1. Accidental Selfie

108K 2.9K 25
                                    

Lily

Aku menguap sembari melirik jam digital di atas meja. Hampir pukul sepuluh malam. Enggak terhitung aku menguap berapa kali sambil mengusir kantuk, sementara aku masih terjebak di meja kerjaku.


Pak Rudy masih meeting di ruangannya, tepat di belakang meja kerjaku. Sebagai perusahaan global, tidak jarang Pak Rudy harus bekerja sampai tengah malam, mengikuti perbedaan waktu dengan mitra kerjanya di negara lain.


Sebagai sekretaris, aku harus mengikuti ritme kerja Pak Rudy. Masalahnya, Pak Rudy itu workaholic sejati. Dia bisa bekerja dari pagi sampai malam. Hari ini aja, dia datang lebih dulu dibanding aku.


Meski harus bekerja lebih dari 12 jam sehari, Pak Rudy kayak enggak terpengaruh. Tengah malam pun, dia masih tampil rapi tanpa gurat lelah di wajahnya. Langkahnya masih tegap, sementara aku harus menyeret langkah sambil menguap.

Padahal dia sudah tua, tapi malah aku yang bertingkah jompo.


Sekali lagi, aku menguap. Belum sampai lima menit dari terakhir kali aku menguap.


Getaran ponsel yang kuletakkan di meja mengalihkan perhatian. Aku mengambilnya dan membuka aplikasi chat.

"Masih di kantor?"

Pesan dari Ibel, temanku. Well, enggak cocok juga disebut teman. Aku bahkan enggak bisa mendefinisikan hubungan anehku dengan Ibel.

Aku mengenalnya di kampus. Awalnya aku sempat tertarik kepada Ibel. Dia ganteng, jadi wajar banyak cewek yang suka. Ibel mempunyai wajah oriental dan gaya metroseksual. Banyak yang menyamakannya dengan artis Korea.

Ibel yang berasal dari keluarga kaya sangat humble. Dia mau temenan dengan siapa saja. Termasuk denganku. Kami diketemukan di tugas kuliah dan sejak saat itu berteman.
Ibel sangat terbuka, termasuk soal seksualitasnya. Dia mengaku biseksual. Waktu kuliah, dia pacaran dengan perempuan. Sekarang, yang aku tahu, dia pacaran dengan laki-laki.

Hubungan anehku dengan Ibel bermula sejak kuliah. Waktu itu, aku menginap di apartemen Ibel karena bikin tugas sampai malam. Kami sedikit tipsy, dan tiba-tiba saja aku sudah telanjang di depan Ibel. Dia menciumku dan tangannya menyentuh tubuhku. Seharusnya aku membalasnya, tapi tidak ada rasa apa-apa. Aku sempat menyukainya, tapi hanya sebatas itu.

Ibel menyadarinya dan kami pun tertawa canggung. Dia juga tidak merasakan perasaan berlebih untukku. Jadi, kami putuskan untuk berteman saja.

Aku ingat ucapan Ibel waktu itu. "Babe, your boobs bagus banget. Bikin gue pengin tapi gue enggak nafsu sama lo. Boleh ya jadi bantal gue."

Sejak saat itu, Ibel mengklaim payudaraku sebagai bantalnya. Dasar aneh, tapi aku menyukai persahabatan itu.

Aku mengetikkan pesan balasan untuk Ibel.

"Masih. Bos gue masih semangat kerja."

"Your boss need to get laid. Lo juga, Babe." Balasannya langsung masuk dalam hitungan beberapa detik.

"Untung cuma sementara lo di sana. You know, lo bisa kerja di kantor bokap gue bareng gue." Pesan selanjutnya dari Ibel.

Dia sudah sering menawarkan hal yang sama, tapi aku tolak karena Ibel sudah terlalu baik kepadaku.

"Lo di mana?" Aku mengalihkan pembicaraan.

"Baru sampai apartemen. Tadinya mau ajak lo ke sini. Kangen, Babe. I miss my boobies."

Aku tertawa kecil saat membacanya.

"Pacar lo mana?"

"Tristan lagi di Singapura. Lagian, yang gue kangenin itu my boobies. Tristan enggak punya tetek kayak lo hehe."

Niat menjaili Ibel membuatku terjaga sepenuhnya. Aku bangkit berdiri dan menuju kamar mandi eksklusif di luar ruangan. Eksklusif karena hanya diperuntukkan bagi Pak Rudy, tapi sesekali aku memakainya kalau lagi kebelet dan kamar mandi karyawan lumayan jauh.

Aku berdiri di depan kaca dan membuka kancing kemeja, lalu menyibaknya hingga payudaraku yang tertutup bra hitam terlihat. Aku mengambil selfie di kaca dan mengirimnya ke Ibel.
Ibel membalas dengan emoticon mata melotot.

"Damn hot. I want to see more."

Sambil tertawa, aku membuka kemeja dan bra hingga payudaraku terlepas. Aku memutar kedua putingku hingga terlihat menonjol. Sekali lagi, aku mengambil selfie.

Saat akan mengirim foto itu, aku menerima pesan dari Pak Rudy, memintaku mengecek dokumen.

Aku membalas dengan satu kata 'oke'. Lalu, mengirim selfie barusan ke Ibel.

Setelah memasang pakaian, aku kembali ke meja.

Tidak lama, aku mendengar Pak Rudy memanggilku.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang