23. Wedding Day

48.1K 1.9K 35
                                    

Pak Rudy mengajakku untuk menikmati malam ini di balkon. Seminggu terakhir, aku tinggal di tempatnya. Kesibukan membuatku jarang bertemu dengannya. Meski tinggal bersama, aku lebih sering pergi dan pulang kantor sendiri.

Ini malam terakhirku sebagai perempuan lajang. Besok, aku akan menikah dengan Pak Rudy.

"Pak Rahmat berhasil menggagalkan rencana ibumu untuk mengambil semua warisanmu," ujar Pak Rudy.

Aku menceritakan semuanya, termasuk soal meninggalnya Papa. Pak Rudy mendapati aku dan Ibel dalam keadaan babak belur sehingga mau tak mau aku pun jujur kepadanya.

"Mereka tidak akan tinggal diam. Kamu harus tahu, keselamatanmu yang utama," lanjutnya.

Pak Rudy menoleh ke arahku sementara aku hanya diam.

"I'm sorry for your lost. Tapi kamu tidak punya bukti untuk melawan ibumu atas tuduhan pembunuhan," ujarnya.

"Aku yakin dia melakukannya."

"I know tapi hukum enggak berlaku hanya dengan dasar keyakinanmu itu." Pak Rudy mengusap pipiku. "What's done is done. Sampai kita menemukan bukti valid untuk menyeret ibumu ke penjara. Sementara itu, kita pikirkan apa yang mungkin terjadi nanti."

Aku menghela napas panjang. "Aku jadi beban buat Pak Rudy."

Pak Rudy tertawa kecil. "Silly. Siapa bilang kamu jadi beban?"

"Fakta."

"Faktanya, sebentar lagi saya akan mendapat perusahaanmu dan membuat bisnis saya makin berkembang," balas Pak Rudy.

Aku tertawa kecil. Pak Rudy membuat semuanya terasa ringan.

"Kamu masih mau menikahi saya?"

Aku membalas tatapan Pak Rudy dan mengangguk. "Enggak ada pilihan lain."

"Saya akan menceraikanmu begitu kondisi sudah tenang. Saya tahu perceraian itu enggak akan adil buatmu, jadi saya akan bertanggung jawab," ujarnya.

"Aku enggak mikirin itu Pak. Buatku sekarang, perusahaan Papa bisa selamat dan mereka semua mendapat akibat setimpal," balasku.

Pak Rudy menggenggam tanganku. Kehangatan yang dialirkannya menimbulkan ketenangan di hatiku. Perlahan, aku merebahkan kepala di pundaknya. Pak Rudy tidak keberatan, malah dia melepaskan genggamannya dan berganti dengan merangkul pundakku.

"I'll be good to you," bisiknya.

Aku percaya, karena itulah aku mempercayakan hidupku di tangannya.

"Ini pernikahan keduamu," bisikku.

Pak Rudy mengangguk kecil.

"Ada yang harus aku tahu soal mantan istri Pak Rudy? Memang, ini cuma sandiwara tapi di luar sana enggak ada yang tahu soal ini. Buat jaga-jaga kalau aku harus berhadapan dengan mantan istri," lanjutku.

"Namanya Mariana. Dia anak rekan bisnis saya. Pernikahan itu hanya sebatas pernikahan bisnis," jawabnya.

Aku menumpukan dagu di pundaknya untuk menatapnya. "Pak Rudy dua kali menikah tapi keduanya tanpa cinta."

Pak Rudy tergelak. "Pernikahan bukan untuk semua orang."

Detik ini kusadari kalau aku tidak mengenal Pak Rudy. Aku tidak mengetahui masa lalunya. Yang aku tahu hanyalah apa yang diperlihatkannya di permukaan dan aku sadar ada banyak hal lain yang tersembunyi di baliknya.

"Pak Rudy enggak mau menikah?"

"Dulu saya pikir saya akan menikah, tapi setelah dewasa prioritas saya berubah. Saya tidak pernah menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang penting," jelasnya.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang