30. Mengenalmu

64.3K 1.9K 38
                                    

Jika ada yang memberitahu aku akan menghabiskan pagi hari di akhir pekan dengan berpelukan bersama Pak Rudy di tempat tidurnya, aku tidak akan percaya. Namun, itulah yang terjadi. Setelah sama-sama menjemput rasa puas, aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Aku merebahkan kepala ke dada Pak Rudy sementara dia memelukku erat. Napasnya terdengar teratur seiring dengan deru napasku.

Selimut yang tersampir seadanya sama sekali tidak bisa menutupi keindahan tubuhnya. Aku masih terkesiap saat melihat kejantanannya, bertanya-tanya bagaimana mungkin dia bisa berada di dalam tubuhku? Namun, itulah yang terjadi. Ketika Pak Rudy menghantamkan penisnya yang besar itu, berkali-kali, hingga aku menjemput rasa puas yang dahsyat.

Dia sangat menggairahkan. Setelah merasakan percintaan hebat dengannya, aku semakin lapar. Rasanya ingin segera memilikinya lagi.

"Kamu mau berbaring seperti ini atau sarapan? Well, brunch lebih tepat," tukas Pak Rudy.

Matahari sudah tinggi. Aku sudah melewatkan jam sarapan. Namun, aku tidak peduli karena aku melewatkannya dengan bercinta.

"Aku enggak kuat bangun," sahutku. Ucapan yang jujur. Pak Rudy mengambil semua energiku saat dia melambungkanku ke puncak kepuasan.

"Tapi, kamu butuh energi lagi. Dia masih menginginkanmu." Pak Rudy menangkup kejantanannya dan meremasnya.

Entah dari mana keberanian itu datang karena aku malah menyentuhnya. Kejantanannya berkedut saat berada di bawah sentuhanku.

"Kamu hanya membuat kita terjebak lebih lama di sini," bisiknya.

Itu yang kuinginkan. Tanpa melepaskannya, aku mengusap kejantanannya. Merangsangnya. Pak Rudy mengerang di bawah sentuhanku.

Bibirku menciumi kulitnya yang hangat. Lidahku melingkari puting cokelatnya, berkali-kali, tanpa melepaskan rangsanganku di penisnya. Erangan dari mulut Pak Rudy tidak membuatku berhenti. Ciumanku turun ke perutnya. Otot perutnya yang keras membuatku tak henti mengagumi keindahan tubuhnya.

Aku membungkuk kian dalam hingga wajahku berada tepat di depan kejantanannya. Aku menciuminya, mengagumi betapa perkasanya dia. Nafsu kembali menjeratku, membuatku kian lapar dan mencumbunya dengan hasrat menggebu-gebu.

"Lily..." erang Pak Rudy. Dia mengulurkan tangannya hingga menyentuh kewanitaanku. Jarinya menyibakku dan menyisiri liang senggamaku dengan sangat intim. "Come here. Let me taste you."

Aku menaiki tubuhnya hingga kewanitaanku berada tepat di depan wajahnya. Aku semakin terangsang ketika lidahnya mulai menjilatiku, membuatku semakin terpacu untuk memuaskannya. Saat mengulumnya, mulutku terasa penuh. Napasku tersengal-sengal saat aku memanjakannya di dalam mulutku. Di bawah sana, Pak Rudy semakin liar melahapku. Jemarinya bergabung dengan lidahnya. Seakan ada yang mengejar, karena dia berpacu denganku. Memberikan kepuasan lewat permainan mulut.

Gelombang hasrat kembali menguasaiku. Tubuhku yang bergetar memberi tanda kepada Pak Rudy. Dia segera melepaskanku dan menarikku turun dari tubuhnya. Aku berbaring menyamping dan Pak Rudy mendekapku dari belakang. Dia mengangkat sebelah kakiku dan menahannya, membuatku begitu terbuka sehingga tak ada lagi yang menghalanginya untuk menyatukan tubuhnya denganku.

"Shit, kondom," umpatnya.

Aku mengerang, menahannya untuk tidak melepaskanku.

"Aku yakin Pak Rudy bersih. Pak Rudy bisa keluarin di luar," cegahku.

Pak Rudy menggeram. "You'll be the death of me, Lily. Your so damn hot tits are my pleasure." Pak Rudy menggunakan tangannya yang bebas untuk memelintir putingku, lalu meremas payudaraku dengan keras. "And your pussy. I'm dead, Lily," erangnya, tanpa henti menghunjamkan penisnya.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang