14. Bad Mother

51.6K 2.2K 17
                                    

Thirty missed calls.

Mama sepertinya tidak menangkap sinyal yang kuberikan. Aku tidak mengangkat teleponnya, artinya aku tidak mau berhubungan dengannya. Namun, Mama terus mencecarku. Aku sengaja memasang mode silent agar tidak mengganggu.

Nyatanya, telepon Mama mengganggu pekerjaanku. Pak Rudy sampai harus menelepon ke telepon kantor karena handphone-ku selalu sibuk.

“Lily, kamu tahu, kan, pekerjaan saya bergantung kepadamu? Kenapa kamu tidak bisa dihubungi?” geramnya.

Aku tidak mungkin bilang alasan sebenarnya. Jadi aku hanya bisa menggumamkan permintaan maaf.

“Kirimkan semua berkas terkait Putratama ke email saya. Ada di komputer saya. ASAP.”

Pak Rudy langsung memutus sambungan telepon. Aku membuka komputer di meja kerja Pak Rudy. Kalau di kantor, Pak Rudy lebih suka memakai iMac ketimbang laptop. Dia hanya membawa laptop jika ada meeting di luar. Karena itu, aku harus lebih sigap menyiapkan semua bahan meeting dalam satu folder, karena pekerjaan Pak Rudy tersebut di kedua device itu.

Saat mengecek berkas Putratama, mataku tidak sengaja melihat folder Bernama Mahakarya di komputer Pak Rudy. Aku memang punya akses penuh untuk semua berkas Pak Rudy, tapi belum pernah melihat folder ini. Rasa ingin tahu menggelitikku, tapi aku menahan diri.

Setelah selesai mengirim email, seharusnya aku segera pergi. Namun, rasa ingin tahuku begitu tinggi. Pak Rudy sedang berada di Sentul. Dia tidak akan kembali, setidaknya dalam dua jam ke depan. Aku punya banyak waktu sendiri.

Jadi, aku duduk di kursi Pak Rudy, dan mengabaikan semua peringatan yang disampaikan otakku. Jariku mengklik folder Mahakarya dan melihat isinya.

Kebanyakan berisi laporan atau berita terkait proyek yang dijalankan Mahakarya, terutama sepuluh tahun terakhir. Semuanya sudah kuketahui. Meski Papa sudah tidak ada, sepertinya Om Danu menjalankan pesan Papa dengan baik.

Aku hampir saja menutup folder itu, tapi urung ketika melihat lampiran laporan kepolisian. Jantungku berdebar hebat ketika membukanya. Mataku menyusuri baris demi baris. Napasku tercekik, aku bahkan sampai lupa rasanya bernapas.

Laporan itu terkait proyek di Serang. Ini proyek terbaru yang ditangani Om Danu. Kali terakhir aku meneleponnya, Om Danu tengah mengawasi pembangunan gedung bekerja sama dengan pemda tersebut.

Ada tuduhan korupsi dalam pengadaan bahan yang mengakibatkan bangunan tersebut rubuh di tengah proses pembangunan. Awalnya kejadian itu disebut sebagai kecelakaan kerja, tapi ketika KPK melakukan OTT terhadap pegawai pemda, yang kemudian menyeret Mahakarya, diketahui kalau ada tindak korupsi di sana. Kejadian yang semula dianggap sebagai kecelakaan kerja, kini dianulir. Kecelakaan itu tidak akan terjadi kalau proyek memakai bahan seperti yang dilaporkan saat proses tender.

Dan, ada dua korban di kejadian itu. Mahakarya juga menghadapi tuntutan dari keluarga korban.

Aku terpaku di kursi. Penyesalan menjalari tubuhku. Mengapa aku tidak tahu? Setiap kali aku bertanya, Om Danu selalu bilang semua baik-baik saja.

Kejadian ini berlangsung sebelum aku bekerja dengan Pak Rudy. Tadinya aku akan langsung bekerja dengan Om Danu, tapi setelah aku pikir-pikir, saat itu justru Om Danu yang paling gencar menyuruhku untuk bekerja di tempat lain. Ketika aku datang dengan lowongan pekerjaan sebagai sekretaris Pak Rudy, Om Danu langsung setuju.

Apa sejak saat itu sebenarnya masalah ini sudah ada? Om Danu sengaja menyingkirkanku. Namun, apa tujuannya? Dia ingin melindungiku?

Namun, aku tidak yakin itu alasannya. Firasatku berkata lain. Ada sesuatu, yang lebih besar, disembunyikan di sini.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang