15. Run Again

49.5K 2.3K 11
                                    

Rudy

Aku mengenali sosok yang tiba-tiba muncul di depan kost Lily. Wajah Lily yang berubah pucat membangkitkan insting waspadaku. Untung dia tidak melawan dan langsung naik ke mobil begitu pria tersebut menerjang mobilku.

Sepintas lihat, Lily menampakkan wajah innocent. Semakin aku mengenalnya, Lily tidak seperti dugaanku. Aku tidak habis pikir bagaimana Lily bisa terlibat hubungan dengan Candra. Sebagai pebisnis, aku menghindar untuk terlibat dengan Candra. Di saat rekan bisnisku seringkali mencari jalan pintas untuk memuluskan proyek, orang seperti Candra sangat dibutuhkan.

Terbaru, ketika terjadi kebakaran mendadak di pemukiman penduduk tanpa ada penjelasan masuk akal dari asal mula api, aku yakin Candra adalah dalang di baliknya. Area tersebut sudah lama jadi sengketa, dan Putratama sudah tidak sabar membangun gedung baru di area tersebut. Masalahnya, biaya ganti rugi kepada warga tidak sesuai keinginannya sehingga dia memilih jalan pintas.

Banyak yang menilaiku tangan besi, tapi bisnis yang kujalani masih memegang penuh etika.

Sepanjang jalan, dia tidak bicara sepatah kata pun. Tubuhnya gemetaran, membuatku mengarang beragam kemungkinan terburuk yang melibatkan Lily dengan Candra.

Ketika aku menemuinya masih berada di kantor, padahal sebelumnya dia sudah pamit pulang, aku mencium ada yang tidak beres dengannya. Dugaanku semakin diperkuat dengan kemunculan Candra.

Ini kali kedua Lily berada di apartemenku, tapi suasananya begitu berbeda. Aku masih tertarik kepadanya, masih ingin melanjutkan apa yang terputus di Bintan. Namun, malam ini bukan waktu yang tepat.

Aku perlu tahu apa kaitan Lily dengan Candra. Semuanya berkaitan dengan bisnis yang kujalani.

"Kamu pakai baju saya saja." Aku mendahului Lily masuk ke kamar. Butuh waktu mencari pakaianku yang sekiranya muat di tubuh Lily, tapi sia-sia. Dia begitu mungil, pakaian apa pun yang kuberikan akan membuatnya tenggelam.

Aku meraih selembar kaus putih dan membawanya ke hadapan Lily yang menunggu di luar kamar. Dia menerima pakaian itu dengan ragu, tatapannya tidak fokus, membuatku semakin penasaran dengan apa yang terjadi padanya.

"Kamu bisa memakai kamar tamu." Aku menunjuk kamar tamu yang sering kosong.

"Makasih, Pak."

Setelah Lily menghilang ke kamar tamu, aku pun masuk ke kamarku. Aku butuh air dingin untuk mendinginkan kepalaku. Sekaligus untuk meredam penisku yang selalu berulah setiap kali berada di dekat Lily.

Namun, mandi air dingin tidak bisa mengubur hasratku yang semakin menggebu-gebu. Penisku masih membengkak, begitu menginginkan Lily. Sekuat tenaga, aku menahan diri untuk tidak menerjang masuk ke kamar tamu dan menelanjangi Lily, menagih kembali kenikmatan yang ditawarkannya selama di Bintan.

Inilah yang kulakukan setiap hari, berusaha menjaga jarak dari Lily karena satu-satunya yang ingin kulakukan adalah meraupnya ke dalam pelukanku dan mereguk kenikmatan tubuhnya.

Aku sedang menenggak air dingin ketika Lily keluar dari kamar tamu. Hampir saja aku menyemburkan minuman itu saat melihat Lily di balik baju milikku. Kaus itu kebesaran di tubuhnya, menutupi setengah pahanya. Mataku menyusuri tubuhnya, dan terpaku di kakinya yang seringkali muncul dalam fantasi liarku. Aku sering membayangkan kaki itu melingkari tubuhku, ketika aku menghunjamkan penisku dalam-dalam di vaginanya.

Sekarang, bayangan Lily yang begitu sensual dalam pakaianku selamanya akan melekat permanen di benakku.

"Maaf, aku ngerepotin Pak Rudy. Temanku yang tinggal di apartemen ini sedang di Manila, dan kuncinya ketinggalan di kamar kost aku." Lily menjaga jarak dariku, suaranya terdengar memelas.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang