6. Trapped

78.6K 2.5K 26
                                    

Lily

Bukannya aku pernah membayangkan seperti apa tempat tinggal Pak Rudy. Namun, ketika menginjakkan kaki di apartemennya, kondisi apartemen sesuai dengan citra Pak Rudy yang kukenal.

Aku melarikan mata ke sekeliling apartemen. Unit ini lebih besar dibanding milik Ibel. Apartemen ini mengusung konsep open space yang terbuka, juga interior modern yang sleek. Ada sofa putih besar serta karpet abu-abu menutupi lantai, juga coffee table yang dihiasi buku. Aku menengadah, dan mendapati lampu gantung melingkar yang unik. Tak jauh, ada kitchen island yang membatasi ruang tamu dan dapur. Aku meneguk ludah saat melihat dapur tersebut: modern, chic, dan sleek. Perhatianku terpusat pada side to side refrigerator yang memenuhi satu sisi ruang.

Apartemen ini terlalu dingin dan kaku, tapi cocok dengan image Pak Rudy. Berbeda dengan Ibel yang terobsesi Andy Warhol sehingga menata apartemennya dengan gaya pop art.

"Saya mau mandi. Kalau kamu haus, bisa ambil minum di kulkas." Ucapan Pak Rudy mengagetkanku.

Baru setelah Pak Rudy menghilang ke balik salah satu pintu yang kuyakini sebagai kamarnya, aku bisa bernapas lega.

Ditinggal sendirian, aku memanfaatkan momen itu untuk mengamati apartemennya. Aku terkagum-kagum melihat dapurnya, ini dapur idaman siapa pun. Peralatan elektronik modern menyempurnakan keberadaan dapurnya. Bahkan untuk orang yang enggak bisa masak sepertiku, kehadiran dapur seperti ini membuatku ingin menyajikan sesuatu.

Aku beranjak menuju kulkas karena kerongkonganku yang kering. Lagi-lagi mataku terbeliak saat melihat isi kulkas yang lengkap. Sedikit pun aku tidak menyangka Pak Rudy punya sisi domestik. Membayangkan Pak Rudy mengolah masakan di dapur ini kembali membuat kewanitaanku nyeri karena mendamba.

Aku segera mengusir pemikiran tersebut. Sebagai gantinya, aku beranjak menuju ruang tamu. Salah satu sisi dinding diisi rak buku hingga menyentuh langit-langit. Rak buku itu begitu rapi. Aku menyusuri punggung buku demi buku, mencari tahu bacaan seperti apa yang disukai Pak Rudy.

Di salah satu kotak, aku melihat koleksi novel Agatha Christie. Dari judulnya, terlihat beberapa dalam bahasa asing selain Inggris. Aku tahu Pak Rudy bisa berbahasa Prancis, tapi buku-buku tersebut terdiri dari berbagai bahasa.

Aku tersenyum saat menyadari sisi lain Pak Rudy. Aku yakin, tidak banyak yang tahu soal sisi ini.

Aku meletakkan gelas di meja lalu mencoba menjangkau novel tersebut. Tempatnya yang terlalu tinggi mengharuskanku berjinjit, tapi belum kesampaian. Tak kehabisan akal, aku mencoba melompat berkali-kali.

"Kamu mau mengambil buku yang mana?"

Sontak tubuhku menegang saat mendengar pertanyaan itu. Tanganku teracung di udara. Aku berbalik dan langsung berhadapan dengan dada bidang Pak Rudy.

Dia berada sangat dekat denganku. Aroma sabun bercampur aftershave menggelitik penciumanku. Saat ini, sepertinya Pak Rudy tidak lagi mengenal personal space. Aku bahkan bisa merasakan punggungku menyapu dadanya.

Jantungku langsung bergemuruh meningkahi kedekatan ini.

Aku kembali berbalik, memusatkan perhatian ke deretan buku di hadapanku, berupaya mengabaikan Pak Rudy yang ada di belakangku.

"Curtain," jawabku dengan suara tersekat. Aku hanya menyebutkan judul pertama yang kulihat.

Alih-alih beranjak, Pak Rudy malah semakin mendekat. Sampai-sampai aku terdesak ke rak buku. Aku seperti terperangkap, dengan Pak Rudy yang begitu menjulang di belakangku. Dengan santai, dia mengulurkan tangan mengambil novel yang kumaksud.

"Poirot's last case. Ini favorit saya."

Aku tidak bisa fokus ke ucapan Pak Rudy. Kedekatan ini mengaburkan akal sehatku.

Punggungku menempel di dadanya. Aku bisa merasakan dadanya yang bidang dan berotot, membuatku ingin bersandar sepenuhnya di sana.

Aku menelan ludah ketika bokongku merasakan sesuatu yang keras dan menusuk. Meski ingin, aku tidak berani melirik ke balik punggung untuk memastikan apa yang menusuk bokongku.

He's hard.

Menyadari penis Pak Rudy berada tepat di belakangku, hingga bokongku bisa merasakan betapa liatnya penis itu, tak ayal membuatku kesulitan menahan hasrat. Aku mengaitkan kedua tangan, berusaha melawan keinginan untuk berbalik dan menghadapnya. Atau lebih parah, karena yang ingin kulakukan saat ini adalah berlutut di hadapannya dan menikmati penisnya.

Aku bergerak gelisah, dan menyadari itu tindakan yang salah. Geraman pelan yang keluar dari mulut Pak Rudy meyakinkanku kalau aku sudah melakukan hal yang salah.

"Kamu suka Poirot?"

Alih-alih beranjak, Pak Rudy semakin menekankan tubuhnya. Penisnya terasa semakin menusuk.

"Aku cuma pernah baca satu, itu pun lupa yang mana. Aku ingatnya pembunuhan di kereta api." Dengan susah payah, aku bersuara.

"Murder on the Orient Express," jawab Pak Rudy. Suaranya yang berat menggelitik telingaku, semakin mengaburkan pikiranku.

"Pak Rudy bisa baca semua bahasa itu?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan agar pikiranku tidak lagi berpusat ke penis Pak Rudy.

"Not really. Untuk Murder on the Orient Express dan Curtain, saya mengoleksi berbagai bahasa," jawabnya.

Aku bergerak dan menumpukan bobotku di salah satu kaki, tindakan yang membuat Pak Rudy kembali menggeram.

"Stay still," bisiknya. Pak Rudy menumpukan satu tangannya di pinggangku.

Aku memejamkan mata, berusaha meningkahi hasratku yang semakin menggelora. Aku menggigit bibir untuk melawan dorongan yang memaksaku untuk berbalik dan mereguk kenikmatan yang ditawarkan Pak Rudy.

Pak Rudy hanya membuatku semakin kesulitan menahan diri. Dengan satu tangan di pinggang, dia kian menekanku. Aku bisa merasakan dengan jelas penisnya yang keras menusukku.

Seperti apa rasanya jika penis itu menusuk vaginaku dengan keras dan liar?

Aku menggeleng kencang, mengusir bayangan itu.

Pak Rudy terkesiap. Detik setelahnya, dia melepaskanku dan mengambil beberapa langkah mundur. Jarak yang tercipta nyatanya tidak membuatku lega. Malah sebaliknya, aku semakin menginginkannya.

"Kamu belum sarapan, kan? Sarapan di sini saja." Suara Pak Rudy terdengar jauh.

Aku bergeming di tempat, mencoba menenangkan diri. Berkali-kali aku menghela napas panjang, sembari menepuk dada untuk menyudahi debaran jantungku yang tak keruan.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang