50. Divorcing Me

29.3K 2.1K 104
                                    

Menyimpan perasaan tak berbalas sangat menyesakkan. Setiap hari, aku harus melihat pria yang kucintai perlahan menjauh dariku. Dari hari ke hari, dia semakin jauh.

Tidak ada lagi tatapan intens yang membuatku tersipu. Tak ada lagi godaan atau sentuhan yang menghangatkan hatiku.

Dingin dan berjarak. Hanya itu yang kurasakan.

Malam ini, Pak Rudy baru saja menghancurkan pertahanan terakhirku. Ketika dia tidak mau menatap mataku. Dia memilih untuk mengalihkan pandangan dariku.

Selama ini, dia tidak pernah melepaskanku dari pandangannya. Namun malam ini, dia semakin mempertegas jarak yang terbentang dengan dirinya.

Semua karena aku memberanikan diri mengungkit soal kehamilanku. It's like an elephant in the room. Cepat atau lambat, aku harus membahasnya.

Setelah mengumpulkan semua keberanian, aku akhirnya membuka kotak pandora tersebut.

"I lost my baby." Bukan itu kalimat yang ingin kuucapkan, tapi ketika berhadapan dengannya, lidahku kembali kelu. Namun, aku tidak ingin menghindar lebih lama lagi.

Makan malam yang hening terasa semakin mencekam. Selama beberapa saat, yang terdengar hanya bunyi sendok beradu piring.

Aku memberanikan diri untuk mengangkat wajah sehingga berhadapan dengannya. Pak Rudy menunduk, dia sepertinya kehilangan selera makan karena hanya mengaduk makanannya tanpa berniat untuk menyuapnya.

Sekali lagi, aku menghela napas panjang. "Aku minta maaf sudah merahasiakannya darimu. Aku enggak bermaksud." Aku menghela napas untuk kesekian kalinya. "Malam itu, aku bermaksud memberitahumu. Itu kejutan yang kumaksud."

Pak Rudy masih enggan menatap mataku. Dia membiarkan keheningan menguasai, membuat perasaanku semakin tidak tenang.

"Kenapa?" Setelah meninggalkanku dalam keheningan yang mencekam, hanya satu kata itu yang keluar dari mulutnya.

"Kenapa apanya?"

"Kamu merahasiakannya."

Dua kata itu mungkin terdengar biasa, tapi Pak Rudy tidak bisa menyembunyikan pisau tajam di balik perkataannya. Pisau yang semakin mengoyak luka di hatiku, meninggalkanku berdarah dan tak berdaya.

"I was scared."

"Scared for what?" tanyanya.

Aku terdiam selama beberapa saat. Dalam keterdiaman itu, aku terus menatapnya. Namun, makanan yang sudah tidak ada bentuknya ternyata lebih menarik perhatiannya ketimbang aku.

Apa yang harus kukatakan? Bahwa aku takut dia tidak akan menerima kehamilanku? Bahkan memintaku menggugurkan kandungan? Aku dan Pak Rudy berada di jalan berbeda–aku menginginkan keluarga sedangkan dia tidak pernah peduli dan tidak ingin membangun keluarga. Aku menginginkan kehamilan ini, sedangkan dia tidak pernah menghendaki kehadiran seorang anak.

"I was scared too, Lily."

Di saat aku tidak menjawab pertanyaannya, Pak Rudy berkata dengan pelan.

Setelah selama ini dia menghindari tatapanku, Pak Rudy akhirnya menatapku. Aku terkesiap saat melihat luka yang tidak bisa disembunyikan di balik binar matanya.

"Aku takut karena kamu mengubah hidupku. Aku belum siap untuk itu."

Hanya satu hal yang kutangkap dari penjelasannya, bahwa dia tidak ingin kehadiranku mengusik kehidupan yang susah payah dibangunnya.

"Tapi, Lily, kamu juga membuatku percaya bahwa perubahan tak selamanya menakutkan."

Keheningan kembali memenuhi ruang makan itu. Hanya desah napasku yang terdengar, sementara Pak Rudy kembali memalingkan wajahnya dariku.

Istri Simpanan BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang