26. Dorongan

40.1K 1.9K 47
                                    


Aku memasuki apartemen Pak Rudy dan langsung mengedarkan pandangan mencari keberadaannya. Dia masih tidur ketika aku berangkat ke rumah Om Cokro tadi pagi. Aku sempat mengirim pesan untuk memberitahunya keberadaanku, tapi pesanku tidak dibalas.

Langkahku mendadak terhenti saat aku menatap ke arah dapur. Pak Rudy ada di sana. Dia hanya mengenakan boxer yang tidak bisa menyembunyikan keperkasaan tubuhnya. Dia membelakangiku, membuatku leluasa menatap punggungnya yang kekar dan berotot. Otot-ototnya bergerak seiring kesibukannya membuat kopi.

Pandanganku turun ke arah bokongnya. Boxer itu memeluk bokongnya dengan ketat, memperjelas bongkahan yang sangat menggiurkan. Pandanganku terus turun ke kakinya yang berotot dan kokoh.

Dia sangat mempesona.

Obrolan dengan Ibel hanya membuatku semakin kesulitan menahan hasrat yang memaksa ingin keluar dari dalam dadaku.

Aku bergeming di tempat saat Pak Rudy menggaruk bagian belakang punggungnya. Tangannya bergerak ke arah bokong, dan dia menarik boxer itu hingga bokongnya yang telanjang terpampang di hadapanku.

Cobaan yang sangat sulit untuk kuhindari. Rasanya ingin menggantikan tangannya yang menggaruk bokongnya.

Aku menampar kedua pipiku, berusaha untuk menyadarkan diri agar tidak melakukan hal bodoh.

Seperti melemparkan tubuhku pelukannya.

"Kamu sudah pulang?"

Pertanyaan itu membuatku terlonjak kaget. Pak Rudy sudah membalikkan tubuhnya hingga berhadapan denganku. Dan, cobaan itu semakin kuat menjeratku, saat pandanganku bertubrukan dengan dadanya yang bidang. Juga otot perutnya yang seksi. Untuk ukuran seorang pria berusia 40-an, dia sangat jauh dari kata tua. Dia begitu seksi dan menggiurkan. Aku berusaha menahan pandangan agar tidak bergerak ke arah kejantanannya, tapi itu sangat sulit dilakukan. Karena, tonjolan di balik boxer itu membuat nafsuku semakin terpanggil.

Kalau Ibel ada di sini, dia akan menelan semua tuduhannya. Aku yakin yang kini tersembunyi di balik boxer itu sangat jauh dari kata letoy.

Pak Rudy bergerak menuju sofa. Dia sama sekali tidak peduli pada siksaan yang diberikannya. Dengan enteng, dia melintasi ruangan di hadapanku dalam keadaan setengah telanjang.

Hati, semoga kamu baik-baik saja.

"Bagaimana pertemuanmu dengan Pak Cokro?" tanya Pak Rudy. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa. Kedua kakinya terbuka lebar, membuat tonjolan di balik boxer itu semakin terlihat dengan jelas.

Kalau dia ingin menyiksaku, dia berhasil melakukannya.

Aku berusaha mengendalikan diri. "Dia mau bertemu Pak Rudy."

Pak Rudy tersenyum. "Sepertinya ada kabar baik. Saya siap bertemu kapan pun dia bisa."

Aku mengangguk. "Nanti aku yang atur jadwalnya."

Pak Rudy menengadah. Kerutan di keningnya hadir lagi, membuat wajahnya terlihat lelah.

"Are you okay?" tanyaku.

"Capek aja, jadi sedikit pusing."

Jadi ini yang membuatnya bangun siang hari ini.

Aku meletakkan tas di atas meja, lalu beranjak mendekatinya. Aku berdiri di belakang sofa yang diduduki Pak Rudy.

"Kata Ibel, aku punya bakat jadi tukang pijat." Tanpa menunggu persetujuannya, aku memijat kepalanya.

Pak Rudy tidak mengelak. Dia membiarkanku memijat kepalanya. Aku menyelipkan jari ke rambutnya yang tebal dan memberikan tekanan di sana. Erangan dari mulut Pak Rudy membuatku semakin bersemangat memijatnya.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang