meski duka di matanya memenuhi semua ekspresinya. "Aku menyesal lama enggak menghubungi Om Cokro. Di saat aku menjalin kembali hubungan ini, beliau sakit parah."

Aku mengulurkan tangan untuk menyentuh wajahnya. "Karena itu, aku tidak mau membuang waktu berjauhan denganmu. Cukup semalam saja kamu jauh dariku. Jangan pernah pergi dariku lagi."

Tatapan Lily membuatku terpaku. Seharusnya, aku membicarakan masalah yang membuat Lily bersikeras untuk meninggalkanku. Itu tujuanku sewaktu datang ke rumah ini. Namun, begitu melihat Lily, perasaanku mengambil alih. Aku tidak bisa melawan perasaanku yang menggebu-gebu. Aku menginginkan Lily. Aku membutuhkannya. Jadi, aku mengabaikan semua alasan itu dan bercinta dengannya.

Aku butuh merasakan Lily di dalam pelukanku agar dia percaya bahwa aku mencintainya. Aku ingin Lily yakin kepadaku dan mengusir keinginan untuk berpisah denganku.

Detik ini, setelah percintaan liar yang panas, aku tidak bisa membuang waktu lagi.

Lily bangkit duduk dan menyambar kemejaku lalu memakainya. Dia beranjak untuk duduk di sofa. Aku mengangkat tubuh dari karpet tebal yang menutupi lantai, yang beberapa menit lalu menjadi saksi percintaanku dan Lily.

Aku meraih celana dan memasangnya. Berhubung Lily memakai kemejaku, jadi aku terpaksa bertelanjang dada.

"Are you serious?"

Aku menempati kursi di samping sofa yang diduduki Lily. "Soal apa? Soal aku mencintaimu? Aku serius. Begitu juga soal ucapanku sebelumnya. Jangan pernah tinggalkan aku, aku serius dengan permintaanku."

Lily tersenyum. Meski senyum itu tidak datang dari dalam hatinya, karena matanya masih memancarkan keraguan.

"Do you love me, Lily?" tanyaku.

Lily menatapku sesaat sebelum mengangguk.

"Kalau kamu mencintaiku, mengapa kamu ingin aku menceraikanmu?" tanyaku lagi.

"Karena aku enggak yakin dengan perasaanmu." Lily menjawab pelan.

Aku tidak bisa menyalahkannya. Akulah yang membuat Lily memiliki keraguan itu.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang