Rudy
"My needy wife."
Lily hanya tertawa kecil, tangannya masih berada di atas kejantananku. Pagi ini terasa begitu istimewa, dengan Lily berada dalam pelukanku setelah percintaan panas sepanjang malam. Lily benar-benar menguras tenagaku, tapi aku pun enggan untuk melepaskannya. Dia sudah menahanku di dalam genggamannya, membuatku tidak bisa ke mana-mana.
"Aku lapar," ujarnya.
Mataku melirik jam di nakas. Hampir pukul sembilan. Tidak biasa-biasanya aku bangun siang seperti ini.
Baru menjelang subuh ketika aku dan Lily sama-sama terkapar tanpa tenaga dan terlelap.
Lily mengangkat tubuhnya. Aku menelan ludah saat menatap lekuk tubuhnya yang sempurna. Dan payudaranya yang sangat menggiurkan. Mereka yang selama ini selalu menghantui benakku, terlebih setelah Lily tanpa sengaja mengirim foto selfie topless di malam itu. Aku tak pernah bisa melupakannya. Sekarang, dia milikku. Aku meneguk ludah, membayangkan betapa nikmatnya mencumbu payudaranya.
Aku menarik Lily hingga berbaring dan menindihnya. Tanganku langsung menangkup bongkahan dadanya. Meremasnya dengan hasrat menggebu.
"Ini yang selalu membuat saya gila. Membayangkan saya bisa meremasnya seperti ini." Lily melenguh saat aku meremasnya. "I always want to cum in your tits."
Aku meremasnya hingga putingnya terlihat begitu menantang. "So big. So beautiful. Look at that pucker nipple. So hard and needy."
Aku menenggelamkan wajahku di antara payudaranya. Lily menahan bagian belakang kepalaku, membuatku mencumbunya kian dalam.
"Jilat susumu," ujarku.
Lily menunduk. Lidahnya menjulur untuk menjilat putingnya yang keras. Aku melakukan hal yang sama. Lidahku bersentuhan dengannya, saling berpacu mereguk kenikmatan itu.
"I want your cock here," pintanya.
"My naughty wife," timpalku. Aku melepaskannya dan mengangkangi tubuhnya, lalu mengarahkan kejantananku ke payudaranya. Aku memukulkannya di sana, sebelum Lily menjepitnya dengan kedua payudaranya.
"Fuck. You're so hot." Aku menggeram saat payudara Lily merangsangku, membuatku tak henti mendorong penisku di antara kedua bongkahan cantik itu.
Sesekali, kejantananku menyentuh wajahnya. Lily mengulurkan lidah untuk menyambutku, memberikan sensasi yang membuatku semakin gila.
Semua bagian tubuhnya membuatku gila. Di mana pun aku berada, Lily membuatku menggila. Ketika aku merasa sedikit lagi akan menyerah, aku melepaskan Lily dan menuju kewanitaannya.
Baru kali ini aku merasakan betapa inginnya mengawali hari dengan melepaskan hasratku di dalam tubuh Lily. Bersamanya meraih kepuasan.
***
"Apa cita-citamu?" Tanyaku. Jariku memainkan rambut Lily yang halus dan panjang.
Lily semakin meringkuk dalam pelukanku. Menghabiskan akhir pekan dengan Lily tidak pernah ada dalam bayanganku, tapi inilah yang terjadi sekarang.
"Cita-citaku selalu berubah. Aku pernah mau jadi dokter, tapi waktu dirawat di rumah sakit, aku enggak suka aromanya. Jadi batal, deh." Lily mengernyitkan hidung. "Cuma satu keinginanku yang konsisten ada sampai sekarang."
Aku menunggu Lily menyelesaikan ceritanya. Jariku masih terbenam di dalam rambutnya.
"Aku mau punya keluarga." Lily berbisik lirih.
Ada kerinduan di balik suaranya. Lily selalu menunjukkan betapa dia menyayangi ayahnya. Meski ibunya memperlakukannya dengan buruk, Lily tidak menyimpan dendam. Aku bisa melihat matanya masih menginginkan ibunya berubah, meski aku tahu itu harapan yang sia-sia. Seharusnya perempuan itu beruntung memiliki Lily. Namun dia malah menyia-nyiakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Simpanan Boss
RomanceLily bekerja sebagai sekretaris pengganti untuk Rudy Wiranegara, CEO Abdi Construction. Diam-diam, Lily menyukai Rudy. Masalahnya, Rudy yang berusia 42 tahun terlalu tua untuk Lily yang akan berulang tahun ke21. Dan juga posisinya sebagai atasan Lil...