22. The Wrath

36.8K 1.8K 41
                                    

"Minggu depan lo nikah."

Ucapan Ibel terdengar sangat surreal. Aku masih belum bisa sepenuhnya menerima kenyataan bahwa pernikahan itu akan berlangsung minggu depan.

Padahal aku sendiri yang menginginkan pernikahan itu. Bisa saja aku mundur karena tidak ada yang memaksa. Namun keadaan tidak berpihak padaku.

Setiap hari, aku menyerukan mantra untuk menenangkan diri sendiri.

Semua akan baik-baik saja.

Pak Rudy akan membantuku mengambil kembali hak milikku yang dirampas paksa.

Om Danu, Mama, dan Om Candra akan merasakan balasan setimpal.

Dan Papa akan bangga padaku.

"Ya meski dia sudah tua tapi masih good looking. Gue paham kenapa lo takut baper," timpal Ibel.

Candaan Ibel nyatanya bisa sedikit meluruhkan kekhawatiranku.

"Dia baik banget. Gue tahu tujuannya apa, dia mau mengakuisisi perusahaan gue. Dia butuh gue buat menuhin ambisinya. Di sisi lain, gue juga butuh dia," timpalku.

"Simbiosis mutualisme."

Aku mengangguk. "Meski gue sedikit khawatir, gimana kalau ini enggak berhasil? Gimana kalau jadinya malah makin parah?"

Ibel berhenti memasukkan bajuku ke dalam koper. Aku membawanya ke kost untuk membantu packing. Ini hari terakhirku tinggal di kamar ini, meski beberapa minggu terakhir aku tinggal bersama Ibel. Mulai malam ini, aku akan tinggal bersama Pak Rudy.

Kedua tangan Ibel ditumpukan di pundakku. Matanya menatapku dengan tajam.

"It's worth to try. Kalau ini gagal, kita cari jalan keluar lain. Oke?"

Keyakinan di mata Ibel menjadi kekuatan yang kubutuhkan. Masa depanku terlihat gelap, tapi aku punya Ibel. Sahabat terbaik yang akan selalu ada untukku.

"Nyokap lo udah ada pergerakan?" Tanya Ibel.

Aku menggeleng. Semula kupikir Mama akan langsung menghubungiku setelah pertemuan di pesta dengan Om Danu. Aku tidak ragu, Om Danu pasti sudah memberitahu Mama. Setiap hari, aku dilanda cemas menunggu apa yang akan dilakukan Mama kepadaku.

Namun, sampai detik ini, Mama hanya diam. Hal itu membuat rasa cemasku semakin menjadi-jadi.

"Gue curiga dia lagi nyiapin sesuatu buat menjegal lo."

Aku mencurigai hal yang sama. Akan sangat aneh kalau Mama enggak melakukan apa-apa.

Semua dokumen terkait pernikahanku sudah selesai. Uang dan kekuasaan memegang peranan penting. Pak Rahmat yang mengurus semuanya. Aku tidak tahu apa yang dilakukannya. Kemarin Pak Rudy memberitahu bahwa tanggal pernikahanku sudah ditentukan.

Pak Rahmat juga menghubungi pengacara Papa untuk mengurus pengalihan wali dari Mama ke Pak Rudy. Katanya, semuanya sudah beres. Tinggal menunggu aku sah menjadi istri Pak Rudy.

Fakta itu memperkuat kecemasanku, karena Mama pasti sudah tahu dia kehilangan hak atas warisan Papa. Mama tidak akan bisa lagi menekanku. Jika memaksa, dia harus berhadapan dengan Pak Rudy. Aku yakin Mama tidak ingin berurusan dengan orang seperti Pak Rudy.

"Speaks of the devil," gerutu Ibel.

Aku mengikuti arah pandangannya ke jendela. Di depan kamarku, aku melihat mobil Mama. Tak lama, Mama keluar dari mobil itu dengan tergesa-gesa.

Terlambat untuk bersembunyi. Mama membuka pintu dengan keras. Matanya menyala tajam saat melihatku. Wajahnya memerah, napasnya memburu.

Aku tidak mengerti mengapa Mama begitu membenciku. Bagaimana mungkin aku bisa lahir dari sosok yang sama sekali tidak mengenal belas kasihan ini. Aku menatap Mama dan rasanya seperti melihat orang asing. Padahal wajahku sangat mirip dengan Mama. Mama dianugerahi wajah awet muda sehingga tidak salah jika orang-orang menganggap dia kakakku. Saat menatap Mama, rasanya seperti bercermin. Wajah bulat dengan hidung bangir, persis sepertiku. Bibir kami juga sama, bagian bawah sedikit lebih tebal. Aku juga menurunkan tubuh petite Mama, serta rambut hitam lurus yang tebal.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang