32. You're Mine

51.6K 1.7K 24
                                    

Sosok yang berdiri di hadapanku ini begitu intimidatif. Aura jahat menguar dari tubuhnya, tidak peduli jika wajahnya seperti malaikat.

"Get in," hardiknya.

Aku tidak mengira akan bertemu Putratama lagi. Dia memang mengancamku, tapi aku tidak menyangka ancamannya akan terwujud dalam waktu secepat ini.

Pagi ini aku ke kantor Papa untuk mengambil dokumen yang dibutuhkan Pak Rudy untuk proses akuisis. Om Danu tidak mempermudah, malah sebaliknya. Dia masih berusaha bertahan dengan apa yang dimilikinya sekalipun dia tahu tidak ada yang bisa dilakukannya untuk menghentikanku.

Mungkin Om Danu yang memberitahu Putratama. Mungkin saja dia punya mata di mana-mana. Jadi, begitu aku keluar dari gedung ini, dia sudah menunggu di mobilnya.

Aku bergeming di tempat. Masuk ke dalam mobil itu sama saja dengan masuk ke kandang singa. Dia tak ubahnya seperti predator yang siap menghadangku.

Mataku bergerak ke arah pintu masuk, menunggu mobil pesananku datang. Aku menyesal sudah menolak tawaran mobil serta sopir dari Pak Rudy.

"Masuk, Lily."

Aku memasang wajah keras.

"Who do you think you are? Saya bukan bawahanmu yang bisa disuruh-suruh."

Meski terhalang mobil, aku bisa merasakan aura permusuhan yang diberikan Putratama.

Dia melingkari mobilnya menuju ke tempatku. Tidak ada tempat untuk kabur, sehingga yang bisa kulakukan hanyalah berdiri tegak dan menantangnya. Meski hatiku berdebar setengah mati menunggu apa yang akan dilakukannya, aku tidak menunjukkan ketakutan sedikit pun.

Putratama mencengkeram lenganku. Aku berjengit kesakitan, tapi dia tidak peduli. Dengan kekuatan penuh, dia mendorongku hingga terjajar ke mobilnya. Dia tidak melepaskanku sampai aku terpaksa masuk ke dalam.

"Kamu bisa dituntut dengan tuduhan penculikan," serbuku, saat Putratama masuk ke jok di sampingku.

Sopirnya langsung membawa mobil itu menjauh dari gedung kantor.

"Kamu pikir saya tidak tahu permainan kecilmu dan Rudy. Saya tidak sedungu pamanmu." Putratama memutar tubuhnya hingga hampir menindihku, membuatku terdesak ke sudut jok.

Aku melirik kaca spion, berharap sopir ini mau membantu. Namun dia tidak peduli.

Putratama menyentuh pipiku, membuatku menepisnya dengan kasar. Dia tertawa--tawa menakutkan yang membuatku jijik.

"Berapa dia membayarmu? Atau kamu yang menjual tubuhmu agar dia menolongmu?" Matanya dengan kurang ajar melirik tubuhku. Dia sengaja berlama-lama memandangi payudaraku. "You're so pretty and sexy. Saya mengerti mengapa dia mau terlibat dalam permainan ini. Saya bisa memuaskanmu lebih baik dari dia."

Amarah membuatku refleks menamparnya. Belum pernah aku merasa seterhina ini.

Putratama mendengkus. Matanya berkilat saat menatapku. Hidungnya kembang kempis saat menatapku dengan bara di matanya.

"Perlawanan kecilmu enggak ada artinya. Sebentar lagi, saya akan mendapatkan perusahaan ayahmu dan menghancurkannya. Setelah itu, saya akan menghancurkanmu." Dia menatapku tajam.

Tangannya kembali mencengkeram kedua lenganku. Aku mencoba memberontak, tapi kekuatannya begitu besar. Tindakanku hanya membuatnya menekanku semakin kuat.

Aku terjebak di sini, tidak ada yang bisa menolongku.

"Saya akan menghancurkanmu dan Rudy." Ancamannya membuatku memberontak semakin keras meski tahu tindakanku sia-sia.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang