44. Lily, Where are You?

27.3K 1.9K 48
                                    

Rudy

Mungkin puber kedua itu ada benarnya, karena tidak ada penjelasan masuk akal untuk menjelaskan tingkahku hari ini. Tak ada sedetik pun terlewat tanpa memikirkan Lily. Dia benar-benar sudah menguasai isi kepalaku. Sampai-sampai aku bertingkah seperti orang bodoh di tengah meeting penting, hanya karena celana dalam Lily di saku jas seolah memanggil-manggilku.

Pagi ini, aku terbangun dengan Lily di bawahku. Aku telah lama terbuai oleh kecantikannya, tapi pagi ini dia berbeda.

She's glowing.

Dia seperti malaikat yang diutus turun ke bumi khusus untukku.

Kecantikannya membuatku lupa diri. Tubuhnya yang terasa pas saat berada di dekapanku membuatku hampir saja membatalkan semua meeting yang sudah disusun sejak jauh-jauh hari. Aku hampir merelakan proyek bernilai triliunan karena sulit untuk mengangkat tubuhku menjauh dari Lily. Persetan dengan Mr. Lawrence dan proyek Bintan, aku hanya ingin bercinta dengan Lily.

Untung saja akal sehat membawaku kembali sadar. Meski akibatnya, aku uring-uringan sepanjang hari karena memikirkan Lily.

Lily yang begitu cantik saat membuka mata di pagi hari.

Lily yang seksi dan menggoda dengan lipstik merah dan rambutnya yang berantakan.

Lily yang menjepitku dengan penuh nafsu saat aku menyetubuhinya. Pandangannya tak lepas dariku, membuatku semakin liar dalam memuaskannya.

Lily yang menciumi payudaranya, membuatku berharap ada di sana, berlutut di hadapannya, dan mengagumi setiap jengkal tubuhnya.

Lily yang membuatku gila.

Dan... Lily yang membuatku akhirnya merasakan apa itu cinta?

Ya, aku mencintai Lily. Loud and clear.

Tidak ada gunanya menyangkal, semua penyangkalan yang kupunya bisa dimentahkan begitu saja. Lily memang jauh lebih muda dariku, bahkan aku lebih cocok jadi ayahnya kalau menilik usia. Namun, aku tidak bisa mencari alasan untuk tidak mencintai Lily. Sekalipun Lily seusia denganku atau dua puluh tahun lebih tua dariku, aku akan mencintainya.

Karena dia Lily. Dirinya yang membuatku mencintainya.

Aku juga mengerti alasan di balik bantuanku. Mungkin sudah lama aku mencintai Lily, tapi hatiku yang keras seperti batu tidak langsung mengerti apa yang kurasakan. Aku hanya mencari alasan untuk memiliki Lily, karena dia sudah memikatku sejak hari pertama.

"Aku Lily." Aku ingat dua kata yang keluar dari mulutnya ketika bertemu untuk kali pertama. Senyumnya yang manis, cenderung malu-malu, membuatnya terlihat menarik.

Mungkin awalnya karena ketertarikan fisik, tapi sekarang aku tidak peduli jika Lily botak atau keriput sekalipun, perasaanku masih sama.

Karena dia Lily. Yang aku cintai adalah Lily.

Aku memacu mobil secepat yang aku bisa. Macet Jakarta membuat kesabaranku diuji, sebab aku sudah tidak sabar untuk segera sampai di apartemen.

Dan mencium Lily.

Dan mengatakan betapa aku mencintainya.

Berkali-kali aku menekan klakson agar diberi jalan. Persetan dengan mereka semua. Kalau mereka memiliki seseorang seperti Lily tengah menunggu di rumah, mereka pasti akan melakukan hal yang sama denganku.

Mataku melirik buket bunga lili di jok di sampingku. Keputusan impulsif, memesan bunga itu untuk Lily.

Bunga yang sama seperti namanya.

Aku ingin malam ini jadi spesial. Ketika aku memberitahu Lily perasaanku yang sebenarnya. Serta berharap dia mau menyudahi pernikahan pura-pura ini dan menjadi istriku yang sebenarnya.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang